Sukses

Budayawan Minang: Merantau Wujud Pengejawantahan Pancasila bagi Urang Awak

Orang Minang itu sudah merantau sejak beratus-ratus tahun yang lalu.

Liputan6.com, Jakarta - Pancasila sebagai ideologi yang digali dari saripati bangsa Indonesia, juga teridentifikasi hidup dalam keseharian masyarakat Minangkabau, hal tersebut salah satunya terimplekasikan dalam salah satu budaya mereka yang cukup tersohor di Indonesia, yaitu merantau.

Karena dengan merantau masyarakat Minangkabau mencoba untuk terus menjaga persatuan Indonesia. Hal tersebut disampaikan oleh Hasril Chaniago, selaku Ketua Yayasan Pusat Kebudayaan Minangkabau dalam Podcast Bung Karno Series, yang tayang di akun Youtube BKN PDI Perjuangan pada Senin (5/6/2023) dengan dipandu oleh host Fara Marisda.

"Orang Minang itu sudah merantau sejak beratus-ratus tahun yang lalu, bahkan dalam catatan sejarah sudah ada raja di daerah lain yang berasal dari Minang dari tahun 1908," katanya.

Menurutnya hal itu dilakukan oleh orang Minangkabau karena dalam setiap perjalanan merantaunya mereka memikirkan juga soal persatuan. Kemudian juga diperkuat oleh fakta bahwa orang Minang sudah tersebar di beberapa daerah khususnya di Pulau Sumatera, mulai dari Aceh, Jambi, hingga Bengkulu.

"Bung Karno pun bertemu tambatan hatinya, yakni Ibu Fatmawati yang berdarah Minang di Bengkulu," ujarnya.

Menurutnya salah satu ciri yang kuat dari orang Minang adalah budaya kosmopolitan dan tidak berpandangan sempit. Hal tersebut dikarenakan mereka juga memiliki semboyan yang tersohor yaitu di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung.

Maka, kemanapun orang Minang merantau, mereka akan mencoba berbaur dengan warga setempat agar mudah diterima di lingkungan barunya, bahkan banyak orang Minang yang berhasil menjadi kepala daerah di berbagai daerah di Indonesia.

 

 
2 dari 2 halaman

Bhineka Tunggal Ika

Berbicara soal perantau dari tanah Sumatera Barat, budayawan Minang ini juga menjelaskan bahwa ternyata ada sila lain dalam Pancasila yang hidup dalam Budaya merantau masyarakat Minangkabau, khususnya pada perantauan dengan berprofesi pedagang rumah makan Padang. Mereka melakukan sistem yang tidak lazim di era sekarang, yaitu dengan model bagi hasil.

Jika dikulik lebih dalam, sistem bagi hasil merupakan cerminan dari Sila kelima Pancasila, yakni Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Karena dengan sistem tersebut, baik pegawai, maupun pemilik rumah makan, akan merasakan hasil yang sesuai dengan porsi kerja mereka masing-masing.

Dalam mengelola Rumah Makan Padangnya, lanjut dia, beberapa dari mereka masih menggunakan sistem bagi hasil, yang disebut manajemen samo beruntuang, awak menapik urang tidak kehilangan, yaitu manajeman sama beruntung, jadi ketika kita senang, maka orang lainpun juga tidak kehilangan.

"Maka dengan model berdagang seperti itu, jika hasilnya besar, pembagian yang didapatpun akan sama besar, begitupun sebaliknya. Metode seperti ini dinilai lebih adil, karena semua elemen yang akan ikut marasa memiliki usaha tersebut," sebutnya.

Sebagai dasar negara yang digali dari sari pati bangsa, yang di dalamnya terkandung berbagai identitas masing-masing suku bangsa, tidak elok rasanya jika kemudian identitas itu banyak dipolitisasi khususnya untuk kepentingan elektoral semata.

"Namun secara kebudayaan pada dasarnya kita memiliki semboyan Bhineka Tunggal Ika," ia menambahkan.

Â