Sukses

Kisah di Balik Idul Adha, Siapa yang Sebenarnya Disembelih Nabi Ibrahim, Ismail atau Ishaq?

Sebentar lagi umat Islam di seluruh dunia akan merayakan Idul Adha, salah satu hari besar yang dirayakan selain Idul Fitri.

Liputan6.com, Jakarta - Sebentar lagi umat Islam di seluruh dunia akan merayakan Idul Adha, salah satu hari besar yang dirayakan selain Idul Fitri. Kisah pengorbanan Nabi Ibrahim menjadi latar cerita mengapa umat Islam memperingati Idul Adha. Namun timbul pertanyaan, siapa sebenarnya yang disembelih Nabi Ibrahim untuk membuktikan ketaatannya kepada Allah Swt, Ismail atau Ishaq?

Dikutip dari laman Muhammadiyah.or.id, Kamis (8/6/2023), Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah menjawab. Perintah melakukan ibadah kurban didasarkan pada QS Ash-Shaffat ayat 103-107.

Dalam surat itu Allah berfirman: "Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu! Ia menjawab: Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar." [QS. ash-Shaffat (37): 103-107].

Jika diperhatikan dengan seksama bunyi surat ash-Shaffat di atas dengan mempergunakan perkataan يَابُنَيَّ (hai anakku), terkesan masih samar. Ini memerlukan penjelasan dari Rasulullah Saw, dan beliau telah menjelaskannya.

Di antara hadis/penjelasannya, Nabi Muhammad mengatakan dengan tegas, yang dikurbankan itu adalah Nabi Ismail. Kata Nabi Muhammad Saw: أَنَا ابْنُ الذَّبِيْحَيْنِ (aku anak dari dua orang yang disembelih).

Maksud sabda Nabi tersebut adalah Muhammad adalah keturunan Nabi Ismail dan Abdullah (ayahnya), yang kedua-duanya pernah hendak disembelih oleh ayahnya yaitu Nabi Ibrahim dan Abdul Muthalib.

Hadis tersebut di atas riwayatkan oleh banyak perawi, antara lain oleh Imam al-Hakim, Imam Ibnu Murdawaih yang bersumber kepada shahabat Muawiyah Ra. Riwayat tersebut diperkuat pula dengan riwayat para ahli sejarah dan ahli tafsir.

Memang ada sementara mufassir yang terpengaruh dengan riwayat israiliyat, mereka mengatakan bahwa yang dikurbankan Nabi Ibrahim adalah Nabi Ishaq bukan Nabi Ismail, seperti tersebut dalam kitab yang telah mereka palsukan itu, yaitu ada ucapan إِذْبَحْ بِكْرَكَ وَوَحِيْدَكَ إِسْحَاقَ (sembelihlah anak bungsumu satu-satunya Ishaq itu).

Perkataan Ishaq adalah tambahan dari orang-orang atau pendeta mereka dari ahli kitab, seperti kata pengarang tafsir al-Munir, Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaily:

“Maka perkataan “Ishaq” itu termasuk tambahan dan penyimpangan dari mereka terhadap kitab Allah (at-Taurat), dan jika bukan begitu, maka sesungguhnya Ishaq bukan anak bungsu dan anak satu-satunya Ibrahim, melainkan yang disebutkan begitu adalah Isma‘il (sebagai anak satu-satunya sebab Ishaq belum lahir). Kemudian setelah Ibrahim bersungguh-sungguh untuk menyembelih Isma‘il, maka Isma‘il patuh kepada perintah Allah, lalu Allah memberikan kepada Ibrahim satu anak lagi yaitu Ishaq.”

Jadi, kita ulang kembali apa yang diriwayatkan oleh al-Hakim dalam kisahnhya yang kuat, yaitu:

“Aku adalah anak laki-laki dari dua orang yang mau disembelih, maksudnya dari keturunan Nabi Isma‘il dan ayahnya sendiri Abdullah, dimana Abdul Muthalib ayahnya Abdullah pernah bernazar untuk menyembelih anak (laki-lakinya) bila dia dikaruniai sepuluh anak laki-laki, atau Allah memudahkannya penggalian sumur zam-zam. Maka ketika kedua perkara itu terpenuhi, Abdul Muthalib mengundi, dan anak panah undian itu jatuh kepada diri Abdullah, tetapi saudara-saudaranya menghalang-halangi Abdul Muthalib (menyembelih Abdullah) dan mereka berkata: Tebuslah putramu Abdullah dengan 100 ekor unta, lalu Abdul Muthalib menebusnya dengan 100 ekor unta.”

 

2 dari 2 halaman

Menambah-nambah Riwayat

Di dalam beberapa atsar yang shahih disebutkan bahwa yang disembelih itu memang Nabi Ismail bukan Ishaq. Demikianlah riwayat dari Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ali bin Abi Thalib, Abu Hurairah, Abu Thufail, Amir bin Wathsilah dari kalangan shahabat, dan Saad bin Musayyab, Said bin Jubair, al-Hasan al-Bashri, Mujahid, asy-Sya‘bi, Yusuf bin Mihran, Rabi‘ bin Anas, Muhammad bin Ka‘ab al-Qurdli, al-Kalbi, Alqamah, Abu Ja‘far Muhammad bin Ali, dan Abu Shaleh dari kalangan tabi‘in. Semua mereka itu berkata: Anak yang disembelih itu adalah Nabi Ismail, dan pernyataan tersebut dikuatkan oleh al-Qurthubi dalam tafsirnya: الجامع لأحكام القرآن , sebagai berikut:

“Pendapat ini sangat kuat dari segi riwayatnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi  wa sallam, dari shahabat, dan dari tabi‘in.”

Orang-orang Yahudi yang tidak senang dengan orang Arab lalu membuat kedustaan dengan menambah-nambah riwayat dalam Taurat. Dalam Perjanjian Lama Kitab Kejadian 22:1 disebutkan: "Ambillah anakmu yang tunggal itu yang engkau kasihi yakni Ishak, pergilah ke tanah muria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan kukatakan kepadamu. Apakah anak tunggal itu dan siapakah dia? Anak tunggal pada saat diperintahkan untuk dikorbankan ialah anak yang tidak mempunyai kakak atau adiknya waktu itu."

Tapi di dalam Kejadian 17:24-27 disebutkan: Bahwa Ibrahim dan orang-orang dirumahnya diperintahkan Tuhan untuk disunat (khitan). Waktu itu umur Ibrahim 99 tahun.

Waktu Ishaq lahir umur Ibrahim 100 tahun dan istrinya Sarah 90 tahun. Ishaq disunat pada umur 8 (delapan) hari (Kejadian 21:4) dari hari kelahirannya.

Ismail lahir waktu Ibrahim berumur 86 tahun (Kejadian 6:16). Waktu Ibrahim berumur 99 tahun ia dikhitankan bersama Ismail. Jadi umur Ismail waktu dikhitan adalah 13 tahun, yaitu umur Ibrahim 99 tahun dikurangi waktu Ismail lahir ia berumur 86 tahun.

Ishaq dikhitankan 8 hari sesudah ia lahir, dan Ibrahim waktu itu berumur 100 tahun. Ismail dikhitankan pada waktu berumur 13 tahun sedang Ibrahim sudah berumur 99 tahun. Dengan demikian, Ismail lebih tua 14 tahun daripada Ishaq, yaitu umur Ibrahim 100 tahun dikurangi 86 tahun waktu Ismail lahir. Dengan demikian jelaslah Ismail lebih tua daripada Ishaq sebanyak 14 tahun. Dan putra tunggal waktu itu tidak ada lain kecuali Ismail as.

Video Terkini