Sukses

Berawal dari Perayaan Ulang Tahun Ratu Belanda, Pacoa Jara Jadi Tradisi Pacuan Kuda Ala Joki Kecil Khas Bima

Kemahiran berkuda masyarakat Bima diajarkan secara turun temurun.

Liputan6.com, NTB - Pacoa jara atau pacoa jara mbojo merupakan pacuan kuda tradisional Khas Suku Bima. Dalam sejarahnya, pacuan kuda khas Bima ini pertama kali muncul pada 1920-an.

Dikutip dari laman warisanbudaya.kemendikbud.go.id, pacoa jara pertama kali diadakan oleh pemerintah Hindia Belanda pada 1927. Pacoa jara diselenggarakan untuk merayakan hari kelahiran Ratu Wilhelmina di negeri asalnya.

Kemudian pacoa jara berkembang menjadi tradisi setempat yang diselenggarakan saat hari-hari besar. Tradisi Pacoa Jara juga biasa digelar saat panen tiba dan memiliki tujuan sebagai ucapan syukur terhadap panen yang ada.

Lambat laun, pacoa jara menjadi salah satu budaya khas masyarakat Bima. Menariknya, kemahiran berkuda masyarakat Bima diajarkan secara turun-temurun.

Kegiatan pacuan kuda di Bima tergolong unik dan menarik karena joki atau penunggang kuda biasanya merupakan anak-anak. Rata-rata penunggang kuda pacoa jara di kabupaten ini merupakan anak-anak yang berusia antara 6 sampai 8 tahun.

Mereka mulai belajar berkuda sejak usia 4 sampai 5 tahun. Bagi masyarakat Suku Bima, menunggangi kuda di lintasan pacu menjadi tanda keberanian.

Tidak heran, olahraga tradisional ini cukup populer bagi anak-anak Suku Bima NTB. Kuda yang digunakan dalam ajang olahraga tradisional ini haruslah kuda sumbawa.

Saat tengah berlomba di lintasan, kuda tidak menggunakan pelana. Tentunya mengendalikan kuda sumbawa membutuhkan keahlian khusus.

Joki harus mampu menjaga keseimbangan ketika kuda berlari. Saat kuda berlari, joki tidak hanya memegang tali kontrol kuda saja tetapi harus memukul kuda dengan cambuk agar kudanya dapat berlari dengan cepat.