Liputan6.com, Serang - Polda Banten berhasil menangkap tujuh pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) atau Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal ke negara Timur Tengah. Para tersangka itu berinisial BT (33), JB (53), YK (39), KN (39), RI (49), NI (45) dan YD (40). Mereka ada yang ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) Tangerang maupun di rumah pelaku. Guna memuluskan pemberangkatan PMI ilegal ke luar negeri, mereka menggunakan visa kunjungan.
Baca Juga
Advertisement
"Polda Banten menangkap para pelaku yang terlibat baik sebagai perekrut (sponsor) sampai dengan orang yang mampu meloloskan Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Bandara Soekarno Hatta atau yang disebut sebagai Hendel," ujar Brigjen Pol Sabilul Alif, Wakapolda Banten, Senin (12/05/2023).
Para tersangka BT (33), JB (53), YK (39) dan KN (39), ditangkap di Terminal 3 Bandara Soetta, Tangerang, sebelum berhasil memberangkatkan TW (22), NP (24) dan NS (33) ke Arab Saudi sebagai Asisten Rumah Tangga (ART).
Pelaku BT (33) dan JB (53) berperan sebagai pencari calon tenaga kerja sedangkan YK (39), KN (39) sebagai handler atau orang yang akan meloloskan pengiriman PMI ilegal itu ke Arab Saudi.
"Penyidik telah mengirimkan berkas perkara dan Insyaallah hari ini jaksa akan mengirimkan surat P21, sehingga dalam waktu dekat lenyidik akan mengirimkan tersangka dan barang bukti ke kejaksaan untuk dapat disidangkan di pengadilan," terangnya.
Upah Rp 3 Juta
Kemudian pelaku RI (49) seorang Ibu Rumah Tangga (IRT) ditangkap di rumahnya, di Kabupaten Serang, Banten, sebelum berangkat ke Bandara Soetta dengan membawa enam calon PMI ilegal, yakni CC, MA, MS, AY, RM dan MT. Mereka rencananya akan diberangkatkan ke Arab Saudi.
Tersangka RI (49) bertindak sebagai perekrut calon tenaga kerja ilegal dan mendapatkan uang senilai Rp3 juta. Dalam menjalankan aksinya dia melibatkan IF yang diduga bos dari RI. Kini status IF sebagai buron polisi.
Kemudian tersangka NI (45) dan YD (40) ditangkap usai SF (28) suami dari MH (29) melapor ke Polres Serang. Di mana, sang istri, MH (28) sudah berangkat Arab Saudi pada April 2022 silam.
SF tidak terima lantaran gaji yang diterima istrinya sebagai ART tidak sesuai yang dijanjikan, yakni mendapatkan 1.200 real, tetapi hanya mendapatkan gaji 1.000 real per bulannya. Sehingga SF meminta NI dan YD memulangkan istrinya kembali ke Indonesia. Namun kedua pencari PMI ilegal itu tidak bisa melakukannya.
NI yang mendapat upah Rp3 juta, berperan mencari tenaga kerja, sedangkan YD yang mendapatkan uang Rp6 juta, bertugas memberangkatkan PMI ke Arab Saudi. Kemudian pelaku MA yang diduga bos dari keduanya berstatus buron.
"Para pelaku atas perbuatannya dikenakan Pasal 2 ayat (1), Pasal 4, Pasal 10 Undang-undang Republik Indonesia nomor 21 tahun 2007 tentang pemberatasan tindak pidana perdagangan orang juncto Pasal 81 juncto 86 huruf b Undang-undang nomor 18 tahun 2017 tentang perlindungan pekerja migran Indonesia, dengan ancaman pidana minimal 3 tahun dan paling lama 15 Tahun," jelasnya.
Advertisement