Sukses

Potong Hewan Kurban Ikut Muhammadiyah, Salat Id Ikut Pemerintah, Bagaimana Hukumnya?

Hasil sidang isbat Kementerian Agama RI memutuskan bahwa 1 Zulhijah jatuh pada Selasa, 20 Juni 2023.

 

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Agama telah menggelar sidang isbat penentuan 1 Zulhijah 1444 H, kemarin sore, Minggu (18/6/2023). Hasil sidang memutuskan bahwa 1 Zulhijah jatuh pada Selasa, 20 Juni 2023. Dengan begitu, Hari Raya Idul Adha 10 Zulhijah menurut keputusan pemerintah, jatuh pada Kamis, 29 Juni 2023. Sementara itu, Maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah, telah jauh-jauh hari menentukan bahwa Idul Adha 2023 jatuh pada Rabu, 28 Juni 2023. 

Akibat perbedaan tanggal perayaan Idul Adha tersebut, muncul beragam pertanyaan, salah satunya adalah, bagaimana hukumnya menyembelih hewan kurban mengikuti Muhammadiyah, sementara salat Id-nya mengikuti keputusan pemerintah?

Dikutip dari laman Muhammadiyah.or.id, dalam kesempatan seminar soal Idul Adha di Aula Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan, saat itu Ketua Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Fuad Zein pernah mengatakan, ketentuan menyembelih kurban harus dilakukan setelah salat id. Orang yang menyembelih hewan kurbannya sebelum salat id, maka kurbannya tidak sah.

Dalam sebuah hadis disebutkan, “Wahai Rasulullah, aku telah menyembelih kambingku sebelum shalat Idul Adha. Aku tahu bahwa hari itu adalah hari untuk makan dan minum. Aku senang jika kambingku adalah binatang yang pertama kali disembelih di rumahku. Oleh karena itu, aku menyembelihnya dan aku sarapan dengannya sebelum aku shalat Idul Adha.” Rasulullah menjawab: Kambingmu hanyalah kambing biasa (namun bukan kambing kurban).” (HR. Bukhari no. 955).

 

2 dari 2 halaman

Jangan Dicampur Aduk

Sementara dalam hadis lain disebutkan dengan jelas, “Barangsiapa yang menyembelih sebelum salat Id, hendaklah ia mengulanginya. Dan yang belum menyembelih, hendaklah ia menyembelih dengan menyebut ‘bismillah’.” (HR. Bukhari no. 7400 dan Muslim no. 1960).

Dengan demikian, artinya tidak boleh mencampurkan kedua ketentuan yang telah diputuskan berbeda, karena akan melanggar hukum syar'i yang lain. Oleh karenanya, bagi warga Muhammadiyah dianjurkan mengikuti ketentuan persyarikatan secara penuh. Begitu juga yang mengikuti kebijakan pemerintah. Keduanya dijalankan dengan penuh toleransi dan saling menghormati, jangan dicampuraduk karena akan melanggar ketentuan yang ada.