Liputan6.com, Kendari - Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara menahan salah seorang tersangka dugaan kasus korupsi di lahan tambang nikel PT Antam Konawe Utara, Senin (19/6/2023) malam. Tersangka diketahui berinisial GSA, yang bersatus sebagai pelaksana lapangan PT Lawu Agung Mining.
Sebelumnya, GSAÂ bersama dua orang direktur perusahaan lain, sudah ditetapkan sebagai tersangka, Senin (5/6/2023). Keduanya yakni, General Manager PT Antam Konawe Utara HWJ dan Direktur PT Kabaena Kromit Pratama AAR.
Asintel Kejati Sultra Ade Hermawan menyatakan, pihaknya akan menahan para tersangka selama 20 hari ke depan di Rutan kelas IIA Kendari. Katanya, pemeriksaan terhadap dua tersangka sebelumnya juga bakal digelar pekan ini.
Advertisement
"Ditahan sampai 8 Juli, ini pemeriksaan pertama GSA sebagai tersangka," ujar Ade.
Baca Juga
Saat pemeriksaan di Kejati Sulawesi Tenggara, GSA ditemani dua orang kuasa hukum perusahaan PT Lawu Agung Mining, Andi Simangunsong dan salah seroang rekannya. Andi mengatakan, terdapat perbedaan persepsi antara penegak hukum dengan kuasa hukum terkait kasus korupsi yang menjerat kliennya.Â
"Kita menghormati upaya penahanan penyidik, kami tunggu perkembangan," ujarnya.
Andi menyatakan, tindakan yang dilakukan GSA dalam menjalankan perusahaan seluruhnya sudah berdasarkan perjanjian dan kontrak yang ada. Kata dia, kliennya menjalankan aturan yang sesuai saat melakukan kerja sama antara pihak PT Antam Konawe Utara dengan pihak mitra Kerja Sama Operasional (KSO).
"Tidak ada keterlibatan dokumen terbang seperti yang disebut Kejati yang berasal dari Glen, apalagi PT Lawu," tegasnya.
Dia juga menyebut, saat pemeriksaan, penyidik Kejati tidak melontarkan pertanyaan yang menuduh perusahaan terlibat kegiatan ilegal. Kegiatan dimaksud yakni mengeluarkan dokumen terbang dalam proses eksplorasi hingga penjualan hasil nikel di lahan PT Antam Konawe Utara.
Kejati Sebut 38 Perusahaan Terlibat
Menurut Asintel Kejati Sulawesi Tenggara, Ade Hermawan, ada sebanyak 38 perusahaan disebut terlibat dalam dugaan kasus korupsi pertambangan di Konawe Utara.
"Delapan orang sudah kami periksa," ujarnya.
Dia menjelaskan, dugaan kasus korupsi pertambangan di Konawe Utara, terkait penjualan ore nikel dalam lokasi tambang PT Antam Konawe Utara. Wilayah ini, berlokasi di wilayah Desa Mandiodo, Lalindu dan Lasolo. Proses jual beli ore nikel, disebut Asintel Kejati Sultra, tanpa izin resmi.
"Di situ melibatkan PT Antam, perusahaan lokal, Perusda, PT Lawu," jelas Ade.
Dia memaparkan, ada penjualan sejumlah besar ore nikel dari lahan PT Antam tanpa izin. Ore nikel sebanyak ini, dijual ke sejumlah smelter di sekitar Konawe Utara. Penjualan otre nikel ini, hanya sebagian kecil dialokasikan ke PT Antam.
"Dijual menggunakan dokumen terbang," ujarnya.
Aktivitas ini, melibatkan sejumlah penambang lainnya di Konawe Utara. Aktivitas ini, sudah dilakukan sejak 2021 hingga awal 2023.
Kata Ade, tersangka terjerat pasal 2 ayat 1, pasal 3 UU 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah uu 20 tahun 2001 tentang undang-undang tindak pidana korupsi junto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP. Tersangka, terancam hukuman pidana maksimal 20 tahun penjara.
Diketahui, saat ini Kejati sudah melayangkan panggilan terhadap direktur dan pelaksana lapangan pada 38 perusahaan di lahan PT Antam Konawe Utara. Perusahaan sebanyak ini, diduga terlibat dalam penambangan di kawasan hutan lindung lokasi PT Antam.
Selain itu, pemanggilan mereka, terkait adanya aktivitas penambangan tanpa izin serta tanpa membayar dana reklamasi dan pasca tambang di lahan PT Antam di wilayah Mandiodo, Lalindu dan Lasolo.
Advertisement