Sukses

Satu Tersangka Korupsi Pembangunan Masjid Raya Senapelan Kembalikan Uang Negara, Dapat Keringanan?

Salah satu tersangka dugaan korupsi pembangunan Masjid Raya Senapelan, Ajira Miazawa, menyerahkan uang Rp95 juta kepada Kejaksaan Negeri Pekanbaru.

Liputan6.com, Pekanbaru - Salah satu tersangka dugaan korupsi pembangunan Masjid Raya Senapelan, Ajira Miazawa, menyerahkan uang Rp95 juta kepada Kejaksaan Negeri Pekanbaru. Uang itu merupakan kerugian negara yang dinikmati tersangka dari proyek rumah ibadah tersebut.

Tersangka merupakan Direktur CV Watashiwa Miazawa. Bersama tersangka lainnya, Ajira ikut ambil bagian dalam pembangunan Masjid Raya Senapelan tapi tidak mampu menyelesaikannya.

Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Pekanbaru Rionov Oktana Sembiring SH menjelaskan, uang kerugian negara itu diserahkan oleh istri tersangka ke bagian pelayanan.

"Kemudian dititipkan ke rekening penerimaan lainnya di Kejari," kata Rionov, Kamis (22/6/2023).

Rionov menjelaskan, jaksa penuntut umum akan menyampaikan pengembalian kerugian negara ini ketika tersangka Ajira Miazawa disidang nanti. Hal ini nantinya menjadi pertimbangan jaksa dalam memberikan tuntutan.

"Ini juga sebagai bahan pertimbangan kami dalam tuntutan," jelas Rionov.

Untuk perkara tersangka korupsi ini, jaksa telah menyelesaikan dakwaan. Selanjutnya akan dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Pekanbaru.

Sebagai informasi, korupsi ini selain Ajira Miazawa juga menjerat tiga tersangka lainnya. Mereka adalah Syafri selaku Kuasa Pengguna Anggaran merangkap Pejabat Pembuat Komitmen, Anggun Bestarivo Ernesia selaku Direktur PT Riau Multi Cipta Dimensi dan Imran Chaniago selaku pihak swasta atau pemilik pekerjaan.

 

2 dari 2 halaman

Kerugian Miliaran Rupiah

Pembangunan Masjid Raya Senapelan bersumber dari APBD Tahun 2021 pada Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Riau. Pembangunan fisik masjid itu bernilai Rp8,6 miliar lebih.

Dalam perjalanannya, proyek ini dimenangkan oleh CV Watashiwa Miazawa dengan nilai kontrak Rp6,3 miliar. Pekerjaan dilaksanakan selama 150 hari dari 3 Agustus sampai 30 Desember 2021.

Pekerjaan ini kemudian dilaksanakan oleh pihak swasta lain. Kemudian pada 20 Desember 2021, PPK mencairkan 100 persen anggaran pekerjaan padahal pekerjaan baru selesai 80 persen.

Dalam penelusuran petugas Pidana Khusus Kejati Riau, pekerjaan dilaporkan telah selesai 97 persen. Penyidik kemudian menggunakan ahli fisik memeriksa pekerjaan.

Hasilnya diperoleh bahwa pekerjaan tidak sesuai dengan spesifikasi kontrak dan bobot pekerjaan baru mencapai 78,57 persen atau masih banyak kekurangan.

Perhitungan auditor dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, pencairan 100 persen oleh pejabat berwenang di dinas telah merugikan negara Rp1,3 miliar lebih.