Sukses

Bukan Penyakit Keturunan tapi Menular, Yuk Stop TBC pada Anak

Penularan pasien TBC kepada anak-anak hampir serupa dengan penularan ke kelompok lain yakni melalui droplet atau percikan dahak penderita pada saat batuk dan bersin.

Liputan6.com, Bandung - Penyakit tuberkulosis (TBC) merupakan salah satu penyakit menular yang dapat menyerang siapa saja, tak terkecuali anak-anak.

Penyakit akibat kuman TBC yang kerap dianggap sebagai penyakit keturunan ini, ditularkan oleh penderita lain yang terlebih dahulu terinfeksi mycobacterium tuberculosis kepada anak-anak.

Menurut Dokter Spesialis Anak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Jawa Barat Al Ihsan, Yoyoh Yusroh, kelompok anak dapat tertular penyakit TBC akibat pasien TB aktif akan menularkan penyakit ini terhadap 10 - 15 orang di sekitarnya setiap tahun

"Seandainya ada satu orang di keluarga yang menderita penyakit TBC itu bisa kemungkinan semua yang di rumah ikut tertular. Apalagi kepada anak-anak, terutama anak-anak di bawah usia 5 tahun," ujar Yoyoh dicuplik dari akun Youtube RSUD Jawa Barat Al Ihsan, Bandung, Sabtu, 24 Juni 2023. .

Yoyoh mengatakan cara penularan pasien TBC kepada anak-anak hampir serupa dengan penularan ke kelompok lain yakni melalui droplet atau percikan dahak penderita pada saat batuk dan bersin.

Percikan yang keluar dari pasien TBC tersebut akan terhirup oleh orang lain atau anak yang berada disekitarnya.

Yoyoh menyarankan apabila sudah diketahui terdapat pasien TBC di sekitar kita, maka dianjurkan selama dua pekan menggunakan masker.

"Karena di situlah merupakan sumber penularannya yang sangat tinggi. Apalagi kalau misalkan ada penderita penyakit TBC yang sampai batuknya berdarah. Tandanya kumannya sudah sangat banyak." kata Yoyoh.

Namun Yoyoh menerangkan tidak semua kuman penyakit TBC yang masuk di dalam tubuh menyebabkan penyakit tersebut menginfeksi seseorang.

Pasalnya kembang biak virus TBC memiliki tiga tahapan paparannya. Yoyoh mencontohkan apabila terdapat seorang atau anak yang tinggal dengan pasien TBC belum dapat dipastikan sebagai penderita.

Cara mengetahuinya yakni harus dilakukan pemeriksaan medis terlebih dahulu meski potensi paparannya sangat tinggi.

"Yaitu dilakukan screening dengan mengetahui gejalanya, dilakukan pemeriksaan rontgen dada, tes Mantoux. Kalau ternyata gejala penyakit TBC yang terdiri dari batuk lebih dari dua minggu, demam lebih dari dua minggu, berat badan tidak naik atau turun dalam dua bulan terakhir, atau anaknya kelihatan lesu dan ada gejala maka statusnya berubah dari penderita TBC," jelas Yoyoh.

Jika seluruh tes tersebut tidak menunjukan hasil positif, maka anak tersebut masuk kategori sehat dan hanya terpapar kuman TB.

 

 

Simak Video Pilihan Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Penanganan Anak Terpapar TBC

Yoyoh menyebutkan tidak ada sistem pengobatan terhadap anak yang terpapar kuman TB. Pada anak dibawah usia 5 tahun atau anak yang menderita penyakit HIV, baru memperoleh profilaksis untuk kuman TBC.

Jika anaknya diatas usia 5 tahun atau tidak menderita HIV, hanya dilakukan observasi jika tidak ditemukan gejala penyakit TBC.

"Seandainya setelah dilakukan tes Mantoux ternyata positif namun tidak bergejala maka anak tersebut masuk kategori infeksi laten TBC," terang Yoyoh.

Infeksi laten TBC adalah kuman tersebut ada didalam tubuh kita tapi dilindungi oleh sistem pertahanan tubuh, sehingga tidak menimbulkan gejala TBC.

Penanganan anak dengan infeksi laten TBC itu akan diperlakukan serupa dengan anak dibawah usia 5 tahun atau anak yang menderita penyakit HIV.

Namun jika dalam perjalanan salah satu dari empat gejala penyakit TBC muncul, maka anak tersebut sudah dipastikan positif sebagai penderita TBC.

"Anak tersebut harus segera mengonsumsi obat TBC karena sistem pertahanan tubuhnya tidak mampu melawan kuman TBC," ungkap Yoyoh.

Lebih lanjut Yoyoh mengatakan penyakit TBC juga dapat menjangkiti organ tubuh selain paru - paru. Diantaranya menjalar ke otak, kulit, tulang, jantung, usus, ginjal, kelenjar dan hati hingga mata.

Yoyoh mengingatkan seluruh kelompok masyarakat agar mewaspadai penyakit TBC, terutama terhadap anak - anak dalam masa pertumbuhan.

Ada beberapa faktor yang meningkatkan risiko penyakit TBC terhadap anak, salah satunya adalah usia saat terinfeksi.

"Balita dan remaja berisiko tinggi sakit terjangkit penyakit TBC. Yang kedua adalah kekebalan tubuh yang menurun dapat menyebabkan terjangkit penyakit TBC seperti misalnya gizi buruk," ucap Yoyoh.

Kondisi gizi buruk kata Yoyoh, ibaratnya seperti lingkaran setan karena gizi buruk dapat memicu terinfeksi TBC tapi TBC juga menyebabkan kondisi gizi buruk.

Situasi lain yang memicu terinfeksi TBC yakni anak penderita diabetes melitus (DM), penyakit keganasan berupa kanker, neoplasma, atau tumor yang tumbuh secara tidak terkontrol.

Anak yang mengosumsi obat steroid untuk penyakit asma, peradangan pada persendian, gangguan ginjal, dapat mudah terinfeksi penyakit TBC.

"Kemudian penyakit HIV, makanya kalau ada anak yang menderita penyakit TBC harus di screening HIV. Kalau ada anak yang menderita HIV harus di screening juga penyakit TBC," sebut Yoyoh.

Kuncinya lanjut Yoyoh, agar kelompok anak tidak terinfeksi penyakit TBC yaitu harus menghindari kontak erat dengan penderita TBC.

Apabila diketahui anak menderita gejala penyakit TBC, segera dibawa ke dokter atau fasilitas kesehatan terdekat.

Tidak disarankan mengobati sendiri apalagi dengan mengonsumsi obat - obatan yang tidak menggunakan resep dokter.

"Kalau anak terlambat ditangani nanti masuk ke kategori TBC yang sangat berat. Segera bawa ke dokter atau puskesmas dan rumah sakit terdekat," tandas Yoyoh.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.