Sukses

Kalau Mau Kuat, Jangan Terjebak Jadi Bangsa Imitasi

Pancasila lahir dari falsafah hidup dan nilai-nikai budaya Bangsa Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah ungkapan menyatakan bahwa suatu bangsa akan menjadi besar jika berpegang teguh terhadap falsafahnya. Bangsa Indonesia punya falsafahnya sendiri yaitu Pancasila. Pancasila merupakan hasil dari pemikiran sang proklamator Ir Soekarno, pancasila lahir dari falsafah hidup dan nilai-nikai budaya Bangsa Indonesia.

Poin-poin itu disampaikan Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Ideologi dan Kaderisasi Djarot Saiful Hidayat dalam Podcast Bung Karno Series, Bulan Bung Karno BKN PDI Perjuangan, Jumat, 23 Juni 2023.

"Karena tantangannya berbeda saat ini, maka nilai-nilai Pancasila bisa untuk menjawab tantangan di tiap zaman," kata Gubernur DKI Jakarta 2017 ini.

Saat dibuang ke Ende, NTT, hampir setiap malam di bawah pohon sukun Bung Karno berkontemplasi menggali nilai-nilai budaya dan falsafah dasar Indonesia kalau kelak merdeka. Hasil perenungan itu dijadikan rumusan menyusun sila-sila Pancasila yang disampaikan pada sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia ( (BPUPKI) 1 Juni 1945.

"Dari hasil penggalian nilai-nilai budaya dan falsafah bangsa itulah akhirnya lahir lima butir Pancasila," ucap Djarot.

Pancasila, lanjutnya menjadi pemersatu keberagaman suku, agama, ras yang ada di Indonesia. Karena digali dari bangsa kita sendiri, maka sebagai ‘way of life’ Pancasila bersifat timeless, sehingga bisa menyatukan Indonesia tanpa memandang perbedaan suku, agama, dan perbedaan lainnya.

"Kalau tak ada Pancasila, bangsa ini tak bisa bersatu, pecah berkeping-keping seperti Yugoslavia yang jadi tujuh negara. Di sana ada kesamaan suku, agama, dan latar sejarah masing-masing suku, tapi pecah karena tak ada ideologi pemersatu seperti Pancasila," urainya.

Menurutnya Bung Karno selalu menanamkan kepada rakyat Indonesia proses pembangunan karakter bangsa yang dilakukan terus menerus secara lintas generasi. Seperti dalam lagu kebangsaan Indonesia Raya, ‘bangunlah jiwanya’, baru ‘bangunlah badannya’. Dikaitkan dengan kondisi saat ini, kita berhadapan dengan kemajuan teknologi informasi yang semakin bebas dan terbuka, juga dengan masuknya ideologi-ideologi yang bertentangan dengan Pancasila menjadi ancaman bagi bangsa Indonesia.

"Hasil survei Setara Institute dan Forum on Indonesian Development (INFID) baru-baru ini mencatat 83,3 persen siswa SMA menganggap Pancasila bukan ideologi permanen dan bisa diganti. Karena itu, Pancasila perlu ditanamkan sejak dini nilai-nilai Pancasila kepada anak-anak," terangnya.

Wali kota Blitar dua periode ini mengingatkan, jika Indonesia ingin jadi negara kuat, jangan terjebak menjadi bangsa imitasi.

"Datang kebudayaan dari Arab, Korea, Amerika, jangan mentah-mentah diikuti. Harus disaring. Tetaplah bangga dengan identitas bangsa Indonesia,”"tegas Djarot.

Kehadiran berbagai platform media sosial yang memuat banyak konten-konten yang mengancam eksistensi Pancasila pun perlu diwaspadai. Di sinilah kita harus waspadai agar tak jadi korban 'cuci otak' ideologi, misalnya ideologi fundamentalisme agama.

"Sangat ironis, ini akibat dari keterbukaan global. Keterbukaan era digital menyerang banyak pihak, termasuk anak-anak," urainya.

 

 
2 dari 2 halaman

Pancasila

Ia mengingatkan agar tak kembali melakukan politisasi SARA, membenturkan suku, agama, dan antar golongant. Ia menggarisbawahi, seorang yang menjalankan Pancasila sebagai pandangan hidupnya harus berperikemanusiaan dan menjadi sosok beradab, toleran, dan menjunjung persatuan.

Djarot berpesan, bangsa Indonesia yang menganut sistem demokrasi pasti selalu memiliki perbedaan. Namun, perbedaan itu bukan untuk menjadikan kita bermusuhan. Di sinilah Pancasila sebagai dasar ideologi bangsa menyatukan semua perbedaan dan memperkokoh persatuan bangsa.

"Pancasila itu merangkul semua komponen anak bangsa," pungkas Djarot.

Sebagai catatan, baru-baru ini, Pidato Bung Karno berjudul To Build the World A New (Membangun Tata Dunia Kembali) ditetapkan UNESCO sebagai Memory of the World (MoW). Pidato Bung Karno yang sangat monumental itu berlangsung di depan Sidang PBB pada 31 September 1960 dan ditetapkan sebagai dokumen sejarah.

Ini menjadi bukti bahwa dunia begitu mengagumi Bung Karno dan pemikiran Bung Karno yang dianggap bukan sekadar pemimpin bangsa Indonesia, tetapi pemimpin dunia.