Sukses

Komisi III DPR Dukung Kejati Sulsel Usut Keterlibatan Wali Kota Makassar dalam Pusaran Korupsi PDAM

Komisi III DPR RI berkunjung ke Kejati Sulsel dan membahas banyak hal.

Liputan6.com, Makassar - Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) sangat mendukung upaya Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) untuk mendalami keterlibatan seluruh pihak dalam pusaran kasus dugaan korupsi pengelolaan dana Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) kota Makassar Tahun Anggaran 2016 - 2019. Di antaranya menyangkut keterlibatan Wali Kota Makassar, Moh. Romdhan Pomanto.

"Siapa pun yang terlibat dalam sebuah kasus diharapkan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kajati Sulsel) untuk tidak pandang bulu Kepada siapa pun yang terlibat," ucap anggota Komisi III DPR RI Supriansa di Kantor Kejati Sulsel, Kamis (6/7/2023).

Berbicara tentang hukum, kata Supriansa, tentunya terkait dengan pembuktian materil. Tidak boleh sekedar mengedepankan dugaan-dugaan semata tanpa didukung dengan bukti-bukti yang ada.

"Olehnya dengan keberadaan pembuktian-pembuktian berkaitan dengan hal tersebut atau lebih dari satu alat bukti yang telah dikumpulkan oleh penyidik Kejaksaan, maka semuanya bisa diseret menjadi tersangka dan dibawah ke Pengadilan," terang Supriansa.

Ia mengakui seluruh penanganan kasus-kasus dugaan korupsi besar yang cukup menyita perhatian publik di antaranya dugaan korupsi PDAM kota Makassar dan dugaan korupsi penjualan pasir laut di Kabupaten Takalar oleh Kejati Sulsel semuanya berjalan sangat baik tanpa ada kendala.

Kejati Sulsel di bawah nahkoda Leonard Eben Ezer Simanjuntak, kata Supriansa, telah menghadirkan harapan baik dalam rangka penanganan kasus di Sulsel.

"Ini artinya responsif yang telah ada diperlihatkan oleh jajaran Kejati Sulsel terhadap penanganan kasus ini semakin baik. Olehnya itu kami dari semua fraksi Komisi III yang hadir di sini memberikan apresiasi kepada bapak Kajati Sulsel dan jajarannya," ucap Legislator asal Fraksi Partai Golkar itu.

Kepala Seksi Penerangan dan Hukum (Kasi Penkum) Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) Soetarmi mengatakan pihaknya tentu akan menindaklanjuti apa-apa yang terungkap dalam persidangan perkara dugaan korupsi pengelolaan dana PDAM Makassar yang saat ini masih berproses. Termasuk, kata dia, mengenai fakta persidangan dugaan keterlibatan Wali Kota Makassar, Moh. Romdhan Pomanto dalam kasus tersebut.

"Apa-apa yang terungkap di persidangan itu tentu kita akan pelajari dan dalami semuanya. Proses sidangnya juga kan masih berjalan belum inkrah," ucap Soetarmi di Kantor Kejati Sulsel.

Sebelumnya, Lembaga Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi) juga turut angkat bicara menanggapi fakta persidangan perkara dugaan korupsi penggunaan dana Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Makassar Tahun Anggaran 2016-2019 yang menyeret Haris Yasin Limpo dan Iriawan Abadi duduk di kursi pesakitan.

Di mana pada persidangan agenda mendengarkan keterangan saksi yang digelar di Pengadilan Tipikor Makassar tepatnya Senin 5 Juni 2023, telah terungkap jika pasangan Wali Kota dan Wali Kota Makassar di periode yang dimaksud merupakan bagian dari pihak-pihak penerima manfaat dari kegiatan asuransi dwiguna jabatan yang diduga melanggar aturan perundang-undangan.

"Ini fakta persidangan yang bersumber dari keterangan saksi dalam persidangan. Sehingga wajib menjadi catatan penting Penuntut Umum nantinya untuk diteruskan ke Penyidik sebagai bahan penyidikan berikutnya," ucap Ketua Badan Pekerja Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi), Kadir Wokanubun, Kamis, 8 Juni 2023.

Ia mengingatkan Penuntut Umum agar tidak mengabaikan setiap fakta yang terungkap dalam persidangan, apalagi fakta menyangkut adanya dugaan peran pihak lain dalam perkara yang dimaksud.

"Seperti keterangan saksi dalam persidangan perkara dugaan korupsi PDAM Makassar ini yang baru-baru saja mengungkap adanya peran Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar di periode itu yang ternyata bagian dari sebagai penerima manfaat dari kegiatan pemberian premi asuransi dwiguna jabatan," terang Kadir.

"Sementara kegiatan pemberian premi asuransi dwiguna jabatan kepada Wali Kota dan Wali Kota masuk dalam kegiatan yang menurut dakwaan Penuntut Umum, itu melanggar aturan perundang-undangan. Nah, jadi cukup jelas sudah ada peristiwa hukumnya, tinggal membuktikan ke depannya, apakah dari peristiwa hukum tersebut ada perbuatan melawan hukumnya. Saya kira penyidik fokusi ini," Kadir menambahkan.

Ia berharap Penyidik Pidsus Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) untuk tidak berhenti mengembangkan penyidikan kasus dugaan korupsi pengelolaan dana PDAM Kota Makassar TA 2016-2019 guna mengejar adanya keterlibatan pihak lainnya yang seharusnya ikut ditersangkakan dalam kasus tersebut.

"Apalagi dalam fakta persidangan sudah terungkap adanya dugaan peran pihak lain yang dimaksud. Kita harap ini tak diabaikan agar cerita terkait 'siapa-siapa yang ingin diseret ke persidangan itu tergantung selera penyidik' bisa terbantahkan. Kita tunggu jawabannya," tutur Kadir.

 

2 dari 5 halaman

Fakta Persidangan Ungkap Peran Wali Kota dan Wakil Wali Kota

Pada persidangan perkara dugaan korupsi pengelolaan dana PDAM Kota Makassar yang digelar Senin 5 Juni 2023 dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi telah terungkap identitas pihak-pihak yang diduga ikut menikmati hasil dari kegiatan penerimaan premi asuransi dwiguna jabatan yang disebut telah melanggar aturan perundang-undangan.

Mantan Kabag Akuntansi dan Verifikasi PDAM Makassar, Armi Dwiana Mansur yang dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan perkara yang dimaksud, menjelaskan bahwa ada total 11 orang penerima manfaat dari kegiatan pemberian premi asuransi dwiguna jabatan, diantaranya Wali Kota dan Wakil Wakil Wali Kota Makassar pada periode yang dimaksud.

"Dwiguna jabatan itu ada direksi, badan pengawas serta wali kota dan wakil wali kota," ucap Armi menjawab pertanyaan JPU menyangkut siapa saja yang masuk dalam dwiguna jabatan dan jabatan apa saja masuk di dwiguna jabatan.

JPU kemudian mempertegas apakah nama wali kota ada dalam daftar dwiguna. "Oh dwiguna direksi ternyata ada wali kota?" tanya JPU ke Armi.

Armi kemudian menjawab, "Iya," ucapnya.

JPU selanjutnya mengejar jawaban Armi dengan melontarkan kembali pertanyaan.

"Pernah lihat PKS-nya (Perjanjian Kerjasama)?" tanya JPU.

"Iya waktu dikumpul saat pemeriksaan," Armi kembali menjawab.

Majelis Hakim yang menyimak keterangan saksi Armi juga turut melontarkan pertanyaan untuk memperjelas jawaban Armi terkait nama wali kota dan wakil wali kota yang dimaksud.

"Saudara di sini menyebutkan 11. Siapa 11 itu?" tanya hakim.

Armi pun menjawab, jika yang dimaksud dari 11 itu ada wali kota dan wakil wali kota. "Yang dua wali kota dan wakil wali kota," tutur Armi.

Hakim kemudian kembali memastikan ucapan Armi, sebab sebelumnya ia menyebutkan ada 9 orang terkait Dwiguna.

"Saudara sebutkan bahwa untuk direksi dan dewan pengawas 9 orang, bagaimana bisa?" tanya hakim kembali.

"Karena di PKS itu yang mulia, nilainya Rp123 juta per bulan. Ada di PKS, perjanjian kerja sama," jawab Armi.

 

3 dari 5 halaman

Kesaksian Mantan Direktur PDAM Makassar

Tak hanya itu, kesaksian Mantan Direktur Keuangan PDAM Makassar 2015 Kartia Bado di persidangan juga telah mengungkap dugaan keterlibatan Wali Kota Makassar Moh Ramdhan Pomanto dan eks Wakil Wali Kota Makassar Syamsu Rizal.

Mereka berdua, menurut kesaksian Kartia di persidangan tepatnya Senin, 15 Juni 2023 dikatakan ikut menerima asuransi dwiguna yang nilainya masing-masing sekitar Rp 600 juta dan Rp453 juta.

Kartia juga turut menjelaskan mengenai pembagian laba PDAM kota Makassar yang disebutnya berdasarkan pada SK penetapan Wali Kota Makassar dengan berpedoman pada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 tahun 1974.

Dalam Perda tersebut diatur pembagian laba untuk pembangunan daerah 30 persen, anggaran rutin daerah 25 persen, cadangan 10 persen, sosial dan pendidikan 10 persen, sumbangan dana pensiun dan sokongan 10 persen, jasa produksi 10 persen serta untuk jajaran direksi sebesar 5 persen.

Saat Penuntut Umum menanyakan kepadanya terkait keberadaan asuransi dwiguna jabatan, Kartia membenarkannya.

"Iya," ucap Kartia dalam keterangannya di persidangan.

Penuntut Umum pun kembali mengejar jawaban Kartia dengan melanjutkan pertanyaan terkait ketahuannya sejak kapan asuransi dwiguna jabatan yang dimaksud ada. Kartia tidak menjawab secara detil, tapi dia menyebutkan jika hal tersebut sudah lama ada.

Saat Penuntut Umum menanyakan kepadanya, apakah Wali Kota Makassar dan Wakil Wali Kota Makassar ikut menerima asuransi dwiguna jabatan tersebut? Kartia pun membenarkannya. Menurut sepengetahuan dia, asuransi dwiguna untuk wali Kota dan wakilnya itu baru sekali cair dan nama wali kota juga ada pada dokumen sebelumnya.

"Yang saya ketahui baru 1 kali cair. Yang saya ketahui itu ya," kata Kartia dalam persidangan.

"Saya lihat ada dokumen, sebelumnya ada juga namanya, jadi wallahu alam cair atau tidak," lanjut dia.

Penuntut Umum kemudian meminta Kartia mengungkap secara jelas siapa nama wali kota sebagai penerima dana asuransi dwiguna jabatan tersebut.

"Yang pas cair atas nama siapa saudara ketahui," tanya Penuntut Umum.

"Yang saya ketahui atas nama Pak Ramdhan Pomanto," jawab Kartia.

Dia menyebutkan wali kota menerima sekitar Rp600.101.078 sementara Wakil Wali Kota Makassar Syamsu Rizal menerima sekitar Rp453 juta. Jumlah tersebut dibacakan Kartia di persidangan setelah melihat dokumen yang ia bawa ke persidangan.

"Rp 453.755.520," kata Kartia.

 

4 dari 5 halaman

Wali Kota Makasar jadi Saksi di Persidangan

Wali Kota Makassar, Moh. Romdhan Pomanto juga telah dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan perkara dugaan korupsi pengelolaan dana PDAM kota Makassar tersebut.

Dalam persidangan, dia mengaku telah menerima dana yang dimaksud saksi Kartia sebelumnya. Namun Danny sapaan akrab Moh Romdhan Pomanto itu menganggap itu sebagai dana resmi karena diatur dalam ketentuan yang ada. 

Danny menyebutkan sebelum dirinya menjabat sebagai Wali Kota Makassar, keberadaan premi asuransi yang dimaksud sudah ada dan telah dibayarkan ke wali kota sebelumnya selama tiga tahun berturut. Dia hanya melanjutkan kegiatan tersebut selama dua tahun berturut-turut.

“Tadinya itu saya tidak mengerti. Sempat saya pertanyakan. Tapi saat itu dikatakan, siapapun pejabat wali kota harus diterima. Jadi saya terima. Saya hanya dapat sisanya saja. Waktu itu saya terima berupa cek, artinya itu resmi,” ucap Danny dalam persidangan.

Ia pun menyerahkan semua persoalan hukum yang sementara berjalan kepada aparat penegak hukum. Apa yang dilakukan Kejaksaan itu, menurutnya, sudah berjalan profesional.

"Jadi saya serahkan sepenuhnya kasus ini secara hukum,” ucap Danny di persidangan.

Sebelumnya Penuntut Umum juga telah menghadirkan saksi ahli dari BPKP Sulsel tepatnya Kamis, 22 Juni 2023.

Dalam persidangan ahli menjelaskan jika PDAM memiliki akumulasi kerugian sejak awal berdiri. Dengan demikian, kata ahli, laba yang diperoleh PDAM pada periode tahun tertentu tidak dapat dikatakan sebagai laba murni, namun ahli menggunakan istilah laba yang ditahan mengingat perlunya membayar atau mengurangi akumulasi kerugian sejak PDAM berdiri.

Dalam pertumbuhan tahun berjalan, kata Ahli, PDAM membuat neraca dengan dicantumkan laba rugi tahun berjalan dan mencantumkan laba ditahan. Lalu pada tahun berikutnya setelah ditutup di 31 Desember tahun berjalan, pada 1 Januari tahun berikutnya dibuat jurnal.

"Jadi tadinya yang didapat tindakan dari tahun berikutnya. Jadi saat itu laba rugi," jelas Ahli.

Dia menyebutkan laba yang diperoleh PDAM Makassar sejauh ini tidak lebih besar dari akumulasi kerugian PDAM Makassar sejak perusahaan berdiri.

Sehingga, kata Ahli, meskipun PDAM Makassar mencatat laba bersih pada tahun tertentu, tetap saja laba tersebut belum mampu menutupi akumulasi kerugian perusahaan dari tahun-tahun sebelumnya.

"Dengan demikian posisi pada tahun berikutnya itu sudah bukan jadi laba tahun berjalan, tapi masih laba ditahan. Kebetulan PDAM itu kan dari tahun 2017, laba ditahannya itu minus atau rugi," terang Ahli.

 

5 dari 5 halaman

Dakwaan Penuntut Umum

Diketahui, dalam perkara dugaan korupsi pengelolaan dana PDAM kota Makassar duduk dua orang terdakwa yakni Haris Yasin Limpo dan Iriawan Abadi.

Dalam dakwaan yang telah dibacakan Penuntut Umum sebelumnya, kedua terdakwa didakwa melanggar pasal primair yakni pasal 2 (1) jo. pasal 18 UU Tipikor jo. pasal 55 (1) ke-1 KUHP jo. pasal 64 (1) KUHP serta Subsider pasal 3 jo. pasal 18 UU Tipikor jo. pasal 55 (1) ke-1 KUHP jo. pasal 64 (1) KUHP.

Mereka dinilai telah melakukan perbuatan secara melawan hukum yaitu mengusulkan pembagian laba yang kemudian membayarkan tantiem dan bonus/ jasa produksi serta pembayaran asuransi dwiguna jabatan Wali Kota dan Wakil Wali Kota, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu koorporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negarasebesar Rp20.318.611.975,60 sebagaimana dalam laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan.

Perbuatan yang dilakukan kedua terdakwa secara berturut-turut dan tidak dapat ditentukan lagi sebanyak berapa kali atau setidak-tidaknya lebih dari satu kali dan perbuatan para terdakwa dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut (voorgezette handeling).

Perkara korupsi yang menjerat Haris yang diketahui sebagai mantan Direktur Utama PDAM Kota Makassar tepatnya menjabat Direktur Utama PDAM Kota Makassar pada periode 2015- 2019 dan Iriawan Abdullah yang menjabat Direktur Keuangan periode 2017- 2019 itu, bermula pada Tahun 2016 hingga 2019.

Di mana dalam 4 tahun tersebut, PDAM Kota Makassar mendapatkan laba dan untuk menggunakan laba tersebut dilakukan rapat direksi yang disetujui oleh dewan pengawas dan kemudian ditetapkan oleh Wali Kota Makassar.

Adapun prosedur untuk permohonan penetapan penggunaan laba dari direksi kepada Wali Kota Makassar melalui dewan pengawas sampai dengan pembagian laba tersebut, seharusnya melalui pembahasan atau rapat direksi kegiatan itu tercatat atau dicatat dalam notulensi rapat.

Namun faktanya, sejak 2016 hingga 2018 tidak pernah dilakukan pembahasan rapat oleh direksi baik terkait permohonan penetapan penggunaan laba hingga pembagian laba serta tidak dilakukannya pencatatan (notulensi) sehingga tidak terdapat risalah rapat. Melainkan pengambilan keputusan oleh direksi hanya berdasar pada rapat per-bidang. Diantaranya jika tentang keuangan, maka pembahasan tersebut hanya terdiri dari Direktur Utama dan Direktur Keuangan PDAM Kota Makassar.

Meskipun PDAM Kota Makassar mendapatkan laba, seharusnya PDAM Kota Makassar memperhatikan adanya kerugian dalam hal ini kerugian akumulasi sejak berdirinya PDAM Kota Makassar sebelum mengusulkan untuk menggunakan laba.

Haris dan Iriawan dinilai tidak mengindahkan aturan Permendagri No. 2 Tahun 2007 Tentang Organ dan Kepegawaian PDAM, Perda No. 6 Tahun 1974 dan PP 54 Tahun 2017 karena beranggapan bahwa pada tahun berjalan kegiatan yang diusahakan memperoleh laba sedangkan akumulasi kerugian bukan menjadi tanggungjawabnya melainkan tanggungjawab direksi sebelumnya sehingga mereka berhak untuk mendapatkan untuk pembayaran tantiem dan bonus/ jasa produksi yang merupakan satu kesatuan dari penggunaan laba yang diusulkan.

Pada kedua aturan tersebut yakni Perda No. 6 Tahun 1974 dengan PP 54 Tahun 2017, terdapat perbedaan besaran penggunaan laba. Perda No. 6 Tahun 1974 dengan PP 54 Tahun 2017 khususnya pembagian tantiem untuk direksi sebesar 5 persen dan bonus pegawai 10 persen. Sedangkan pada PP 54 Tahun 2017 pembagian tantiem dan bonus hanya 5 persen, sehingga aturan tersebut tidak digunakan untuk pembayaran penggunaan laba.

Tak hanya itu, dari hasil penyidikan perkara korupsi pengelolaan anggaran lingkup PDAM Kota Makassar tersebut, turut ditemukan ada pemberian premi asuransi dwiguna jabatan bagi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar pada asuransi AJB Bumiputera yang diberikan berdasarkan perjanjian kerjasama antara PDAM Kota Makassar dengan Asuransi AJB Bumiputera, namun Haris dan Iriawan berpendapat lain tanpa memperhatikan aturan perundang- undangan bahwa Wali Kota dan Wakil Wali Kota sebagai pemilik modal ataupun KPM tidak dapat diberikan asuransi tersebut, oleh karena yang wajib diikutsertakan adalah pegawai BUMD pada program jaminan kesehatan, jaminan hari tua dan jaminan sosial lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sehingga pemberian asuransi jabatan bagi Wali Kota dan Wakil Wali Kota tidak dibenarkan dengan dasar bahwa selaku pemilik perusahaan daerah/ pemberi kerjalah yang berkewajiban untuk memberikan jaminan kesehatan bukan sebagai penerima jaminan kesehatan.