Sukses

Sekelumit Fakta di Balik Pilkades Blora, Jadi Ajang Taruhan dan Politik Uang

Sebanyak 27 calon kepala desa bertarung dalam Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Blora yang digelar serentak.

Liputan6.com, Blora - Sabtu, 8 Juli 2023 menjadi hari bersejarah bagi masyarakat Blora. Hari itu sebanyak 27 calon kepala desa bertarung dalam Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Blora yang digelar serentak.

Di balik momen Pilkades Blora itu, Liputan6.com mencoba menelusuri sekelumit fakta soal adanya praktik taruhan dan politik uang. 

Supri (45), seorang warga Blora mengaku dirinya didatangi sejumlah orang dari beberapa daerah asal Jawa Timur dan Jawa Tengah. Mereka adalah para 'botoh' Pilkades serentak yang sengaja datang ke Blora.

Pemilik warung kopi dan jajanan itu bisa bercerita panjang lebar lantaran orang-orang tersebut mengaku sendiri bahwa dirinya adalah botoh-botoh pilkades. Mereka sengaja beberapa kali seperti salah satunya mendatangi Desa Brumbung, Kecamatan Jepon, untuk mengukur seberapa kuat massa calon kepala desa yang ikut Pilkades.

"Kemarin botoh-botoh ke sini tiga kali. Survei kekuatan massa calon Kades," ungkap Supri, ditulis Senin (10/7/2023).

Ia menyebut para botoh Pilkades itu berasal dari luar daerah, meliputi dari Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah.

"Botoh dari Trengggalek, Tulungagung, Sragen dan Pati pada ke sini untuk ngopi. Cerita sengaja mendatangi desa-desa yang menggelar Pilkades untuk taruhan," katanya.

Menurut Supri, taruhan yang dilakoni para botoh dari luar daerah tersebut nilainya beda-beda hingga puluhan juta rupiah.

"Totohane gede-gede (taruhane besar-besar) mulai dari Rp5 juta, Rp10 juta, sampai Rp10 juta lebih. Tidak ada yang ditangkap, mungkin karena orang Blora sendiri ya banyak yang pada taruhan Pilkades," bebernya.

Sebelumnya juga diakui oleh Ketua Pengamanan Pilkades serentak di Desa Genjahan, Kecamatan Jiken, atas nama Nurman. Kampungnya untuk mengantisipasi didatangangi para botoh, kemudian masyarakat memblokir jalan masuk Desa Genjahan dengan portal.

Selain itu, juga dijaga ratusan masyarakat setempat. Sehingga diakuinya menjadi bisa lebih aman dan diminimalisir masuknya para botoh Pilkades dari luar daerah.

"Aman-aman saja. Kita njagani botoh-botoh pada masuk," ungkapnya.

Diketahui di Desa Genjahan ini, setidaknya ada empat jalan masuk yang dipasangi portal dan sekitar 18 rondan (pos jaga kampung) dijaga warga masyarakat setempat.

 

2 dari 2 halaman

Marak Politik Uang

Sementara Ketua Paguyuban Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Banjarejo, Kabupaten Blora, Helmi Hidayat mengaku, prihatin soal gelaran Pilkades Serentak Blora penuh dengan politik uang.

Pemangku kepentingan dinilai tak mampu membendung adanya politik uang yang merajalela itu diberbagai desa yang menggelar Pilkades serentak.

Helmi mendapati laporan dari para BPD yang tersebar di Blora bahwa hampir merata para calon Kades membeli suara masyarakat. Nilainya pun mencengangkan.

"Di lapangan do nukoni suara sampai Rp 1 juta. Tapi rata-rata do nukoni suara Rp 300 ribu untuk 1 pemilih," bebernya blak-blakan kepada Liputan6.com.

Yang tak habis dirinya pikir, lanjut Helmi, istilah tersebut (nukoni suara) dianggap uang saku untuk nyoblos sebagai pengganti kerja dalam sehari.

Menurutnya, pemangku kepentingan seolah tutup mata terkait perihal yang sudah menjadi tradisi itu.

"Diumbarke, yen kui diketati, penjara bakal kebak (penuh). Makanya dibiarkan kayak angin lewat," kata Helmi.

Dalam kesempatan ini, Helmi juga mengaku, tak habis pikir dengan calon Kades yang terpilih maupun tidak terpilih.

"Ngunuku do golek ijol ko ngendi, ujung-ujunge ya podo korupsi (Seperti itu pada cari ganti dari mana, ujung-ujungnya ya pada korupsi),” katanya.