Sukses

5 Tradisi Malam Satu Suro di Yogyakarta dan Jawa Tengah

Peringatan malam satu Suro sangat lekat dengan budaya Jawa yang masih dilestarikan hingga saat ini.

Liputan6.com, Yogyakarta - Satu Suro atau malam Satu Suro merupakan malam pergantian tahun dalam kalender jawa. Pada 2023 ini, malam satu suro akan jatuh pada 18 Juli atau 19 Juli.

Dikutip dari laman kemdikbud.go.id, peringatan malam satu Suro sangat lekat dengan budaya Jawa yang masih dilestarikan hingga saat ini. Berbagai tradisi atau ritual dilakukan untuk menyambut satu Suro di sejumlah daerah di Jawa.

Tradisi tersebut tentu memiliki makna dan tujuan yang berbeda. Berikut sejumlah tradisi satu suro di Yogyakarta dan Jawa Tengah.

1. Kirab Kebo Bule

Salah satu tradisi menyambut malam satu Suro yang paling banyak dikenal oleh masyarakat adalah arak-arakan atau kirab hewan kerbau yang bernama kebo bule atau Kebo Kiai Slamet. Kebo bule bukan sembarangan, karena hewan ini termasuk pusaka penting milik Keraton Surakarta Hadiningrat.

Leluhur hewan kerbau yang kulitnya berwarna putih kemerahan itu, dulunya merupakan hewan kesayangan Paku Buwono II.

2 dari 2 halaman

Jamasan Pusaka

2. Jamasan Pusaka

Jamasan pusaka merupakan ritual mencuci benda pusaka pada bulan Suro. Tradisi ini masih dilestarikan oleh Keraton Yogyakarta, Keraton Surakarta Hadiningrat, dan Pura Mangkunegaran.

tradisi atau ritual jamasan pusaka selalu dilakukan oleh pihak keraton pada saat memasuki tahun baru Jawa. Pada Keraton Yogyakarta, ritual jamasan pusaka ini tidak harus dilakukan pada satu Suro atau awal tahun.

Jamasan pusaka dapat digelar sepanjang bulan Suro. Ritual mencuci benda pusaka ini memiliki makna tersendiri, yaitu membersihkan diri menyambut masa yang akan datang. Namun, jamasan pusaka ini umumnya digelar secara tertutup, alias tidak bisa dilihat oleh masyarakat umum.

3. Mubeng Beteng dan Tapa Bisu

Mubeng beteng atau Hajad Kawula Dalem Mubeng Beteng merupakan ritual malam satu Suro yang digelar oleh Keraton Yogyakarta. Tradisi malam satu suro ini digelar dengan berjalan kaki mengelilingi benteng Keraton Yogyakarta.

Saat menjalani ritual, peserta dilarang berbicara atau tapa bisu. Ritual mubeng beteng ini biasanya dilakukan pada tengah malam hingga dini hari malam satu Suro.

Para abdi dalem dan warga peserta ritual berjalan kaki sejauh kurang lebih lima kilometer mengelilingi benteng Keraton Yogyakarta. Makna mubeng beteng adalah usaha manusia untuk mendekatkan diri kepada Tuhan serta membersihkan dan mengendalikan diri dari segala nafsu duniawi.

4. Kirab pusakadalem

Kirab pusakadalem merupakan tradisi yang digelar di Pura Mangkunegaran. Dalam tradisi ini, keluarga Pura Mangkunegaran, abdi dalem, serta masyarakat menggelar arak-arakan atau kirab pusaka mengelilingi tembok luar Pura Mangkunegaran sebanyak satu kali.

5. Sedekah Laut

Ritual serupa juga digelar oleh masyarakat sekitar Pantai Baron dan Pantai Kukup, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta. Tradisi tersebut disebut dengan sedekah laut.

Tradisi sedekah laut dimulai dengan selamatan atau kenduri yang diikuti oleh seluruh warga yang mencari rezeki di sekitar pantai. Selesai kenduri, makanan dan gunungan yang berisi hasil bumi dibawa oleh warga dengan mengenakan pakaian tradisional.

Sesampainya di tepi pantai, sesepuh atau orang yang dituakan oleh warga sekitar membuka ritual dengan doa. Dengan menabur bunga serta beberapa sesaji, empat gunungan kemudian dinaikan di atas kapal nelayan untuk selanjutnya dibawa menuju tengah laut.

Makna dari ritual ini adalah wujud syukur sekaligus harapan untuk rezeki yang lebih baik pada tahun mendatang.