Sukses

Kue Saren, Sajian dari Abu Batang Jeruk Purut Khas Jambi yang Mulai Langka

Pada masa lalu, kue saren banyak dibuat oleh masyarakat Jambi yang tinggal di daerah Jambi Kota Seberang.

Liputan6.com, Jambi - Kue saren merupakan salah satu jenis kue tradisional khas Jambi. Kue yang memiliki warna hitam pekat ini kini semakin langka dan sulit ditemukan.

Pada masa lalu, kue saren banyak dibuat oleh masyarakat Jambi yang tinggal di daerah Jambi Kota Seberang. Namun, kini hanya tersisa beberapa orang saja yang mengetahui cara membuat kue saren.

Selain warnanya, kue ini juga memiliki keunikan pada aroma dan cita rasanya. Kue saren memiliki perpaduan cita rasa manis, gurih, dan pedas merica.

Selain itu, kue ini memiliki aroma khas dan unik yang berasal dari perpaduan jeruk purut dan pandan. Sementara itu, warna hitam pada kue saren berasal dari warna alami, yakni dari abu batang jeruk purut yang dibakar.

Mengutip dari warisanbudaya.kemdikbud.go.id, pembuatan kue saren diawali dengan mempersiapkan abu batang jeruk purut terlebih dahulu. Abu tersebut kemudian dicairkan lalu disaring dengan kain sifon, sehingga akan berbentuk semacam pasta berwarna hitam.

Selanjutnya, proses pembuatan adonan dan memasak pun dimulai. Dibutuhkan bahan berupa tepung beras, tepung hunkwe, gula merah, gula putih, perasan air daun jeruk dan pandan, merica halus, serta sedikit minyak goreng.

Tepung beras, tepung hunkwee, gula merah, dan gula putih dicampur terlebih dahulu lalu diaduk dengan air. Selanjutnya, adonan tersebut dimasak dengan api sedang.

Selama memasak, adonan harus terus diaduk agar tidak menggumpal. Sambil memasak, tuangkan perasan air daun jeruk dan pandan, merica halus, minyak goreng, serta pasta abu batang jeruk ke dalam adonan.

Setelah matang, adonan kemudian dituang ke dalam cetakan dan didinginkan. Kue Jambi ini biasanya disajikan dengan menyiramkan saus santan yang telah dimasak hingga kental dan mengeluarkan minyak.

Dahulu, kue saren kerap disajikan pada hari-hari istimewa oleh masyarakat Jambi, termasuk saat Ramadan. Sayangnya, kini keberadaannya mulai langka, sehingga sangat sulit ditemui.

 

Penulis: Resla Aknaita Chak