Sukses

Ada Buaya Pemalu, Langka dan Hanya Ada di Kutai Timur

Di Kabupaten Kutai Timur ternyata ada buaya badas hitam yang langka dan hanya satu-satunya di Indonesia yang masih tinggal di alam.

Liputan6.com, Samarinda - Buaya, bagi sebagian besar orang Indonesia selalu menakutkan. Cerita tentang keganasan buaya selalu menyebar dan menimbulkan ketakutan.

Kasus-kasus buaya menyerang manusia kerap menjadi cerita horor. Buaya menjadi salah satu hewan yang layak dihindari.

Tapi, percayakah kalian jika ada buaya pemalu. Sayangnya buaya ini sudah langka dan Indonesia beruntung menjadi salah satu yang memilikinya.

Lokasinya berada di lahan basah Mesangat-Suwi, Kecamatan Muara Ancalong, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Buaya ini memiliki kemiripan dengan buaya muara. Ada beberapa perbedaan pada bagian tubuh yang membedakan dua jenis buaya ini.

Menurut Direktur Yayasan Ulin, Suimah, buaya pemalu tersebut adalah buaya badas hitam. Nama latinnya Crocodylus Siamensis. Jika dewasa panjangnya bisa mencapai 5 meter.

Secara kasat mata, tidak ada perbedaan antara buaya badas hitam dan buaya muara. Lagipula keduanya sama-sama menakutkan bagi banyak orang.

Yayasan Ulin adalah salah satu lembaga nirlaba yang fokus dalam upaya penyelamatan habitat buaya badas. Beberapa program penyelamatan sudah berlangsung beberapa tahun terakhir dengan melibatkan masyarakat.

“Sebenarnya di Indonesia itu ada empat jenis buaya, di Kaltim ada 3 jenis dan tiga-tiganya ada di tempat kami (Mesangat-Suwi), hanya saja ada pembagian areal. Ciri khas buaya badas hitam itu tidak agresif,” kata Suimah kepada liputan6.com, Rabu (12/7/ 2023).

Selain buaya badas hitam, ada juga buaya badas kuning. Namun buaya badas kuning banyak tersebar di Indonesia dan lebih dikenal dengan sebutan buaya muara.

“Untuk buaya badas hitam atau crocodylus siamensis itu hanya ditemui di Kutai Timur, paling banyak kita temukan di landscape mesangat,” papar Suimah.

2 dari 3 halaman

Buaya Langka

Buaya badas hitam saat ini memang langka. Buaya jenis ini awalnya ditemukan di Siam, Thailand, Vietnam dan sekitarnya. Salah satunya juga Indonesia di Lahan Basah Mesangat-Suwi, Kutai Timur.

“Kenapa dibilang langka karena statusnya itu critically endangered di IUCN Red List atau benar-benar terancam punah,” kata Suimah.

Meski juga ditemukan di Asia Tenggara daratan, namun saat ini buaya badas hitam tak lagi ditemukan di alam. Saat ini buaya tersebut di luar Indonesia berada di penangkaran, tidak di habitat aslinya.

“Akan tetapi di Kabupaten Kutai Timur, di Lahan Basah Mesangat, kita masih temukan di alam,” ujarnya.

Ini mengindikasikan, buaya badas hitam yang alami tinggal di habitat aslinya hanya ada di Indonesia. Tentu saja buaya badas hitam menambah daftar kekayaan fauna langka di Indonesia.

Pada 2010 hingga  2012, Yayasan Ulin melakukan survey populasi buaya badas hitam saat itu mencapai 75 ekor per 20 kilometer persegi. Artinya, paling sedikit di Mesangat itu bisa dijumpai 300 ekor.

“Kalaupun paling banyak ya kita bayangkan saja setiap individu atau indukan itu bisa 15 hingga 50 ekor anak buaya yang menetas,” sebutnya.

Di Indonesia, buaya badas hitam masuk kategori hewan dilindungi. Suimah menyebut situasi buaya ini sangat terancam kepunahan.

“Jika memang (habitat) di Kutai Timur terdapat gangguan dan bisa terganggu dan tidak mau hidup di situ dan akhirnya akan keluar, kita tidak tahu lagi habitatnya. Di alam sudah tidak ada lagi. Saat ini yang tercatat ada di alam hanya ada di Kutai Timur di Lahan Basah Mesangat dan sebagian di Lahan Basah Suwi,” papar Suimah.

Hanya saja, sebagian besar lahan basah habitat buaya badas masuk dalam kawasan perusahaan perkebunan kelapa sawit. Namun, kawasan habitat buaya ini sudah dilepas dan menjadi kawasan konservasi.

“Saat ini kawasan buaya badas hitam diberikan keleluasan untuk menjadi areal bernilai konservasi tinggi,” ujarnya.

3 dari 3 halaman

Buaya Pemalu

Buaya badas hitam disebut pemalu karena memang tidak agresif. Dibanding buaya muara, buaya badas hitam cenderung menghindari jika bertemu manusia.

“Pemalu juga tidak sebenarnya. Kalau lapar juga menggigit,” kata Suimah setengah bercanda.

Suimah menyebut, tidak pernah ada kasus manusia diserang buaya ini secara langsung. Berbeda dengan buaya muara yang sering menyerang manusia saat beraktifitas di tepi perairan.

“Kalau buaya badas hitam ini jarang kita dengar informasi penyerangan manusia. Kenapa dibilang pemalu, begitu kita kita lewat atau mendekat, buaya akan turun ke air,” ujarnya.

Yayasan Ulin sendiri sudah cukup lama mendampingi habitat buaya badas hitam. Status terancam punah membuat buaya badas hitam harus segera dijaga habitatnya.

“Awalnya melihat ada satu penelitian yang memang melihat bahwa buaya ini harus dilindungi. Kemudian Yayasan Ulin bekerja sama dengan pihak lain untuk melakukan program perlindungan,” papar Suimah.

Sampai saat ini Yayasan Ulin masih berupaya mendapatkan informasi soal spesies tersebut. Pemasangan kamera trap masih dilakukan di sarang buaya untuk mengetahui perilaku hingga telur menetas.

“Menjaga populasinya tidak serta merta Yayasan Ulin melakukannya sendiri, pastinya kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk masyarakat,” ujarnya.