Liputan6.com, Makassar - Baru-baru ini, ramai diperbincangkan tentang tradisi haji 'emas' oleh masyarakat Bugis Makassar. Hal itu semakin mencuat saat terdapat jemaah haji yang kenakan banyak perhiasan emas sepulang dari tanah suci.
Namun, tak semua orang menganggap hal tersebut sebagai tradisi. Ada pula yang hanya menyebutnya sebagai suatu kebiasaan semata.
Mengutip dari laman nu.or.id, berbicara tentang tradisi usai ibadah haji, sebenarnya masyarakat Bugis Makassar memiliki tradisi yang disebut mappatoppo. Tradisi ini juga dikenal sebagai wisuda haji.
Advertisement
Mappatoppo adalah sebuah prosesi selesainya ibadah haji yang disimbolkan dengan meletakkan peci atau mengenakan surban pada jemaah laki-laki. Sementara jemaah haji perempuan disimbolkan dengan mengenakan cipo-cipo atau kerudung.Â
Baca Juga
Secara umum, tradisi ini merupakan simbol transformasi seseorang dari sebelum haji yang kemudian menjadi haji karena telah menyempurnakan rukun Islam. Dengan transformasi tersebut, seseorang yang telah menjalankan rukun Islam yang kelima ini diharapkan bisa lebih baik lagi di masa yang akan datang.
radisi ini umumnya dilakukan di sektor 2 yang menjadi tempat menginap jemaah dari embarkasi Ujung Pandang. Dalam prosesi mappatoppo, para petugas secara bergantian akan memakaikan peci kepada para jemaah.
Selanjutnya, mereka akan saling bersalaman. Acara kemudian ditutup dengan doa.
Sementara itu, menurut laman malut.kemenag.go.id, mappatoppo merupakan bentuk tasyakur atau rasa bersyukur atas suksesnya ibadah haji dengan seluruh rangkaian ritualnya. Mappatoppo juga merupakan penguatan nilai kemanusian yang selama dalam kegiatan ritual ibadah haji telah saling membantu, tolong menolong, dan menguatkan.
Tradisi moppotoppo yang diakhiri dengan saling berjabat tangan pun memiliki makna tersendiri. Jabat tangan tersebut merupakan simbol saling memaafkan usai melaksanakan ibadah haji.
(Resla Aknaita Chak)