Sukses

Desainer Indonesia Sulap Limbah Baju Jadi Karya Baru yang Fashionable

Salah satu desainer Indonesia berhasil mengolah limbah fesyen menjadi karya baru lagi yang keren dan menarik.

Liputan6.com, Tangerang - Di balik gemerlap indahnya industri fesyen di Tanah Air, ternyata menyimpan sampah nyata dan dianggap bisa merusak lingkungan. Menyiasati hal tersebut, salah satu desainer Indonesia, berhasil mengolah limbah fesyen menjadi karya baru lagi yang keren dan menarik.

Sampah fesyen berupa kain yang berasal dari industri tekstil limbah produksi berbagai model pakaian yang terus berganti secara cepat. Fashion tersebut menggunakan bahan baku dengan kualitas buruk, sehingga tidak tahan lama atau masuk dalam istilah fast fashion.

Limbah kain atau pakaian ini juga muncul akibat adanya kebiasaan masyarakat yang konsumtif, dan tidak sadar bila banyak pakaian menumpuk hingga menciptakan limbah.

Hal ini, nyatanya menjadi perhatian designer asal Indonesia yang sadar akan ancaman limbah pakaian, yang bisa membahayakan kelestarian lingkungan. Alhasil, untuk mengurangi limbah pakaian, banyak designer yang memanfaatkan limbah pakaian menjadi pakaian layak pakai yang fashionable.

Evi Natalia  adalah salah satu designer yang mendaur limbah pakaian menjadi produk yang fashionable dengan harga jual yang tinggi. Bahkan, pakaian dari limbah itu, turut memiliki nilai jual yang tinggi di dunia fashion.

"Kami sadar akan bahayanya limbah pakaian, bahkan dari beberapa riset kami, limbah pakaian ini cukup banyak setelah plastik. Melihat kondisi itu, kami pun melakukan upaya untuk bisa menguranginya dengan mendaur ulang limbah menjadi pakaian yang fashionable," katanya pada ajang Fashion Festival JF3 2023 di Summarecon Mall Serpong, Kecamatan Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang.

Menurutnya, proses mendaur ulang limbah pakaian menjadi barang dengan nilai jual tinggi itu, memerlukan beberapa tahapan. Mulai dari proaes sortir, pembersihan, hingga akhirnya diproduksi menjadi pakaian.

"Saat kita terima limbahnya, tidak serta merta langsung diproduksi jadi baju. Tetapi, ada beberapa tahapan, mulai dari sortir. Pada tahapan ini, kita pilih pakaian yang masih layak untuk dibentuk menjadi pakaian lagi, lalu setelahnya kita masuk ke proses pembersihan, baru akhirnya kita buat menjadi baju dengan desain-desain yang menarik, tentunya ikut trend fashion terkini," ujarnya.

 

 

2 dari 2 halaman

Teknik Boro Sashiko

Pada proses pembuatan pakaian, Evi menjelaskan bahwa mereka menggunakan teknik Boro Sashiko. Teknik yang diadopsi dari Jepang menggabungkan potongan kain menjadi satu, dengan proses menjahit yang dilakukan tanpa putus atau berkelanjutan.

Jika ditilik dari arti kata, Boro adalah kelanjutan dari proses Sashiko yang dijahit kembali secara berkala, sedangkan Sashiko adalah sebuah jahitan yang membentuk pola.

Teknik yang ada sebelum abad ke-20, merupakan cara nenek moyang di negeri sakura, untuk menambal kain yang sudah rusak, dengan kain lainnya sehingga menjadi baju baru.

"Kalau zaman dulu, membeli pakaian baru ini merupakan hal yang sulit karena faktor ekonomi. Jadi, kalau pakaian rusak, seperti bolong ya ditambal, hingga muncul teknik Boro Sashiko. Dan kami, melihat teknik ini sebagai salah satu cara mendaur ulang limbah pakaian menjadi produk baru yang fashionable," ujarnya.

Evi bersama dengan designer lainnya, yakni Afif Musthapa pun mampu memamerkannya dalam ajang JF3 Fashion Festival 2023, yang diadakan di Tangerang.

"Kita membawakan 30 pakaian yang dibuat dari limbah pakaian. Design yang hadir pun kita ikuti sesuai dengan trend fashion saat ini, seperti outwear, jaket. Lalu, ada aksesoris, seperti topi, hingga tas," katanya.