Liputan6.com, Palembang - Prediksi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), tahun ini akan terjadi El Nino, yakni fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normal.
Fenomena ini mengakibatkan sedikitnya curah hujan dan akan terjadi kekeringan parah di Indonesia. Bahkan di Agustus 2023 mendatang, diprediksi akan terjadi kemarau panjang akibat fenomena El Nino.
Kekeringan tersebut berdampak besar bagi sektor pertanian, terutama dirasakan betul oleh para petani di Indonesia, salah satunya di Sumatera Selatan (Sumsel).
Advertisement
Ada banyak cara dilakukan para petani Sumsel, agar meminimalisir kekeringan di lahan pertanian. Terlebih sebagai daerah Lumbung Pangan, Sumsel sangat tergantung dengan kebutuhan padi lokal.
Baca Juga
Hartani, petani padi di Kecamatan Sukamerindu Kabupaten Lahat Sumsel, merasakan betul dampak dari kekeringan panjang di lahannya. Belajar dari pengalaman bertani selama 26 tahun terakhir, ada banyak cara untuk mengantisipasi kekeringan di saat terjadinya fenomena El Nino.
Salah satunya yakni dengan memperbaiki sistem saluran cacing, agar bisa mendapatkan pasokan air dari bendungan utama ke persawahan dari Kementerian Pertanian (Kementan).
Bendungan primer yang sudah lama dibangun, dulunya sering bocor, sehingga petani kerap mengeluarkan anggaran pribadi untuk memperbaikinya. Kebocoran di bendungan air primer tersebut, mengakibatkan aliran air ke lahan-lahan sawah jadi kurang maksimal.
Bahkan mereka harus secara bergantian mengaliri sawahnya atau disebut timbang tahun. Sehingga panen padi dan jagung mereka lebih sedikit. Sumber air untuk pengairan lahan itu sendiri, berasal dari Bukit Timur di Desa Mangun Sari Kecamatan Jarai Lahat Sumsel.
“Untungnya ada perbaikan sistem irigasi dan bendungan primer dari pemerintah, sekitar tahun 2019 lalu. Jadi kami tidak perlu bergantian mengaliri air ke lahan-lahan sawah,” ucapnya di Palembang Sumsel, Jumat (21/7/2023).
Perbaikan lainnya yakni pembangunan Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier (RJIT) sepanjang 500 meter dari bendungan primer, yang membuat pengairan ke lahan petani menjadi lebih merata.
Namun ada juga dukanya saat menggunakan saluran cacing untuk pengairan sawahnya. Masih banyak lahan petani yang jaraknya jauh dari bendungan primer, yang masih mengandalkan saluran cacing manual.
“Mereka membuat sendiri saluran cacing dari lahan mereka. Aliran air dari saluran cacing itu lebih terkendala dibandingkan saluran cacing yang sudah dicor,” katanya.
Berharap Bantuan Pemerintah
Dia berharap pemerintah bisa melanjutkan program RJIT ke saluran-saluran cacing manual petani. Agar pengairan lahan bisa merata dan petani-petani di daerahnya tidak mengalami dampak besar dari kemarau panjang.
Selain RJIT, Hartani juga meminta pemerintah untuk memperbaiki bendungan pembagi, yang menyalurkan air dari bendungan primer ke saluran cacing.
Bendungan pembagi tersebut sudah lama dibangun dan sering terjadi kebocoran, sehingga agak merepotkan petani jika terjadi kebocoran.
“Kami biasanya memperbaiki sendiri, karena bendungan pembanding itu sudah puluhan tahun dibangun. Memang harus ada perbaikan dari pemerintah daerah atau pusat,” ungkapnya.
Advertisement