Liputan6.com, Palu - Raego adalah nyanyian tradisional Suku Kulawi di Sulawesi Tengah. Nyanyian ini umumnya digunakan pada pernikahan adat golongan maradika, yaitu golongan tertinggi dalam strata sosial Suku Kulawi.
Masyarakat Suku Kulawi masih memegang teguh adat istiadatnya. Hal itu juga memengaruhi kesenian yang hidup dan berkembang di masyarakat setempat.
Sebagai salah satu kesenian Suku Kulawi, raego juga sekaligus menjadi identitas bagi orang Kulawi. Kesenian ini memadukan vokal sebagai unsur utamanya dan dibarengi dengan tarian.
Advertisement
Baca Juga
Mengutip dari 'Nyanyian Raego Dalam Pernikahan Adat Golongan Maradika Kulawi Di Sulawesi Tengah' oleh Reza Stanzah, nyanyian ini digunakan di hampir seluruh acara adat setempat, seperti upacara membuka ladang dan panen padi (wunja), ritual gerhana, tolak bala, mengasapi tanah (motapahi tana), pernikahan, hingga kematian. Jika dinyanyikan dalam konteks yang berhubungan dengan alam, maka nyanyian raego tidak dibatasi oleh strata sosial.
Namun, jika raego digunakan dalam konteks yang berhubungan dengan sesama manusia, seperti peminangan, pernikahan, dan kematian, maka nyanyian ini hanya dikhususkan pada golongan-golongan bangsawan atau maradika saja. Secara sederhana, penggunaan nyanyian raego disesuaikan dengan konteks penggunaannya.
Â
Golongan Maradika
Masyarakat Suku Kulawi meyakini golongan maradika sebagai golongan asli dari orang-orang yang lahir secara ajaib. Keyakinan tersebut dijelaskan secara turun-temurun melalui legenda-legenda tentang orang Kulawi pertama, yaitu Sadomo atau Balu dan Holapale.
Pernikahan adat dalam golongan maradika memiliki prosesi-prosesi khusus. Dalam penyajiannya, prosesi itu terbagi menjadi dua prosesi besar, yaitu prosesi tertutup dan terbuka.
Prosesi tertutup meliputi mampewiwi dan pangkeni kahowa. Sementara prosesi terbuka meliputi mapeala, pemua atau memua, raumo junu, mantime, dan pobaunia.
Adapun kesenian raego menjadi penyambut mempelai pada prosesi pemua atau memua. Prosesi tersebut biasanya dilakukan pada malam hari atau yang juga biasa disebut malam pemua.
Raego memiliki struktur nyanyian, tangga nada atau modus, pola permainan, dan motif lagu yang menggunakan teknik tradisional. Keterampilan itu diajarkan secara turun-temurun kepada masyarakat setempat.
Selain itu, penggunaan syair-syair nyanyian raego juga merupakan syair tua. Bahasa yang digunakan tidak sama seperti bahasa yang digunakan sehari-hari. Selain sebagai sarana hiburan, raego juga memiliki fungsi lainnya, mulai dari sarana ritual, presentasi estetis, simbol eksistensi golongan maradika, serta sebagai nasihat, doa, dan harapan.
Â
Penulis: Resla Aknaita Chak
Advertisement