Liputan6.com, Jakarta - Masih melekat dalam ingatan gempa Cianjur Magnitudo 5,6 pada November 2022 meluluhlantakan banyak bangunan dan rumah warga. Bagaimana gempa tersebut bisa sangat merusak? Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melakukan penelitian untuk mencari jalur sesar atau patahan yang menjadi pemicu gempa tersebut.
"Kita lakukan evaluasi dari data penelitian riset yang lalu, yang sudah ada dari banyak instansi, lembaga, dan universitas. Masih belum jelas, sesar atau patahan atau sumber gempa bumi yang menyebabkan gempa bumi Cianjur ini," ujar Peneliti di Pusat Riset Kebencanaan Geologi, Organisasi Riset Kebumian dan Maritim BRIN, Bambang Sugiarto di Cianjur, Kamis (27/7/2023).
Advertisement
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sebelumnya juga sudah merilis, gempa yang menghancurkan ratusan bangunan serta memakan korban jiwa tersebut berasal dari Sesar Cugenang yang baru teridentifikasi.
BMKG menyebut area sesar seluas kurang lebih sembilan kilometer persegi dan membuat sembilan desa dinyatakan sebagai zona berbahaya untuk dihuni, karena rawan gempa bumi.
Kendati BMKG sudah merilis, BRIN menyebut bahwa sesar tersebut harus diteliti secara lebih komprehensif dan mendalam guna mendapatkan data yang lebih detail, utamanya lokasi jalur patahan.
Curiga 5 Titik
Peneliti BRIN mencurigai lima titik yang ada di empat desa di Kecamatan Cugenang, yang menjadi lokasi jalur patahan berdasarkan monitoring geospasial. Kelima titik itu kemudian menjadi sampel penelitian para peneliti BRIN.
"Belum ditemukan (lokasi patahan). Karena disebut ditemukan itu kalau data parameter sesar aktifnya sudah jelas, panjangnya di mana, titik koordinatnya di mana, lewati area mana, miringnya ke mana, kedalamannya berapa, itu yang sedang kita lakukan," katanya.
Bambang mengatakan, ada dua metode yang digunakan untuk mencari lokasi yang dicurigai menjadi jalur patahan, yakni melalui metode Geolistrik Multichanel Resistivity dan Ground Penetrating Radar.
Kedua metode tersebut digunakan untuk mendapatkan pola pelapisan di bawah permukaan tanah.
"Nanti hasilnya akan kita kombinasikan apakah data dari geolistrik dan georadar itu sama persis atau tidak," katanya.
Advertisement