Sukses

Kudatuli, Peristiwa Bersejarah Perjalanan Partai Politik di Indonesia

Kudatuli dikaitkan dengan konflik internal partai saat Kongres IV PDI yang pecah menjadi dua kubu dan memakan korban.

Liputan6.com, Jakarta - Tanggal 27 Juli menjadi salah satu momen bersejarah perjalanan politik di Indonesia. Momen tersebut diberi nama insiden Kudatuli atau Kerusuhan 27 Juli 1996. Dirangkum dari berbagai sumber, kasus Kudatuli dikaitkan dengan konflik internal partai saat Kongres IV PDI. 

Sebelum peristiwa 27 Juli, kongres mengangkat Soerjadi sebagai presiden PDI. Yacob Nuwa Wea mengaku sebagai pejabat sementara DPP PDI. 

Ia memimpin sidang bersama 400 rekannya yang menyerbu gedung pertemuan. Saat itu ada dua kubu di tubuh PDI. 

Kubu pertama mendukung Soerjadi dan kubu kedua mendukung Megawati Soekarnoputri. Setelah dilakukan pemungutan suara dengan suara bulat. 

Pemberontakan tersebut berujung pada keputusan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Soesilo Sudarman. 

Keputusan Soesilo menyatakan Kongres di Medan tidak sah dan akan diadakan Kongres Luar Biasa (KLB) di Surabaya. Namun, KLB Surabaya gagal.

Bentrokan kedua kubu pun memanas dan situasi semakin mencekam. Massa membakar sejumlah spanduk-spanduk di area gedung, fasilitas pun dirusak.

2 dari 2 halaman

Korban

Megawati menyatakan dirinya sebagai pemimpin de facto PDI dan dikukuhkan dalam Musyawarah Nasional (Munas) PDI pada 22 Desember 1993 di Kemang, Jakarta Selatan. 

Sedangkan Soerjadi membentuk panitia penyelenggara KLB 20-23 Juni 1996 di Medan. Hasil KLB memutuskan Soerjad sebagai presiden. 

Pendukung kedua kubu tidak dapat menemukan posisi yang sama. Suharto dan ajudan militernya mengadakan kongres PDI di Medan.

Ia ingin mengangkat kembali Soerjadi sebagai pimpinan PDI. Pendukung Megawati memprotes rencana pemerintah Orde Baru menjatuhkan Megawati dengan menggelar aksi unjuk rasa di kantor DPP PDI.

Peristiwa ini memakan korban yang tidak sedikit. Sebanyak 5 orang tewas, 23 orang hilang, dan 149 orang luka-luka. Peristiwa Kudatuli mengakibatkan kerugian yang sangat besar, diperkirakan mencapai Rp100 miliar. 

Dilansir dalam Komnas HAM, ada 6 bentuk pelanggaran dalam peristiwa Kudatuli, yaitu pelanggaran asas kebebasan berkumpul dan berserikat, ‌pelanggaran asas kebebasan dari rasa takut.

Kemudian pelanggaran asas kebebasan dari perlakuan keji, pelanggaran perlindungan terhadap jiwa manusia. Pelanggaran asas perlindungan atas harta benda, ‌pelanggaran asas kebebasan dari perlakuan tidak manusiawi.

Penulis: Belvana Fasya Saad