Liputan6.com, Takalar Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) terus memaksimalkan penyidikan kasus dugaan korupsi penyimpangan penetapan nilai pasar atau harga dasar pasir laut pada Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Kabupaten Takalar Tahun Anggaran 2020, usai menetapkan Faisal Sahing sebagai tersangka.
Faisal yang diketahui menjabat sebagai Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Takalar (Sekwan Takalar) itu, merupakan tersangka keenam dari kasus tersebut.
"Hari ini Penyidik memeriksa mantan Bupati Takalar (inisial SK). Dia diperiksa dalam status sebagai saksi," ucap Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sulsel, Soetarmi ditemui di Kantor Kejati Sulsel, Selasa (1/8/2023).
Advertisement
Â
Sekwan Takalar Ditahan di Lapas Makassar
Kejati Sulsel menetapkan Faisal Sahing sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi penyimpangan penetapan nilai pasar atau harga dasar pasir laut pada Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Kabupaten Takalar Tahun Anggaran 2020, Kamis 27 Juli 2023.
Dia ditetapkan sebagai tersangka setelah Penyidik menemukan minimal dua alat bukti sah sebagaimana yang diatur dalam pasal 184 ayat (1) KUHAP.
Usai ditetapkan sebagai tersangka, Faisal Sahing kemudian ditahan selama 20 hari di Lapas Kelas IA Makassar terhitung sejak 27 Juli hingga 15 Agustus 2023.
Penahanannya berdasarkan Surat Perintah Penahanan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Nomor: Print125/P.4.5/Fd.1/07/2023 tanggal 27 Juli 2023.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sulsel, Yudi Triadi menyebutkan, peran Faisal Sahing dalam kasus dugaan korupsi penyimpangan penetapan nilai pasar atau harga dasar pasir laut pada Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Kabupaten Takalar ini, yakni sebagai orang yang turut serta atau bersama-sama dengan Gazali Machmud, Hasbullah dan Akbar Nugraha yang terlebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka.
Kasus ini, kata Yudi, bermula dari adanya surat permohonan keringanan pajak kepada Bupati Takalar pada 2 Oktober 2020 yang diajukan oleh tersangka Akbar Nugraha selaku Direktur Utama PT. Banteng Laut Indonesia seolah-olah meminta agar dilakukan penurunan atau pemberian keringanan nilai pajak pasir laut.
Belakangan diketahui jika isi dari surat tersebut ternyata meminta agar dilakukan penurunan nilai pasar pasir laut sebesar Rp7.500 per meter kubik yang mana nilainya bertentangan dengan Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor: 1417/VI/Tahun 2020 tanggal 5 Juni 2020 tentang Penerapan Harga Patokan Mineral Bukan Logam dan Batuan Dalam Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan dan Pasal 5 ayat (3) Peraturan Bupati Takalar Nomor 09.a tahun 2017 tanggal 16 Mei 2017 tentang Pelaksanaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan serta dalam Pasal 6 ayat (3) Peraturan Bupati Takalar Nomor 27 tahun 2020 tanggal 25 September 2020 tentang Tata Cara Pengelolaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan.
Dalam peraturan-peraturan tersebut di atas, nilai pasar atau harga dasar laut telah ditetapkan sebesar Rp10.000 per meter kubik.
Permohonan tersangka Akbar Nugraha selanjutnya diproses atau dibahas oleh tersangka Faisal Sahing bersama dengan tersangka Hasbullah yang kini tengah menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor Makassar. Faisal Sahing sendiri saat itu menjabat sebagai Kepala BPKD Takalar tepatnya periode 2020.
Setelah itu, Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) diterbitkan oleh Gazali Machmud kepada PT. Banteng Laut Indonesia dengan nilai pasar pasir laut sebesar Rp7.500 per meter kubik.
"Dari penyimpangan yang terjadi pada penetapan nilai pasar atau harga dasar pasir laut tersebut, Pemerintah Daerah Kabupaten Takalar mengalami kerugian dengan nilai total sebesar Rp7.061.343.713 sesuai dengan hasil audit Inspektorat Sulsel tepatnya bernomor: 700.04/751/B.V/ITPROV tanggal 3 Februari 2023," terang Yudi.
Adapun Pasal yang disangkakan kepada tersangka Faisal Sahing yakni primair Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-undang RI Nomor: 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-undang RI Nomor: 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor: 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor: 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-undang RI Nomor: 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Advertisement