Liputan6.com, Pati - Jurus yang dilancarkan Penjabat (Pj) Bupati Pati, Henggar Budi Anggoro agar Kepala Desa Tlogoayu, Kecamatan Gabus ditangguhkan penahanannya di Polda Jateng, tampaknya mandul. Sebab hingga kini, pihak Direskrimum Polda Jateng tidak juga mengabulkan surat penangguhan penahanan Kades Darsono yang diajukan Pj Bupati Pati.
Sulistiawan SH selaku kuasa hukum penggugat Sunarti, akhirnya angkat bicara setelah sekian lama lebih memilih diam melihat aksi warga yang menuntut Kades Darsono dibebaskan dari tahanan. Sulistiawan mengucapkan terima kasih dan mengacungi jempol pada penyidik Polda, atas kinerja aparat dalam mengungkap kasus tersebut.
Sekedar diketahui, Kades Tlogoayu ditahan atas kasus pemalsuan dokumen tukar guling tanah. Darsono sebagai Kades bersengketa dengan Sunarti sebagai pihak yang mengklaim sebagai pemilik lahan yang sah.
Advertisement
Penggugat melaporkan Darsono dengan tuduhan melakukan rekayasa, sehingga tanah miliknya ditukargulingkan menjadi tanah bondo deso (kepemilikan desa).
Menyikapi penahanan Darsono, sekelompok warga menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Bupati Pati, Jumat (21/7/2023) lalu. Warga juga melakukan aksi lanjutan dengan menyegel paksa Kantor Desa Tlogoayu, Jumat (28/7/2023).
Baca Juga
Warga menuntut Darsono dibebaskan. Mereka juga mempertanyakan mengapa Darsono dilaporkan, padahal kasus sengketa ini sudah berlangsung sejak 1980-an.
Pj Bupati Pati pun mengajukan surat permohonan penangguhan penahanan terhadap Darsono kepada penyidik Ditreskrimum Polda Jateng. Henggar berharap penyidik mengabulkan penangguhan penahanan Darsono, agar pelayanan masyarakat desa setempat tidak terganggu.
Saat dihubungi tim liputan6.com via sambungan telepon, Jumat (4/8/2023), Sulistiawan selaku penasehat hukum Sunarti, mengaku tak habis pikir dengan aksi warga.
"Nggak tahu itu tujuannya apa. Mungkin mau menggoyang-goyang proses hukum. Tapi ini kan proses hukum tetap berjalan. Kades sudah ditahan di Polda Jateng sejak Kamis 20 Juli kemarin," ujar Sulistiawan.
Sulistiawan akhirnya menanggapi pertanyaan mengapa Kades sebelum Darsono tidak dilaporkan, meski sengketa lahan sudah bergulir sejak sebelum dia menjabat.
"Karena Kades sebelumnya tidak melakukan tindak pidana. Yang melakukan tindak pidana pemalsuan dokumen adalah Pak Darsono pada saat dia menjabat," tegasnya.
Menurut Sulistiawan, Darsono membuat dokumen palsu terkait tukar guling tanah untuk ditetapkan di Peraturan Desa (Perdes) Tlogoayu tahun 2020 lalu.
"Pak Darsono menyatakan tanah itu bondo deso dengan dia mengajukan Perdes tadi. Dibuatlah dokumen-dokumen palsu terkait tukar guling. Lebih jelasnya bisa ditanyakan ke penyidik Polda," paparnya.
Sulistiawan yakin, penyidik Polda punya alat bukti yang kuat terkait pemalsuan dokumen itu. Terlebih, penanganan kasus ini tidak sebentar. Sudah melalui proses penyidikan yang panjang.
Pihak Sunarti sendiri melaporkan Darsono dengan sangkaan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen.
"Sebenarnya tukar guling itu tidak pernah ada. Kalau tukar guling kan maknanya ada tanah beserta surat saling tukar dan balik nama satu sama lain," kata dia.
Sulistiawan menjelaskan, untuk mengesahkan proses tukar guling tanah, tidak cukup jika hanya dengan persetujuan warga.
"Kalau tukar guling, bisa ditanyakan ke ahlinya, bukan hanya melibatkan warga. Ada proses panjang melibatkan bupati atau sekda, bahkan kementerian kalau tahapnya lebih tinggi," jelas dia.
Simak Video Pilihan Ini:
Kades Tlogoayu Dilaporkan Polda Dua Kali
Dihubungi September 2022 lalu, Kepala Desa Tlogoayu Darsono mengaku sejak sebelum dirinya lahir, tanah yang kini diklaim Sunarti sudah menjadi bagian dari lapangan desa.
“Kronologi bagaimana saya tidak tahu. Karena saya baru menjabat sejak 2015, kemudian lanjut periode kedua ini. Tiba-tiba tanahnya diminta, ternyata sebagian punya dia katanya,” ujar dia via sambungan telepon kala itu.
Menurut Darsono, pihak Sunarti sudah pernah menggugat ke Pengadilan Negeri Pati pada 2016 lalu. Gugatan tersebut dilanjutkan sampai tahap banding dan kasasi. Namun semuanya berakhir dengan putusan NO, artinya gugatan tidak dapat diterima.
“2016 digugat di PN Pati, putusan NO, artinya gugatan tidak dapat diterima. Mereka masih tidak puas, naik banding, naik lagi kasasi 2018. Semua sudah selesai dengan putusan NO artinya gugatan penggugat tidak bisa diterima,” jelas dia.
Ternyata gugatan tidak berhenti. Selanjutnya, dirinya dilaporkan ke Polda Jateng, bahkan sampai dua kali.
“Saya dilaporkan ke Polda sudah dua kali, 2021 kalau tidak salah, menjelang Pilkades periode kedua. Saya dilaporkan atas penyerobotan tanah. SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) sudah keluar. Saya juga dapat tembusannya. Saya tidak terbukti melakukan pidana penyerobotan tanah,” tegas Darsono.
Ia mengaku heran ketika tahun ini, untuk kali kedua dilaporkan lagi ke Polda atas tuduhan yang sama.
“Saya tidak mengapa-apakan tanah itu kok dilaporkan penyerobotan tanah. Menurut saksi hidup dalam persidangan perdata, tukar gulingnya tahun 1975, lalu muncul sertifikat 97. Saya awalnya tidak tahu kalau ternyata dari pihak Sunarti merasa memiliki dan ternyata juga punya sertifikat. Saya kaget,” ucap Darsono.
Darsono makin heran lagi terhadap pelaporan atas dirinya. Padahal notabene hak atas tanah tersebut bukan untuk kepentingan pribadinya.
“Itu (tanah) bukan milik saya. Maka saya kembalikan ke warga. Masyarakat seperti apa sikapnya, yang merasa memiliki mereka. Karena yang disesali warga itu, menurut penuturan warga, karena dari pihak keluarga (Sunarti) sudah menikmati hasil tukar (tukar guling), tapi tiba-tiba mau diminta lagi,” pungkasnya. (Arief Pramono)
Advertisement