Sukses

Sarat Sejarah, Ini Ragam Bangunan Penyiaran di Solo

Setidaknya terdapat tiga bangunan situs penyiaran nasional di Kota Solo.

Liputan6.com, Solo - Kota Solo memiliki beberapa bangunan yang menjadi situs penyiaran nasional. Bangunan-bangunan tersebut memiliki sejarah masing-masing dan sudah ada sejak lama.

Setidaknya terdapat tiga bangunan situs penyiaran nasional di Kota Solo. Berikut beberapa bangunan tersebut seperti dikutip dari kebudayaan.kemdikbud.go.id:

1. Monumen Pers Nasional

Gedung Sasono Suko Societet atau yang kini lebih dikenal dengan nama Monumen Pers Nasional berlokasi di Jl Gajahmada No.59, Surakarta. Balai Pertemuan Kerabat Mangkunegaran itu dibangun pada 1918 oleh Sri Mangkunegoro VII dengan perancang Mas Abu Kasan Atmodirono.

Pada 1933, di tempat yang sekarang dikenal sebagai bangunan penyiaran Solo ini diadakan rapat dan semacam deklarasi pendirian radio Solosche Radio Vereeniging (SRV). SRV merupakan stasiun radio pertama kaum pribumi.

Pada 9 Februari 1946, tempat ini menjadi lokasi kongres wartawan Indonesia yang melahirkan organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Saat pendudukan Jepang di Surakarta, bala tentara Jepang pun menggunakan balai pertemuan ini untuk kantor pusat urusan bantuan kepada keluarga prajurit pejuang kemerdekaan.

Selanjutnya, balai pertemuan tersebut berubah fungsi menjadi kantor Palang Merah Indonesia (PMI). Kemudian setelah masa orde baru, tepatnya pada 9 Februari 1978, Presiden Soeharto meresmikan gedung Sociteit Sasana Suka menjadi Monumen Pers Nasional.

Pada 1980, Monumen Pers Nasional selesai dibangun dengan pembangunan meliputi satu unit gedung induk, dua unit gedung perkantoran berlantai dua, dan satu unit gedung penunjang yang memiliki empat lantai. Selanjutnya, juga dibuat beberapa patung naga di gerbang masuk Monumen Pers Nasional.

Museum Pers Nasional mengoleksi sarana dan prasarana informasi komunikasi maupun berbagai benda-benda bersejarah di bidang informasi dan komunikasi. Terdapat mesin ketik milik Perintis Pers Bapak Bakrie Soeriatmadja hingga pakaian wartawan yang tertembak saat meliput integrasi Timor Timur.

Selain itu, ada juga koran-koran dan majalah kuno, seperti Panorama Perpustakaan Monumen Pers Nasional yang terbit pada 1917, Tjahaja India terbit pada 1913, Hokiao terbit pada 1925, serta Sinpo terbit pada 1929. Museum Pers Nasional juga menyimpan Pemancar Radio Kambing yang digunakan saat masa revolusi fisik dan patung-patung perintis pers Indonesia. 

 

2 dari 2 halaman

Kepatihan Mangkunegaran

2. Kepatihan Mangkunegaran

Pendopo Kepatihan Mangkunegaran berlokasi di Jalan Ronggowarsito, Surakarta. Bangunan ini menjadi studio sementara SRV selama dua tahun.

Pada 1925, di Surakarta terdapat perkumpulan kesenian Jawa bernama Javaanese Kunstkring Mardi Raras Mangkunegaran. Mereka memiliki pemancar radio ketimuran bernama Perkumpulan Kerawitan Mardi Raras Mangkunegaran (PK2MN) di bawah asuhan Sri Paduka Mangkunegoro VII.

Pemancar radio yang bersifat amatir tersebut belum dapat menyelenggarakan siaran secara tetap, layaknya sebuah radio siaran. Beberapa siaran tersebut, di antaranya karawitan yang dimainkan dari Kepatihan Mangkunegaran serta kethoprak dan Wayang Orang di Taman Balekambang Manahan.

Setelah SRV lahir pada 1933, SRV sempat menempati gedung ini sambil menunggu pembangunan gedung sendiri. Bangunan ini juga pernah digunakan sebagai TK Taman Putera.

3. RRI Surakarta

Selama dua tahun menempati pusat pemerintahan Mangkunegaran, gedung SRV pun terus dibangun di Jalan Abdul Rahman Saleh No.51, Kestalan, Surakarta. Setelah pembangunan selesai, tepatnya pada 1936, SRV kemudian pindah ke gedung baru.

Inilah gedung stasiun radio termegah pertama yang berdiri di Indonesia. Hingga kini, bangunan tersebut masih digunakan oleh RRI Solo.

 

Penulis: Resla Aknaita Chak