Liputan6.com, Yogyakarta - Jembatan gantung di kaki Gunung Merapi Yogyakarta disebut sebagai salah satu tempat paling angker di Yogyakarta. Cerita mistis mengenai keangkeran jembatan gantung ini bahkan menjadi legenda urban yang cukup populer.
Dikutip dari berbagai sumber, jembatan gantung angker ini membelah aliran sungai yang menghubungkan Gunung Merapi dengan Laut Selatan. Masyarakat setempat percaya bahwa sungai tersebut menjadi lintasan lampor.
Lampor merupakan rombongan pasukan gaib dari Pantai Selatan menuju Gunung Merapi ataupun sebaliknya. Sekitar 1950-an, ada sebuah pos jaga di daerah Gondolayu untuk memberikan peringatan kepada warga jika lampor akan melintas di sungai tersebut.
Advertisement
Ketika terdengar suara gemerincing kereta kuda disertai suara derap kuda, penjaga pos akan memukul kentongan bertalu-talu. Hal ini menjadi tanda peringatan kepada masyarakat bahwa lampor akan segera melintas.
Baca Juga
Semua masyarakat akan langsung memasuki rumah dan menutup pintu rapat-rapat. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, munculnya lampor menandakan akan terjadi suatu musibah berupa wabah penyakit atau kematian.
Tandanya, apabila suara gemerincing kereta kuda tiba-tiba menghilang dapat dipastikan lampor sedang berhenti di sebuah rumah atau desa untuk menjemput korbannya. Namun, jika suara gemerincing tersebut perlahan menghilang, maka rombongan lampor tersebut hanya lewat saja.
Selain cerita mistis lampor yang kerap melewati jembatan gantung ini, ribuan pocong merah yang pernah melintas di atas jembatan ini.
Bahkan, ribuan pocong merah yang melintas ini disebut-sebut sebagai pertanda akan datangnya sebuah bencana. Salah satu bencana yang disebutkan pernah terjadi setelah munculnya kejadian ini adalah erupsi Gunung Merapi.
Pocong merah yang kerap meneror jembatan tersebut dulunya seorang dukun yang mengamalkan ilmu hitam pada 1900. Menurut cerita, dukun tersebut kemudian dibunuh oleh warga karena dianggap meresahkan.
Setelah dibunuh, jenazah sang dukun lalu dimutilasi dan dimasukkan dalam satu kain kafan. Darah dari jenazah yang terus menetes membuat kain kafan menjadi berwarna merah.