Sukses

Miris Tangisan Balita Sesak Napas Hirup Debu Imbas Proyek Jembatan Badong di Blora

Orang tua mana yang tidak sedih jika melihat anak balitanya kerap menangis sesak napas karena udara kotor.

Liputan6.com, Blora - Orang tua mana yang tidak sedih jika melihat anak balitanya kerap menangis histeris gara-gara sesak napas. Hal itu dirasakan Lilik (32), warga yang tinggal di Dukuh Gosten, Desa Jepangrejo, Kecamatan Blora, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.

Lilik mengatakan, anaknya yang masih berusia 1 tahun 4 bulan itu sesak napas menghirup udara bercampur debu akibat pengalihan jalur lalu lintas masyarakat, karena ada proyek rehabilitasi jembatan Badong, Kecamatan Banjarejo.

"Anakku ngasi loro goro-goro debu (anakku sampai sakit gara-gara debu)," katanya saat menemui Liputan6.com di Blora, Kamis (10/8/2023).

Lilik sempat emosi terkait kondisi tersebut. Diakuinya jika tidak segera disikapi, maka dirinya akan melakukan demo terkait keberadaan proyek yang mencemari lingkungan tersebut.

"Tak demo yen ora ono seng tanggungjawab (Saya demo jika tidak ada yang tanggungjawab)," ujarnya.

Diakui Lilik, bersama sang istri dan anaknya sempat diajak menemui sejumlah pejabat lokal pemangku kepentingan. Termasuk, sempat juga mendatangi kepala daerah.

"Anakku dan nyonyahku sampai saya ajak ke PUPR. Gus Arief (Bupati Blora) dan Mbak Etik (Wakil Bupati Blora) ya saya temui. Terus dikasih duet Rp500 ribu Bupati," ungkapnya.

Setelah bercerita panjang lebar mengenai kondisi menyedihkan itu, Lilik kemudian mengajak wartawan media ini dan lainnya untuk berkunjung ke kawasan sekitar proyek rehabilitasi jembatan Badong.

Sejumlah pengakuan mengejutkan lainnya juga diakui banyak warga setempat. Antara lain, ada yang mengaku perekonomian jadi lumpuh, anak-anak jadi tersendat dalam kegiatan bersekolah, hingga banyak warga yang menghirup bau kimia menyengat.

 

2 dari 2 halaman

Respons Pelaksana Proyek

Menanggapi kondisi yang terjadi, Hardi selaku pelaksana proyek rehabilitasi jembatan Badong mengungkapkan, pihaknya sudah melakukan upaya untuk mengatasi permasalahan.

Salah satunya, yakni saban harinya jalan alternatif yang dilewati lalu lintas masyarakat mulai disirami dengan air supaya debunya tidak kemana-mana.

"Setiap hari sudah saya sirami. Saya beli air dari orang sini," ungkap Hardi.

Ia mengatakan, penyiraman jalan dengan air biasanya saban hari dilakukan sebanyak dua kali. Ditegaskan jika dampak buruk masih terus terjadi, maka pihaknya akan memaksimalkan upaya.

"Ya tak maksimalke. Tadi ya ada rapat, Pak Bupati juga ngasih arahan untuk jalan ini ditutup. Roda empat tidak boleh lewat dan roda dua boleh lewat" kata Hardi dihadapan sejumlah wartawan dan masyarakat Desa Gedongsari, Kecamatan Banjarejo.

Jalan yang dimaksudnya itu, yakni jalan alternatif masyarakat berlalu lintas melewati Dukuh Gosten, Desa Jepangrejo yang kondisi faktanya terbilang masih buruk hingga debunya beterbangan kemana-mana. Bahkan, terdapat juga proyek pembangunan tanggul pinggir jalan di sana yang kondisinya masih semrawut.

Setelah mendengar penyampaian keluh kesah banyak hal yang terjadi, Hardi belum bisa memutuskan kaitan kompensasi yang akan diberikan kepada warga terdampak proyek rehabilitasi jembatan Badong.

"Nanti ini saya sampaikan dalam rapat. Saya tidak bisa memutuskan sendiri," kata pelaksana proyek yang mengaku berasal dari Kabupaten Demak, Jawa Tengah ini.

Lebih lanjut, Hardi mengakui bahwa pekerja proyek rehabilitasi jembatan Badong senilai hampir Rp 5 miliar ini sekitar 10 orang. Proyek tersebut mulai dikerjakan pada bulan lalu.

"Pertengahan Juli mulai, targetnya Desember selesai," tandasnya.