Sukses

Pesan Eks Napiter di Palembang Agar Masyarakat Tidak Tergoda Ajakan Berjihad

Eks napi teroris di Palembang, Abdulrahman Taib berpesan agar masyarakat tidak mudah terprovokasi ajakan jihad sesat oleh organisasi teroris.

Liputan6.com, Palembang - Perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-78 Republik Indonesia di Kota Palembang Sumatera Selatan (Sumsel) turut dirayakan oleh para eks narapidana teroris (napiter) .

Mereka akhirnya tersadar akan pentingnya jiwa kebersamaan untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan meninggalkan ajaran-ajaran sesat yang pernah mereka dalami.

Peringatan HUT ke-78 RI ini menjadi kali ke-8 diikuti oleh Abdulrahman Taib (49), eks napi teroris di Palembang setelah dia bebas dari hukuman penjara.

Upacara pengibaran bendera HUT ke-78 RI yang digelar di Griya Agung Palembang, pada hari Kamis (17/8/2023) lalu, dihadirinya bersama beberapa orang eks napiter lainnya.

Dia ingat betul ketika tahun 2008, dia ditangkap Densus 88 Antiteror di Kota Palembang, karena aksinya ingin menjalankan aksi jihad sesat di Palembang.

Bapak 5 orang anak ini mengakui, awalnya dia bersama para eks napi teroris lainnya ikut dalam kelompok jihad yang mendoktrin untuk mendalami ilmu agama secara radikal.

“Kita ingin menegakkan syariat Islam di Indonesia, jadi pemahamannya secara radikal. Ternyata pemahaman itu harus dikaji lagi, tidak serta merta dengan semangat yang muncul, harus diwujudkan dengan tidak memperhatikan keadaan yang terjadi di Indonesia,” ucapnya, Minggu (20/8/2023).

Abdulrahman Taib yang tergabung dalam Yayasan Pelita Bersatu Indonesia di Palembang itu, mengakui, ketika dalam menjalankan giat fisabilillah atau menegakkan syariat Islam di Indonesia, harus memperhatikan banyak hal.

Dia juga berpesan kepada masyarakat, agar tidak terbujuk ajakan jihad sesat dan tidak mudah terprovokasi dengan jihad masuk surga dengan cara yang tidak benar.

“Masyarakat harus lebih berhati-hati dalam bersikap. Jangan mudah terprovokasi dan terpancing ikut fisabilillah,” katanya.

Di Yayasan Pelita Bersatu Islam, dia dan eks napi teroris lainnya melakukan berbagai kegiatan positif, mulai di sektor sosial, ekonomi, kemasyarakatan dan pendidikan.

Bahkan mereka juga membuka pendidikan rumah tahfidz bagi masyarakat di Kota Palembang, yang dikelola dan diajarkan oleh para eks teroris di Palembang.

Setelah meninggalkan kegiatan sesatnya sebagai teroris, Abdulrahman Taib kini membuka usaha laundry bersama istrinya. Dia tidak ingin lagi kembali ke masa suramnya, karena kini dia sudah menerima Indonesia sebagai negara kesatuan dan beragam.

Abdulrahman Taib divonis 12 tahun penjara, namun dia mendapatkan kebebasan bersyarat setelah menjalani 7 tahun penjara di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Mata Merah Palembang.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Terdoktrin Buronan Singapura

Di tahun 2004 lalu, warga Kelurahan Suka Jaya Kecamatan Sukarame Palembang tersebut, berkenalan dengan seseorang asal Singapura yang buronan terorisme.

Dari buronan itulah, dia belajar tentang jibad, bahkan dia terdoktrin jika orang yang mati saat berjihad akan masuk surga.

Tahun 2005, dia menjadi pemimpin kelompok teroris di Palembang yang bernama Forum Anti Kemurtadan (Fakta). Organisasinya berkaitan dengan gembong teroris besar di Indonesia, Noordin M Top.

"Saya diajarkan cara membuat bermacam-macam jenis bom, mulai dari tupperware dan pipa. Ada lebih dari 25 unit bom yang saya buat di Palembang dan efek ledakannya lumayan besar," ujarnya.

Salah satu sasaran pengeboman yang akan dia lakukan yakni di salah satu kafe di Bukittinggi Sumatera Barat (Sumbar). Tujuannya untuk membunuh turis mancanegara asal Amerika Serikat yang dianggap kafir.

3 dari 3 halaman

Batal Ledakkan Bom

Namun aksi pengeboman dia gagal, karena Abdulrahman Taib melihat ada wanita berhijab yang masuk ke kafe itu.

"Mungkin Allah SWT belum menghendaki, karena ada wanita berjilbab yang masuk ke dalam kafe yang banyak turis. Padahal bom sudah siap," ucapnya.

Dia menunggu wanita berjilbab itu keluar kafe, namun tidak keluar-keluar sampai akhirnya mereka menunda pengeboman itu. Keesokan harinya, dia ingin melanjutkan pengeboman itu, namun berakhir kegagalan.

Dalam menargetkan pembunuhan Warga Negara Asing (WNA) Amerika Serikat, Abdulrahman Taib tidak melakukan pengeboman bunuh diri, namun meletakkan bom di daerah-daerah yang akan dihancurkan.

Mereka menggunakan empat tombol dari jarak jauh, untuk meledakkan bom tersebut. Abdulrahman Taib-lah yang berperan sebagai perakit bom.