Liputan6.com, Gorontalo - Puluhan hektar lahan jagung dari total luasan kurang lebih 1.250 hektar di Dungaliyo dan Batudaa berpotensi mengalami gagal panen. Sebab, saat ini Gorontalo tengah dilanda kemarau panjang, dampak dari fenomena El Nino.
Hal ini diungkapkan Kepala Dinas Pertanian Provinsi Gorontalo Muljady Mario kepada wartawan dan pimpinan media di Gorontalo. Ada sekitar 46,2 hektar lahan jagung yang dipastikan gagal panen.
Advertisement
Baca Juga
“Kami terus melakukan pemantauan di lapangan, laporan dari tanaman padi sampai sekarang belum ada yang gagal panen. Untuk jagung memang sudah ada kejadian di Kecamatan Dungaliyo dan Batudaa,” kata Muljady.
Untuk mengantisipasi itu, kata Muljady, ada tiga asuransi yang diberikan. Di mana dua di antaranya disubsidi oleh pemerintah.
Untuk usaha tani pemerintah, mensubsidi sebesar Rp 144 ribu dari premi Rp 180 ribu. Sehingga, petani hanya membayar Rp 36 ribu. Jika terjadi gagal panen, maka ganti rugi yang akan diterima sebesar Rp6 juta.
Sementara untuk jagung tidak diberikan subsidi dengan premi Rp100 ribu, dan ganti rugi sebesar Rp6 juta. Terakhir, ada hewan ternak sapi yang akan mendapatkan ganti sebesar Rp10 juta dengan premi Rp200 ribu dan subsidi Rp160 ribu jika hilang atau diserang penyakit.
“Total yang sudah ikut asuransi dari luas sawah kita kurang lebih 32 ribu hektar, sudah ada 4.250 hektar yang ikut asuransi padi,” ujarnya.
Baca Juga
Di tempat yang sama, Penjabat Gubernur Gorontalo Ismail Pakaya menyarankan kepada para petani yang tidak bisa menanam jagung ataupun padi agar mengganti komoditi lain. Agar supaya petani tetap ada pendapatan.
Ia mencontohkan Makassar yang menjual buah semangka di musim kemarau, karena tidak perlu ditanam didaerah yang berair. Sementara untuk antisipasi kekeringan ini, pihaknya akan mengintervensi pasar murah dan meminta data rawan pangan.
“Biasanya saat kemarau bahan pangan kurang, harga cenderung naik, permintaan tetap, persediaannya kurang, hukum ekonomi pasti begitu. Tapi kita pemerintah sudah siap untuk itu,” kata Ismail.
Melalui rapat forkopimda dan kabupaten/kota, pemerintah juga telah menyiapkan langkah antisipasi dengan kesepakatan untuk menyiapkan posko. Posko ini berfungsi untuk menerima dan menindaklanjuti laporan kekeringan padi, kekurangan air, dan kebakaran rumah atau hutan.
"Mudah-mudahan musim kemarau ini tidak akan berdampak buruk pada ketahanan pangan di Gorontalo," ia menandaskan.
Simak Video Pilihan Berikut Ini:
Fenomena El Nino
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi periode Agustus-September 2023 menjadi momen puncak terjadinya El Nino. Bahkan sejak juli fenomena alam ini sudah mulai terasa.
Sebab itu, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengingatkan semua pihak bersiap terkait dampak yang ditimbulkan fenomena El Nino yang mulai terasa.
Indonesia merupakan negara beriklim tropis. Dalam artian lain, Indonesia hanya mengalami dua musim; musim hujan dan musim kemarau.
Idealnya, musim kemarau di Indonesia dimulai pada bulan April hingga bulan Oktober. Namun, tak menutup kemungkinan bahwa hal itu dapat berubah atau bergeser.
Faktor yang mempengaruhi waktu musim kemarau di Indonesia sendiri adalah sebuah fenomena yang dinamakan El Nino. Tahun ini, El Nino diprediksi berkunjung ke Indonesia hingga memunculkan musim kemarau kering.
El Nino adalah fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah.
Istilah El Nino berasal dari bahasa Spanyol yang artinya "anak laki-laki". El Nino awalnya digunakan untuk menandai kondisi arus laut hangat tahunan yang mengalir ke arah selatan di sepanjang pesisir Peru dan Ekuador saat menjelang natal.
Kondisi yang muncul berabad-abad lalu ini dinamai oleh para nelayan Peru sebagai El Nino de Navidad yang disamakan dengan nama Kristus yang baru lahir.
Menghangatnya perairan di wilayah Amerika Selatan ini ternyata berkaitan dengan anomali pemanasan lautan yang lebih luas di Samudera Pasifik bagian timur, bahkan dapat mencapai garis batas penanggalan internasional di Pasifik tengah.
Biasanya angin pasat yang biasa berhembus dari timur ke barat melemah atau bahkan berbalik arah. Pelemahan ini dikaitkan dengan meluasnya suhu muka laut yang hangat di timur dan tengah Pasifik.
Air hangat yang bergeser ke timur menyebabkan penguapan, awan, dan hujan pun ikut bergeser menjauh dari Indonesia. Hal ini berarti Indonesia mengalami peningkatan risiko kekeringan.
Advertisement