Sukses

Menangkal Hoaks dan Ujaran Kebencian ala Kiai Pesantren

Mendekati tahun politik hoaks dan ujaran kebencian mulai menyeruak. Informasi-informasi palsu menyelusup di ruang-ruang linimassa dan nyaris merambah tiap komunitas, tak terkecuali pondok pesantren

Liputan6.com, Cilacap - Hoaks dan ujaran kebencian bak serampai yang saling berkelindan. Keduanya sama-sama berbahaya, dan celakanya saling bermufakat.

Mendekati tahun politik hoaks dan ujaran kebencian mulai menyeruak. Informasi-informasi palsu menyelusup di ruang-ruang linimassa dan nyaris merambah tiap komunitas, tak terkecuali pondok pesantren.

Terlebih, pesantren adalah entitas yang 'seksi' dalam helatan politik elektoral. Mereka adalah kelompok identik dan bisa menjadi barometer kelompok mayoritas di Indonesia, Islam.

Karena itu, pesantren perlu memperkuat literasi digital demi menangkal hoaks dan ujaran kebencian. Harapannya, segenap warga pesantren bisa bebas dari informasi palsu, dengan berbagai motifnya.

Ketua Yayasan El Bayan KH Prof DR Fathul Amin Aziz mengatakan, El Bayan secara rutin melakukan penguatan digital culture. Digital culture merupakan panduan perilaku di dunia maya atau media sosial.

Perlu diketahui, Yayasan El Bayan dan Nurjalin menaungi sejumlah lembaga pendidikan, mulai dari pendidikan informal; pesantren dan madrasah diniyah, hingga formal yang meliputi TK hingga perguruan tinggi. Terkini, jumlah santri dan siswa mencapai 5.000-an orang.

"Bahwa seseorang di dunia maya adalah individu sebenarnya. Maka, perilaku dan adab seseorang tidak berbeda, baik di dunia maya maupun dalam kehidupan sehari-hari," kata kiai yang juga Ketua Yayasan Nurjalin ini, Sabtu (26/8/2023).

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 2 halaman

Kecakapan Digital hingga Keamanan Siber

Prof Aziz menjelaskan, langkah kedua yang dilakukan adalah dengan literasi digital. Secara rutin, Yayasan melakukan pertemuan formal maupun informal demi penguatan literasi digital.

"Bagaimana memperkuat literasi digital. Jika ada informasi yang meragukan, maka perlu informasi pembanding. Berdasar data-data yang cukup akurat," ujarnya.

Langkah ketiga yakni dengan kecakapan digital. Segenap Civitas Acedemica, mulai dari unit ma'had, siswa hingga dosen dan mahasiswa di lingkungan El Bayan mampu dan bisa mengoperasikan aplikasi-aplikasi yang 'rawan'.

Selain menangkal hoaks dan ujaran kebencian, salah satu yang dianggap penting dikenal di lingkungan pesantren adalah keamanan siber arau ciber security. Sebagai pesantren berbasis teknologi, Nur Jalin berupaya mengedukasi warga pesantren agar lebih sadar keamanan siber.

Bahkan, pada akhir 2022 lalu, salah satu unit di bawah Yayasan El Bayan, STMIK Komputama mengundang Ketua Indonesia Cyber Security Forum (ICSF), Ardi Sutedja dalam stadium general yang diikuti oleh mahasiswa, siswa dan santri di lingungan Yayasan El Bayan dan Nur Jalin.

Menurut dia, kesadaran sistem cyber security ini sudah harus menjadi bagian tak terpisahkan. Hal itu dilakukan demi melindungi para pengguna atau pemilik sebuah situs, baik pemerintah maupun swasta.

Di sisi lain, dia juga mengajak generasi muda, sebagai pihak yang paling banyak memanfaatkan media digital untuk sadar keamanan siber. Sebab, peretasan, doxing itu merupakan keniscayaan.

"Yang bisa dilakukan adalah bagimana menekan potensi itu," ucap Aziz.

Aziz juga mengajak pesantren untuk memperkuat edukasi perilaku digital. Sebab, pesantren merupakan kelompok besar yang juga rawan menjadi korban hoaks dan ujaran kebencian.

Ada lagi satu pesan yang kerap disampaikannya, yakni bermedia sosial dengan bahagia. Bahagia juga akan menjauhkan seseorang dari titik ekstrem dan bisa tetap berdiri di tengah.

"Bahagia itu akan membuat orang tidak mudah terpengaruh oleh isu," ucap dia.