Liputan6.com, Yogyakarta - Kekuatan kata-kata tidak bisa dipandang sebelah mata. Tak sedikit orang yang nyaris mengakhiri hidupnya karena merasa terintimidasi dengan ujaran kebencian, hoaks, dan sejenisnya.
Sekartaji Ayuwangi, seorang pelayan jiwa yang membuka layanan lewat Rumah Kasih Sekartaji Ayuwangi (RKSA) Yogyakarta, bercerita salah satu pasiennya pernah merasa hampir mati karena membaca informasi di grup WhatsApp. Waktu itu masa pandemi Covid-19.
“Jadi dia merasa kesemutan satu badan dan ingin mati setelah membaca informasi hoaks soal Covid-19 dari grup WhatsAppnya,” ujar Arta, sapaan akrabnya.
Advertisement
Baca Juga
Tidak hanya satu dua kasus, Arta menghadapi banyak pasien serupa. Kondisi yang mencekam kala itu akibat pandemi Covid-19 memperparah orang-orang yang sudah mengalami stres atau depresi.
Menyadari situasi demikian, Arta tidak tinggal diam. Ia memahami pasien-pasien yang terpapar ujaran kebencian, hoaks, sampai depresi membutuhkan selflove, selfcare, dan relaksasi. Tujuannya, untuk memahami akar ketakuran di dalam diri sendiri.
“Jadi tidak mudah terpancing atau terpicu informasi hoaks,” ucapnya.
Ia pun mengadakan kelas pelayanan untuk detoks emosi negatif dan pembuatan audio relaksasi yang disebar secara cuma-cuma.
Menurut Arta, hoaks atau ujaran kebencian bisa memicu perilaku agresif yang kemudian menyerang orang lain. Jika hoaks berisi ancaman maka bisa membahayakan kondisi orang yang memiliki kondisi mental paranoid, misalnya. Orang itu bisa sampai ingin bunuh diri karena merasa semakin tidak aman.
“Orang lain ikut menyebarkan hoaks itu pula, apalagi menjelang pemilu seperti sekarang berpotensi memecah belah anak bangsa,” tuturnya.
Arta berpendapat solusi yang paling mungkin dilakukan saat ini untuk mengantisipasi paparan hoaks atau ujaran kebencian adalah detoks media sosial. Artinya, orang perlu membuat ritme untuk mengurangi ketergantungan mengakses media sosial.
Teknologi digital yang semakin canggih tentunya bertujuan untuk memuliakan manusia bagi kelangsungan hidupnya. Hoaks sering mudah di sebar melalui teknologi digital saat ini, maka perlu adanya kebijaksanaan dari dalam diri untuk menyadari efek yang ditimbulkan.
Pilah dan pilih informasi yang disebar tersebut apakah bermuatan positif atau negatif. Jangan mudah percaya berita yang tidak masuk akal.
“Kesadaran untuk menjaga jejak digital kita sendiri pula dengan tidak mudah terpancing berita negatif atau ikut menyebarkan,” kata Arta.
Cara Relaksasi
Ia menilai yang paling penting adalah menjaga ketenangan diri. Jika mendapat informasi yang mengganggu keamanan dan kenyamanan diri segera konsultasikan ke pihak yang dapat dipercaya.
Oleh karena itu, orang perlu untuk belajar memahami dan mengelola bentuk emosi negatif di dalam diri sendiri agar tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain dalam menyerap informasi atau justru turut menyebarkan informasi yang bermuatan hoaks.
Hal teknis untuk mengelola emosi yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan relaksasi lewat menyadari nafas. Caranya, pejamkan mata selama tiga sampai lima menit. Pada saat yang bersamaan, mulai menyadari setiap tarikan dan embusan nafas secara alami tanpa mempercepat atau memperlambat nafas.
“Mari kita bersama menyayangi diri, melalui perilaku yang penuh kesadaran untuk menjaga kesehatan mental diri dan juga orang lain,” ucap Arta.
Yayasan Rumah Kasih Sekartaji Ayuwangi Yogyakarta memberikan konseling dan terapi layanan jiwa yang bisa diakses oleh siapapun dengan bebas berdonasi. Bahkan, bagi mereka yang tidak mampu dan butuh pendampingan, layanan konseling dan terapi jiwa di Yayasan Rumah Kasih Sekartaji Ayuwangi bisa diakses secara gratis tanpa harus berdonasi.
Advertisement