Liputan6.com, Bandung - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung mencatat ada sebanyak 1.281 kasus demam berdarah dengue atau DBD dalam periode Januari-Juli 2023. Jumlah itu diklaim lebih rendah dari tahun 2022 yang mencapai 5.205 kasus.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Kota Bandung, Ira Dewi Jani menilai, tren kasus yang menurun ini turut dipengaruhi cuaca.
Baca Juga
"Mungkin juga karena musim panas, sehingga tidak ada genangan air," terang Ira dalam keterangan pers di Bandung, Selasa, (29/8/2023).
Advertisement
Dalam rangka penanganan kasus DBD, Pemkot Bandung disebut akan menerapkan inovasi bakteri wolbachia mulai Oktober 2023.
Ira menjelaskan, mekanisme inovasi ini, telur nyamuk Aedes aegypti akan disuntikkan bakteri wolbachia, kemudian menetas menjadi nyamuk dewasa. Jika nyamuk tersebut menggigit pengidap virus dengue, maka virus yang dihisap nyamuk akan mati dengan bakteri wolbachia.Â
Sehingga nyamuk Aedes aegypti tersebut tidak akan bisa menyebarkan virus dengue lagi ke tubuh manusia.
Ira menyebut, kota pertama yang mengimplementasikan inovasi ini adalah Yogyakarta. Dari penelitian dan implementasi wolbachia di Jogjakarta, kasus DBD bisa turun sampai 70 persen.Â
Sedangkan, Kota Bandung termasuk daerah endemis DBD dan kasusnya juga cukup tinggi. Kementerian Kesehatan mengeluarkan keputusan, jika Kota Bandung merupakan 1 dari 5 kota pilot project untuk implementasi penanggulangan DBD dengan berbasis teknologi wolbachia.
"Kecamatan Ujungberung dipilih sebagai pilot project wolbachia," ungkapnya.
"Jangan takut kalau bakteri wolbachia akan masuk ke tubuh manusia. Ukuran bakteri tersebut lebih besar daripada moncong nyamuk. Sehingga saat nyamuk menggigit manusia, bakteri wolbachia tidak akan masuk ke dalam tubuh," katanya.
Â
Disebar di 33.000 Ember
Ira mengatakan, pada saat implementasi bulan Oktober mendatang, pihaknya akan menitipkan telur nyamuk Aedes aegypti yang sudah disuntikkan wolbachia di dalam ember. Harapannya, nyamuk-nyamuk ini akan menggantikan nyamuk Aedes aegypti yang memiliki virus dengue.Â
Lalu, nyamuk-nyamuk tersebut bisa kawin dengan nyamuk lokal untuk menghasilkan nyamuk lain yang otomatis sudah memiliki bakteri wolbachia. Sehingga nyamuk Aedes aegypti tidak akan bisa menjadi perantara virus dengue lagi.
"Telur-telur yang sudah disuntikkan wolbachia ini diproduksinya di lab entomologi atau lab serangga. Kota Bandung itu dapatnya dari Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan (BBTKL) Salatiga," paparnya.
Sebenarnya, lanjut Ira, wolbachia sering ditemui dalam keseharian. Bakteri tersebut ada di dalam tubuh lalat buah, hewan-hewan kecil yang biasanya suka terbang di pisang atau buah-buahan.
"Di skema ini, nyamuk Aedes aegypti akan tetap ada untuk keseimbangan ekologis. Tapi dia sekarang sudah mengandung bakteri wolbachia supaya bisa menghentikan penyebaran virus dengue," jelas Ira.
Ia mengungkapkan, tantangan implementasi inovasi ini pada saat awal adalah lokasi penempatan ember telur nyamuk. Sebab di lokasi tersebut pasti akan jadi banyak nyamuk.Â
Jika masyarakat merasa terganggu, Ira mengatakan, tidak apa-apa untuk membunuh nyamuk yang ada di sekitar dengan ditepuk, pakai raket nyamuk, atau obat serangga. Asalkan telur-telur nyamuk yang di ember jangan dibuang hingga menetas.
"Kita cuma minta tolong titip telur di ember ini saja. Telur-telurnya jangan diganggu dulu sampai menetas semuanya dan jadi nyamuk dewasa," harapnya.
Ira mengatakan, akan ada 33.000 ember yang disebar se-Kota Bandung. Namun, untuk penyebarannya harus melihat dari peta udara dan satelit mengenai luas wilayah serta jumlah hunian. Sehingga tidak bisa disamaratakan jumlahnya tiap kecamatan.
"Kalau memang ini bisa diterapkan secara merata, harapannya angka kasus bisa turun karena virus dengue sudah tidak ada. Lalu, fogging juga bisa berkurang, sehingga dananya bisa dialihkan ke hal lain yang lebih penting," imbuh Ira.
Advertisement