Sukses

Belajar dari Korea Selatan yang Maju karena Literasi

Indonesia dan Korea Selatan merdeka menjadi bangsa yang berdaulat di tahun yang sama. Kenapa Indonesia jauh tertinggal?

 

Liputan6.com, Bogor - Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI Muhammad Syarif Bando membuka secara resmi kegiatan Peningkatan Indeks Literasi Masyarakat (PILM), di auditorium Perpustakaan dan Galeri Kota Bogor, Selasa (29/8/2023). Dalam pesannya, Syarif mengatakan, sejarah akan mengembalikan dunia timur seperti sebelum dunia barat membakar kejayaan dunia timur dan kemudian mengambilnya.

Di sinilah peran penting pustakawan di perpustakaan yang bertugas mengumpulkan ilmu pengetahuan dari seluruh dunia lalu dikemas untuk keperluan orang-orang profesional. Selain itu, Kepala Perpusnas menekankan paradigma baru perpustakaan yang harus diterapkan agar dapat mengembangkan literasi masyarakat, yaitu manajemen koleksi (10%), manajemen pengetahuan (20%), dan transfer pengetahuan (70%).

"Ngapain koleksi di perpustakaan berjuta-juta kalau ada rakyat kota Bogor yang ga ngerti sejarah kota Bogor, cara menjadi pengusaha dan kemudian menjadi pengemis padahal dia sehat segar bugar, memprihatinkan sekali," ujar Syarif.

Ia juga menyayangkan, Indonesia belum mampu seperti Korea Selatan yang bisa menjadi negara maju karena tingkat literasinya.

Senada dengan Kepala Perpusnas, Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim, menyampaikan Indonesia dan Korea Selatan sama-sama merdeka pada bulan dan tahun yang sama, tapi kini negara tersebut mampu melesat menjadi negara yang lebih maju daripada Indonesia.

Dedie kemudian menceritakan perkembangan Korea Selatan menjadi negara maju yang ternyata berawal dari sebuah perintah untuk melakukan studi banding dan studi literatur. Lebih lanjut ia menambahkan, bangsa Indonesia juga telah menghasilkan banyak karya besar namun bagaimana karya tersebut dapat terdokumentasi dan terdistribusi kepada masyarakat masih menjadi masalah.

"Banyak karya besar dari bangsa kita yang juga dimanfaatkan berbagai bangsa di dunia, tetapi memang masalahnya adalah bagaimana kemudian karya-karya besar yang sudah dihasilkan bangsa kita, kemudian tertulis, kemudian terekam dengan baik dan terdistribusikan, dan tersosialisasikan dengan baik," katanya.

Dedie juga mengharapkan ketertinggalan di masa lalu dapat diperbaiki oleh gen Z yang akan menjadi pemimpin masa depan. Indonesia juga mampu menjadi seperti Korea Selatan jika masyarakatnya literat.

Ade Perucha Hutagaol atau yang lebih dikenal dengan nama pena Trinity menjelaskan bagaimana ia mulai tertarik dengan literasi dari kebiasaan dibacakan cerita sebelum tidur dan diberi hadiah buku jika mendapat nilai bagus saat sekolah.

"Sebenernya awal pengenalan literasi dari rumah, memang dari kedua orang tua saya suka membaca buku dan menularkan kepada anak-anaknya," tuturnya.

Dapat dikatakan minat pada literasi harus dimulai dari lingkaran yang paling kecil yaitu keluarga dan tidak dipaksakan namun dibiasakan seperti yang diungkapkan oleh penulis buku perjalanan wisata The Naked Traveler tersebut.

 

2 dari 2 halaman

Hal Sepele Bekontribusi Besar

Sementara itu, Eka Ardhinie, seorang influencer sekaligus pegiat literasi juga memiliki kebiasaan dibacakan koran yang dilanggan orang tuanya sejak kecil. Menurutnya, hal-hal yang terkesan sepele tersebut ternyata terekam dan berpengaruh pada dirinya hingga dewasa.

Kedua tokoh tersebut menyemangati gen Z agar terus berkarya dalam bentuk tulisan. Walaupun terkadang penulis mengalami writer’s block, yang menurut Trinity hanyalah sebagai suatu kemalasan.

Namun, ia mengungkapkan bahwa kita harus mengakui adanya writer's block, tapi tetap harus disiplin melanjutkan menulis dengan cara menetapkan durasi waktu tertentu untuk istirahat menulis.

Sementara itu, Eka menyarankan penulis agar menyediakan waktu untuk belajar lagi, mencari ilmu atau referensi lain.

Kegiatan PILM yang bertema "Literasi Merdeka: Membaca Keren, Menulis Ngetren" tersebut diselenggarakan secara paralel dengan kegiatan mendongeng bagi anak TK, lomba sketsa, dan bedah buku.