Sukses

Ronggeng Gunung di Ciamis Lahir dari Kesedihan dan Dendam

Hal yang membedakan ronggeng gunung dengan ronggeng lainnya adalah aura kesakralan yang melatarbelakangi terciptanya kesenian ini.

Liputan6.com, Bandung - Ronggeng gunung adalah sebuah kesenian tari yang tumbuh dan berkembang di wilayah Ciamis Selatan dan Pangandaran, khususnya di daerah Panyutran, Ciparakan, Banjarsari, Burujul, Pangandaran, dan Cijulang. Konon, tarian ini lahir dari kesedihan dan dendam.

Sama seperti ronggeng pada umumnya, tarian ini ditampilkan oleh satu orang atau lebih. Tak lupa, tarian ini juga diiringi gamelan dan nyanyian atau kawih pengiring.

Hal yang membedakan ronggeng gunung dengan ronggeng lainnya adalah aura kesakralan yang melatarbelakangi terciptanya kesenian ini. Mengutip dari dispar.ciamiskab.go.id, konon tarian ini tercipta dari kepedihan hati seorang putri raja.

Ia kehilangan suami yang amat dicintainya. Tarian ini juga terkait dengan upayanya balas dendam dari sang putri raja kepada pembunuh suaminya.

Ronggeng gunung diciptakan oleh Raden Sawunggaling. Saat itu, kerajaan Galuh dalam suasana kacau akibat serangan musuh, sehingga memaksa sang Raja untuk mengungsi ke tempat aman.

Dalam situasi gawat itu, Raden Sawunggaling datang dan menyelamatkan raja. Sebagai ungkapan terima kasih, Raja Galuh pun menikahkan Raden Sawunggaling dengan putrinya.

Ketika Raden Sawunggaling naik takhta menggantikan sang mertua, ia menciptakan sebuah tarian untuk menghibur istana. Penari tarian ini pun dipilih berdasarkan kriteria khusus, seperti pandai menari, bersuara bagus, dan cantik. Tak heran, jika saat itu penari ronggeng mempunyai status terpandang di masyarakat.

Namun, cerita tersebut bukan merupakan cerita asal-usul satu-satunya tarian ronggeng gunung yang berkembang di masyarakat. Versi lain menyebut tarian ini bercerita tentang seorang putri yang ditinggal mati kekasihnya.

Ia menangis sepanjang hari hingga membuat para pemuda prihatin. Mereka pun datang menghibur sang putri dengan menari mengelilinginya sambil menutup hidung karena bau busuk mayat.

Lama-kelamaan, sang putri pun ikut menari dan menyanyi dengan nada sedih. Konon, adegan-adegan tersebut banyak yang menjadi dasar dalam gerakan-gerakan ronggeng gunung saat ini.

 

2 dari 2 halaman

Kisah Dewi Samboja

Versi lainnya datang dari kisah Dewi Samboja, putri Prabu Siliwangi yang bersuamikan Anggalarang. Suami sang Dewi tewas terbunuh oleh bajak laut yang dipimpin oleh Kalasamudra.

Dewi Samboja sangat sedih dan marah kepada para bajak laut itu. Mengetahui hal tersebut, Prabu Siliwangi pun memberikan wangsit kepada Dewi Samboja untuk membalas kematian Anggalarang.

Dewi Samboja harus menyamar sebagai seorang penari ronggeng bernama Nini Bogem. Ia kemudian belajar menari ronggeng dan bela diri.

Hingga akhirnya, ia berkesempatan menari ronggeng di tempat Kalasamudra. Kalasamudra yang tidak mengetahui bahwa yang menari bersamanya adalah Dewi Samboja yang sedang menyamar pun akhirnya terbunuh.

Terlepas dari berbagai versi asal-usul tari ronggeng gunung, secara garis besar tarian ini memang tercipta dari kesedihan dan dendam. Adapun penari utama ronggeng gunung adalah seorang perempuan.

Penari ronggeng gunung mengenakan selendang yang berfungsi sebagai kelengkapan dalam menari. Selendang ini juga digunakan untuk mengajak lawan (laki-laki) menari bersama dengan cara mengalungkan ke lehernya.

Selain sebagai hiburan, ronggeng gunung juga berfungsi sebagai pengantar upacara adat, seperti panen raya, perkawinan, khitanan, dan penerimaan tamu. Sebelum pertunjukan dimulai, biasanya diadakan ritual dan pemberian sesajen berupa kue kering tukuh macam dan tujuh warna, pisang emas, sebuah cermin, sisir dan rokok agar pertunjukan berjalan lancar.

 

Penulis: Resla Aknaita Chak

Video Terkini