Sukses

Bentrok Aparat Vs Warga Pulau Rempang Berlanjut Sampai Malam, Polisi Tembakkan Gas Air Mata Bubarkan Warga

Petugas gabungan beratribut lengkap masih menjaga di kawasan tersebut sambil terus menembakkan gas air mata untuk membubarkan warga.

 

Liputan6.com, Batam - Tindakan warga Pulau Rempang yang menghalangi aparat kepolisian masuk ke wilayahnya dianggap sebagai tindakan melawan hukum. Hal itu dikatakan Kapolresta Barelang Kombes Pol Nugroho Tri Nuryanto, usai terjadi bentrokan antara aparat dan warga yang menolak digusur. 

Bahkan melalui pengeras suara, Kapolres Nugroho meminta warga Pulau Rempang yang memblokir jalan masuk wilayah tersebut dapat mundur dengan teratur. 

"Kepada saudara-saudara saya ingatkan, bahwa apa yang saudara lakukan ini sudah melanggar hukum. Kami meminta saudara-saudara agar tidak bertindak anarkis, kami tidak akan segan mengambil tindakan tegas, apabila kalian masih melakukan perlawanan," kata Kapolres di Pulau Rempang, Kamis (7/9/2023), seperti dikutip Antara.

Sementara itu, Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol BP Batam Ariastuty Sirait menjelaskan, pengembangan Kawasan Rempang ini akan melibatkan masyarakat setempat.

Sehingga, pihaknya mengajak agar masyarakat tak terpengaruh dengan informasi negatif yang telah beredar dari mereka yang tak bertanggung jawab.

"BP Batam sudah menyampaikan bahwa hak masyarakat terdampak pembangunan sudah diperhatikan. Semoga masyarakat bisa memahaminya," kata dia.

Sampai saat ini, petugas gabungan beratribut lengkap masih menjaga di kawasan tersebut sambil terus menembakkan gas air mata untuk membubarkan warga yang memblokir jalan.

Bentrokan antara petugas gabungan dari Polri, TNI, Ditpam Badan Pengusahaan (BP) Batam, dan Satpol PP dengan warga di Pulau Rempang masih berlanjut hingga malam ini, Kamis (7/9/2023).

Situasi di lokasi masih terus mencekam hingga malam ini. Petugas gabungan masih berusaha membujuk warga yang menolak agar tidak anarkis dalam proses pengukuran lahan di Kawasan Rempang yang akan dijadikan proyek strategis nasional tersebut.

Di lokasi, warga yang menolak, mencoba mengusir petugas dengan berbagai cara. Ada yang menebang pohon-pohon besar hingga menutup jalan, membakar ban di tengah jalan, menggunakan ketapel berisikan batu, melempar batu bahkan sampai melemparkan bom molotov ke arah petugas.

2 dari 2 halaman

Kecam Tindakan Represif Aparat

Sementara itu, sejumlah elemen masyarakat yang terdiri dari WALHI Nasional, YLBHI, PBHI, KIARA, WALHI Riau, LBH Pekanbaru, Indonesia for Global Justice (IGJ), dan Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI), mengecam tindakan represif aparat terhadap warga Pulau Rempang.

"Tindakan BP Batam beserta instansi lainnya yang melakukan pengukuran dan pematokan secara paksa di atas tanah warga merupakan tindakan sewenang-wenang, tindakan yang melanggar hukum dan hak asasi manusia," tulis rilis resmi yang dikeluarkan Walhi Nasional, Kamis (7/9/2023).

Berikut 5 poin tuntutan gabungan elemen masyarakat terhadap peristiwa bentrokan aparat dan warga Pulau Rempang:

  1. BP Batam dan Kapolda Kepulauan Riau beserta jajarannya harus bertanggung jawab secara hukum atas jatuhnya korban pelanggaran HAM pada proses pemasangan patok dan pengukuran tanah di Pulau Rempang-Galang
  2. Kapolda Kepulauan Riau untuk segera menarik personel kepolisian dari Pulau Rempang, membebaskan masa aksi dan menghukum personil yang melakukan intimidasi dan kekerasan terhadap warga
  3. Presiden RI, DPR RI dan Kapolri untuk segera mengambil sikap memerintahkan BP Batam dan Kapolda Kepri agar segera menghentikan proses pemasangan patok demi menghindari jatuhnya korban yang lebih banyak
  4. Komnas HAM RI untuk segera mengambil sikap dan bertindak dengan mendesak Kapolri dan Kapolda Kepri agar menarik pasukan di Pulau Rempang-Galang
  5. Komnas HAM mengusut tuntas adanya pelanggaran HAM dalam peristiwa ini.Â