Sukses

Tak Cuma Menggebrak Industri Fesyen, Ini Bukti Kepedulian Farah Button untuk UMKM Konveksi di Yogyakarta

Sejak awal berdiri pada 2016, Sutardi, pemilik sekaligus desainer Farah Button selalu berkolaborasi dengan UMKM dalam produksinya.

Liputan6.com, Yogyakarta - Bukan Farah Button kalau tidak punya inovasi. Brand fesyen lokal asal Yogyakarta ini tidak hanya fokus dalam pengembangan desain outfit ready to wear, melainkan juga menaruh perhatian terhadap UMKM.

Maklum saja, sejak awal berdiri pada 2016, Sutardi, pemilik sekaligus desainer Farah Button selalu berkolaborasi dengan UMKM dalam produksinya.

Semula, ia bekerja sama dengan satu UMKM konveksi di Solo yang terdiri dari lima orang. Saat ini, sekitar 300 orang dari lima UMKM konveksi di Yogyakarta yang terlibat dalam produksi outfit ready to wear Farah Buttton.  

Kedekatannya dengan UMKM konveksi di Yogyakarta, membuat Sutardi kerap mengelus dada.

“Tidak ada satu pun UMKM konveksi di Yogyakarta yang bekerja sama dengannya, yang tersentuh akses bantuan atau pelatihan dari pemerintah,” ujar Sutardi dalam talkshow bertajuk Kupas Tuntas Bangun Brand Fashion di Mal Pakuwon Yogyakarta, Selasa (12/9/2023).

Ia pernah mendapat cerita dari salah satu orang UMKM. Orang itu didatangi orang yang mengaku dari pemerintahan.

Ketika itu, orang yang mengaku dari pemerintahan itu berjanji memberikan bantuan berupa mesin jahit. Syaratnya, tempat usahanya harus difoto.

“Tapi setelah difoto, juga tidak pernah dapat bantuan mesin jahit,” ucap Sutardi.

Tak jarang justru Sutardi sendiri yang turun ke lapangan dan memberikan pelatihan secara langsung kepada UMKM konveksi untuk meningkatkan kualitas produksi. Hasilnya, tidak mengecewakan.

Produk-produk Farah Button memiliki kualitas yang baik dan bisa bersaing ke pasar ekspor. Terbukti, koleksi Farah Button sudah bisa dinikmati pelanggan di Jepang.

Namun, ia menyadari keterbatasannya. Tidak mungkin merangkul seluruh UMKM konveksi di Yogyakarta untuk diberi pelatihan.

Ia berharap pemerintah bisa memberikan perhatian dan tidak mengabaikan UMKM konveksi di Yogyakarta.

“Termasuk dipermudah untuk mendapatkan modal usaha dan bisa mendampingi dalam produksi serta memberikan pelatiham sehingga mereka bisa memiliki wadah dan menjadi lebih maju,” ucap Sutardi.

Melalui talkshow yang digagasnya ini, Sutardi ingin memberikan pengarahan kepada semua orang tentang bisnis fesyen dan memberikan kesempatan kepada UMKM konveksi di Yogyakarta agar bisa lebih dikenal dan diberikan kesempatan untuk lebih maju.

Selain Sutardi, talkshow ini juga menghadirkan Isa Setyawan pemilik brand fesyen Gorilland yang juga berkolaborasi dengan UMKM konveksi di Yogyakarta. Dua pelaku UMKM konveksi Yogyakarta juga turut hadir, Egi Mashita, pemilik Nifira Konvek dan Ratu Sabilla, pemilik Asiatik Work.

Menurut Egi, sejak Nifira Konvek berdiri pada 2020 dan sampai saat ini membawahi 55 karyawan belum mendapatkan akses bantuan dari pemerintah sama sekali, baik dalam bentuk permodalan maupun pelatihan.

Padahal, dalam menjalankan usahanya tantangan terbesar adalah menghasilkan pakaian dengan harga jasa yang terjangkau dan berkualitas serta mengelola sumber daya manusia.

“Harapan saya UMKM konveksi dilirik pemerintah, jadi bisa berkembang dan lebih baik lagi,” ujarnya yang bekerja sama dengan Farah Button sejak awal 2023.

Hal senada juga diutarakan, Ratu Sabilla yang sudah berkolaborasi dalam produksi Farah Button sejak Desember 2021.

“Jika pemerintah memberikan dukungan nyata, kualitas produksi Asiatik Work bisa meningkat dan menerima pesanan secara berkelanjutan,” tuturnya.

Ratu berpendapat tantangan terbesar dalam menjalankan usaha konveksi adalah memenuhi kuota produksi setiap minggu. Setiap penjahit mempunyai target yang harus dihasilkan per minggu.

“Jadi, jangan sampai kain datang terlambat dari pelanggan atau pun kain dari team cutting terlambat supaya pekerjaan selalu tersambung terus,” ucapnya.

Video Terkini