Sukses

Hutan Mangrove di Gorontalo Dibabat Demi Investasi Tambak

Kerusakan kawasan mangrove di Gorontalo telah mencapai 67 persen.

Liputan6.com, Gorontalo - Ancaman kerusakan hutan mangrove di Gorontalo masih menjadi perhatian. Khususnya, hutan mangrove yang ada di wilayah Kabupaten Pohuwato. Setiap tahunnya, ada saja hutan mangrove yang dibabat demi kepentingan investasi.

Padahal secara ekologis, hutan mangrove memiliki banyak fungsi utama menjamin habitat dari flora dan fauna yang ada di hutan itu. Di antaranya, hutan mangrove menjadi daerah pemijahan (spawning ground), daerah mencari makan (feeding ground), serta daerah asuhan (nursery ground) bagi biota laut.

Di Provinsi Gorontalo sendiri, berdasarkan data Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Provinsi Gorontalo, kerusakan kawasan mangrove di Gorontalo telah mencapai 67 persen. Hal itu diakibatkan oleh tambak yang menjadi penyumbang terbesar kerusakan hutan mangrove di Gorontalo, paling besar di Kabupaten Pohuwato.

Seperti yang tercantum dalam SK Menhut no 325/Menhut-II/2010 tentang penunjukan kawasan hutan di Provinsi Gorontalo, Pohuwato memiliki kawasan hutan terluas yakni 473.273 hektar. Hutan itu terdiri dari hutan lindung, hutan produksi terbatas, hutan SA, hutan produksi tetap, hutan produksi yang dapat dikonversi dan areal penggunaan lain. Dari jumlah tersebut, luas kawasan hutan mangrove sekitar 15.600 hektare.

Namun sayang, dari data Dinas Kehutanan, terdapat 8.233 hektare hutan mangrove di daerah tersebut berubah fungsi menjadi tambak. Jumlah itu tersebar di Kecamatan Paguat 158 hektare, Kecamatan Marisa 198 hektare, Duhiadaa 978 hektare, Patilanggio 336 hektare, Randangan 2.403 hektare, Wonggarasi 2.473 hektare, Lemito 500 hektare, Popayato Timur 0,32 hektare, Popayato 673 hektare, dan Popayato Barat 507 hektare.

2 dari 2 halaman

Cerita Penjaga Hutan Mangrove

Umar Pasandre, aktivis lingkungan yang juga penjaga mangrove di pesisir Torosiaje, mengatakan, tambak memang menjadi ancaman yang cukup serius untuk kelestarian mangrove di Gorontalo.

Di kawasan pesisir Torosiaje, dirinya beberapa kali bermasalah dengan pengusaha tambak yang mencoba merusak hutan mangrove yang sudah dijaganya lebih dari dua dekade itu.

Bahkan, beberapa kali ia berhadapan dengan hukum hingga ke Polres Pohuwato untuk melindungi hutan mangrove yang berada di tempat tinggalnya itu.

Tidak hanya itu, rumah Umar pernah didatangi sejumlah warga yang ingin melakukan protes kepadanya atas larangan untuk menebang mangrove. Mereka sedang mencoba membuat tambak ikan di kawasan mangrove itu.

Tetapi, usaha mereka mendapatkan perlawanan dari Umar yang melarang rencana mereka itu. Katanya, kondisi saat itu nyaris ricuh karena masyarakat sekitar diprovokasi menggunakan minuman keras oleh pengusaha tambak untuk melawannya. Bahkan, pemerintah desa saat itu pun terpengaruhi.

“Kebanyakan, kasus-kasus tambak illegal itu dilakukan oleh orang-orang dari luar kawasan Torosiaje," kata Umar.

Menurutnya, para investor tambak itu memanfaatkan warga Torosiaje untuk melakukan protes kepada dirinya. Agar rencana mereka itu tidak dilarang.

"Waktu itu, beberapa aktivitas mereka terhenti dan ada beberapa alat berat berhasil diamankan pihak kepolisian,” ujarnya.

Umar Bercerita, bahwa dirinya banyak merasakan tekanan dari berbagai pihak atas sikapnya yang melarang aktivitas tambak di kawasan hutan mangrove.

Bahkan, dirinya beberapa kali di fitnah dan dituding melakukan hal-hal yang melanggar hukum. beberapa kali dipengaruhi dengan finansial demi mencekalnya. Namun, Umar tidak gentar sedikitpun. Ia tak ingin berpaling dari niatnya menjaga hutan mangrove yang dilakukan selama separuh hidupnya.

“Saya kalau meninggal hanya untuk kebenaran untuk menjaga lingkungan, tidak masalah. Nyawa, saya pertaruhkan untuk tetap menjalankan niat saya ini menjaga hutan mangrove di kampung saya ini,” ia menandaskan.