Sukses

Lima Budaya Gorontalo Ini Jadi Warisan Budaya Takbenda Indonesia

Wolimomo adalah pakaian tradisional perempuan suku Gorontalo. Wolimomo merupakan salah satu pakaian adat kebesaran yang wajib digunakan pada berbagai upacara adat, salah satunya pada saat akad nikah.

Liputan6.com, Gorontalo - Lima Budaya Gorontalo kembali ditetapkan menjadi Warisan Budaya Takbenda (WBTB) Indonesia tahun 2023 oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud Ristek. Total sudah ada 49 budaya Gorontalo yang telah ditetapkan menjadi WBTB Indonesia.

Lima budaya Gorontalo yang ditetapkan menjadi WBTB tahun ini yaitu wolimomo, paluwala, molunggelo, tidi lo bituo, serta mandi safar Atinggola. Wolimomo adalah pakaian tradisional perempuan suku Gorontalo. Wolimomo merupakan salah satu pakaian adat kebesaran yang wajib digunakan pada berbagai upacara adat, salah satunya pada saat akad nikah.

Kemudian, Paluwala merupakan pakaian tradisional yang digunakan mempelai pria dalam resepsi pernikahan. Selain itu, Paluwala juga digunakan oleh para pria suku Gorontalo dalam berbagai kegiatan yang sakral.

Selanjutnya ada tradisi molunggelo, yaitu menidurkan bayi pada buaian yang dilakukan turun temurun oleh masyarakat Gorontalo sebagai ungkapan kasih sayang ibu. Biasanya, tradisi ini dilakukan kepada bayi yang baru dilahirkan.

Tidi lo bituo adalah salah satu tarian tua dari delapan tarian klasik Gorontalo. Tarian ini menggambarkan hak asasi wanita untuk menuntut keadilan, kebenaran, dan memutuskan sesuatu dengan bijaksana.

WBTB terakhir adalah tradisi mandi safar di Atinggola. Tradisi ini dilakukan setiap bulan Safar dan bermakna untuk membuang sial serta membersihkan diri dari segala dosa. Selain itu, kepercayaan Gorontalo bahwa mandi safar dipercaya sebagai penolak bala.

Upaya pelestarian budaya daerah menjadi perhatian serius Penjabat Gubernur Gorontalo Ismail Pakaya. Salah satu langkah konkret yang diambil adalah dengan menampilkan kesenian musik tradisional Gorontalo secara rutin di halaman rumah jabatan gubernur.

Pagelaran musik tradisional tersebut dilaksanakan dua minggu sekali, setiap malam minggu. Selain itu, diisi dengan penampilan para siswa maupun komunitas masyarakat lainnya.

“Mau ada yang nonton ataupun tidak, tetap isi malam minggu itu dengan kesenian tradisional. Masyarakat bebas keluar masuk ke rumah jabatan supaya bisa menonton atau duduk-duduk sambil mendengarkan atau melihat kesenian tradisional,” tutur Ismail.

“Ini menjadi tantangan kita bersama, Apalagi berbicara tentang budaya itu meliputi empat hal, yaitu perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan,” tandasnya.

Simak juga video pilihan berikut: