Sukses

Ada Sisipan Bacalon Presiden dalam Tayangan Azan, Akademisi Sebut KPI Lupa Aturannya Sendiri

keputusan KPI Pusat yang menyebut tampilnya bakal calon presiden di program siaran Adzan Magrib tidak melanggar ketentuan Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS), menunjukkan lembaga negara independen tersebut tidak ingat pada aturan yang dibuatnya sendiri.

Liputan6.com, Bandung - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dianggap sudah lupa terhadap aturan yang telah ditetapkannya terkait dengan azan yang disisipi adegan bersuci seorang yang digadang-gadang sebagai bakal calon Presiden pada pemilu 2024 mendatang, jelas-jelas ada dalam Peraturan KPI tentang Standar Program Siaran (SPS) Tahun 2012.

Itu dikatakan oleh Dosen Jurnalistik dan Penyiaran Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM), Nursyawal, usai diskusi membahas tema posisi KPI dalam Pemilu yang diikuti kelompok diskusi dosen komunikasi di Bandung serta Sakola Nusa.

Menurut Nursyawal, keputusan KPI Pusat yang menyebut tampilnya bakal calon presiden di program siaran Adzan Magrib tidak melanggar ketentuan Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS), menunjukkan lembaga negara independen tersebut tidak ingat pada aturan yang dibuatnya sendiri.

"Anehnya, meski memutuskan tidak melanggar aturan, KPI mengimbau agar program siaran tersebut tidak lagi ditayangkan untuk menjaga Pemilu 2024 berlangsung damai. Ini jelas provokasi dari sebuah lembaga negara, terhadap kedamaian pemilu, karena menuduh tayangan azan dapat membuat pemilu berlangsung tidak damai," ujar Nursyawal dalam siaran persnya, Bandung, Jumat, 15 September 2023.

Nursyawal mengatakan KPI seharusnya tegak lurus melaksanakan tugas dan wewenangnya saja, yaitu mengawasi isi siaran berdasarkan aturan yang ditetapkannya sendiri, yaitu P3 dan SPS.

Dalam SPS Pasal 58 ayat 5 tertulis azan sebagai tanda waktu salat dilarang disisipi dan atau ditempeli (built in) iklan.

KPI nampaknya hanya melihat sisipan adegan bakal calon presiden di program siaran azan magrib itu sebagai bukan iklan.

"Padahal menurut definisi yang tertulis pada buku Etika Pariwara Indonesia, Edisi ke-3, Cetakan ke-1, amanden tahun 2020, Bab II Pedoman, Sub D. Definisi, poin 12, ada definisi lain selain iklan yaitu iklan layanan masyarakat (ILM) yang merupakan pesan komunikasi publik yang tidak bertujuan komersial tentang gagasan atau wacana, untuk mengubah, memperbaiki, atau meningkatkan sesuatu sikap atau perilaku dari sebagian atau seluruh anggota masyarakat," kata Nursyawal.

 

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 2 halaman

Rekomendasi ke KPI

Nursyawal yang juga mantan Komisioner KPI Jawa Barat menambahkan, pada poin 15 buku Etika Pariwara Indonesia disebutkan iklan nirkomersial sebagai suatu bentuk komunikasi melalui berbagai media yang tidak memiliki tujuan komersial, seperti iklan kebijakan publik, iklan pamong, iklan layanan masyarakat tanpa mencantumkan identitas perusahaan dan atau produk.

Seharusnya lanjut Nursyawal KPI bersikap, sisipan adegan tokoh publik dalam azan itu adalah iklan layanan masyarakat dan iklan nirkomersial.

Sehingga masuk dalam aturan Pasal 58 ayat 5 SPS, karena merujuk definisi iklan pada SPS KPI Tahun 2012, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 poin 20 dan 22 iklan adalah sebagai informasi komersial dan layanan masyarakat.

"Konsekuensinya, KPI Pusat seharusnya memberi sanksi teguran," tukas Nursyawal.

Adanya kejadian ini, Nursyawal meminta KPI Daerah menegur KPI Pusat atas kelalaian itu, agar pemilu benar-benar damai dan media massa televisi tidak disalahgunakan oleh pemilik media yang partisan.

Sekaligus melindungi para pekerja media yang terancam keamanannya jika pemilik media memaksa isi media miliknya berpihak pada kontestan tertentu.

Nursyawal meminta agar pembuat iklan mengingat ikrarnya pada Tahun 2020 ketika menyepakati Etika Pariwara Indonesia, yaitu menjadikan periklanan mampu meningkatkan kontribusinya untuk peradaban dan perekonomian Indonesia dengan membangun periklanan nasional yang sehat, jujur dan bertanggung jawab.