Sukses

Kuasa Hukum Zainal Muttaqin: Kasus Ini Harusnya Diselesaikan di Pengadilan Perdata

Sidang lanjutan terhadap kasus penggelapan aset perusahaan yang dilakukan mantan direktur PT Duta Manuntung dan PT Jawa Pos Jaringan Media Nusantara digelar PN Balikpapan. Kuasa Hukum terdakwa, Sugeng Teguh Santoso menyatakan kasusnya tidak layak masuk persidangan pidana.

Liputan6.com, Balikpapan - Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan kembali menggelar sidang lanjutan dalam kasus penggelapan aset perusahaan yang diduga dilakukan mantan Direktur Utama PT Duta Manuntung (Kaltim Post) dan PT Jawa Pos Jaringan Media Nusantara (Jawa Pos) Zainal Muttaqin.

Sidang yang digelar pada Senin (18/9/2023) siang itu beragendakan pembacaan eksepsi atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sidang ini pun dipimpin oleh Majelis Hakim yang terdiri Ibrahim Palino, Lila Sari, dan Imron Rosyadi. Serta JPU Hasriani.

Usai mengikuti sidang, Kuasa Hukum terdakwa, Sugeng Teguh Santoso menyatakan kasusnya tidak layak masuk persidangan pidana. Akan tetapi lebih pada persengketaan kepemilikan aset berupa tanah atas nama Zainal Muttaqin yang kini dipersoalkan PT Duta Manuntung.

"Harusnya PT Duta Manuntung memastikan dahulu kepemilikan aset tanah tersebut sebelum membuat laporan, perkara ini tidak layak masuk dalam persidangan pidana. Diselesaikan dengan gugatan perdata," ungkap Sugeng.

Terlebih menurut Sugeng, dakwaan yang dilakukan JPU terlihat rancu dalam menentukan pihak pelapor kasusnya. Apakah PT Duta Manuntung atau PT Duta Banua Banjar.

Dia pun mempertanyakan kepastian terjadinya peristiwa pidana ini sesuai dakwaan kejaksaan yang dianggapnya membingungkan. Sesuai penerapan Pasal Primer 374 tentang Penggelapan dalam Jabatan dan Subsider 372 KUHP tentang Penggelapan.

Apakah terjadi dalam tahun 1993 atau 2016. Kalaupun terjadi tahun 1993, menurut Sugeng, kasusnya penggelapan ini sudah daluwarsa sesuai Pasal 78 KUHP tentang Tenggang Waktu Kasus Pidana Penggelapan. Batas masa tenggang waktunya adalah maksimal 12 tahun.

"Kalau terjadi tahun 1993 ini terdakwa harus dilepas secara hukum," tegasnya.

Sedangkan bila kasusnya terjadi 2016, menurut Sugeng, akan makin tidak masuk akal mengingat Zainal Muttaqin tidak lagi menduduki jabatan Direktur Utama PT Duta Manuntung. Sehingga kecil kemungkinan melakukan pidana penggelapan sesuai tuduhan JPU.

Jaksa mendakwa Zainal Muttaqin atas penggelapan aset perusahaan selama memimpin PT Duta Manuntung kurun waktu 1993 hingga 2012. Mantan bos Jawa Pos ini dijerat dengan ketentuan Pasal 372 dan 374 KUHP tentang Penggelapan Aset dengan ancaman hukuman 4 hingga 6 tahun kurungan penjara.

2 dari 2 halaman

Harapkan Putusan yang Adil

Kuasa Hukum Mansyuri menambahkan, PT Duta Manuntung pada dasarnya menyadari dalam pembuktian kasus kepemilikan tanah harus diselesaikan lewat persidangan perdata. Dalam penentuan kepemilikan empat objek tanah kasus pidana berlokasi di Banjarbaru dan Balikpapan.

Pada kasus yang lain, kata Mansyuri, PT Duta Manuntung mengajukan gugatan perdata atas empat bidang tanah di Tenggarong, Bontang, Sangata, dan Balikpapan. Kasusnya pun didaftarkan dalam gugatan perdata di Pengadilan Negeri Balikpapan pada 2021 lalu.

"Kasusnya memang berbeda dengan kasus pidana ini sehubungan objek tanahnya. Tapi status tanahnya mirip. Seluruh tanah juga atas nama Zainal Muttaqin," paparnya.

Khususnya dalam perdata ini, menurut Mansyuri, tahapannya sudah dalam proses pemeriksaan kasasi di Mahkamah Agung (MA). Pelapor memenangkan atas tiga objek tanah dan sisanya dimenangkan Zainal Muttaqin.

"Kasusnya belum inkrach dan belum mempunyai kekuatan hukum tetap, semua masih bisa terjadi," tegasnya.

Lebih lanjut, Sugeng mengharapkan adanya integritas dari majelis hakim dalam memutuskan seadil-adilnya kasus ini sesuai fakta hukum disampaikan pengacara.

Dalam prosesnya, ia mengaku menemui kejanggalan proses penyidikan kasus ini, selama di kepolisian hingga kemudian ditangani kejaksaan. Zainal Muttaqin semestinya dibebaskan dari segala tuduhan kasus pidana penggelapan.

"Kami mengharapkan integritas majelis hakim dalam memutuskan kasus ini," ujar Sugeng.

Ia lantas merujuk pada 81 KUHP Jo PERMA RI Nomor 1 Tahun 1956 Jo SEMA RI Nomor 4 Tahun 1980 tentang Kasus Pidana yang Pokok Persoalannya Masuk ke Dalam Hukum Perdata. Hukum pidana seperti ini diatur mengenai prejudicial gescil di mana kasusnya harus diputuskan dahulu mengenai sengketa keperdataan.

Persidangan akan dilanjutkan dengan agenda mendengarkan pendapat jaksa atas keberatan kuasa hukum terdakwa pada Kamis 21 September 2023.