Liputan6.com, Yogyakarta - Masyarakat Yogyakarta memanfaatkan daluang atau dluwang sebagai media tulis kuno untuk menuliskan naskah-naskah lama. Daluang merupakan kertas yang berasal dari kulit pohon glugu atau pohon saeh.

Beberapa wilayah di Nusantara memang memanfaatkan daluang sebagai sarana pendukung utama bagi penulisan naskah atau tradisi tulis. Hal itu juga terjadi di masa pra-Islam yang tak hanya memanfaatkan duluang sebagai media tulis tetapi juga bahan pakaian para pertapa atau kelengkapan upacara keagamaan.
Mengutip dari kebudayaan.jogjakota.go.id, nama latin dari pohon ini adalah Broussonetia papyrifera vent, yang dalam bahasa Inggris lebih dikenal dengan sebutan paper mulberry. Bagian dari pohon yang digunakan sebagai media tulis adalah kulitnya.
Advertisement
Selain sebagai media tulis, kulit pohon ini juga digunakan sebagai media lukis. Kertas yang dihasilkan dari daluang cukup kuat dan tahan lama.
Baca Juga
Sementara itu, pemanfaatan duluang sebagai media tulis naskah-naskah lama dapat dilihat di Museum Sonobudoyo. Selain itu, ada juga koleksi wayang bébér di Dusun Gelaran, Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Gunungkidul.
Wayang bébér merupakan lembaran-lembaran kertas (beberan) yang bergambar tokoh-tokoh atau adegan dalam cerita wayang. Wayang ini dimainkan dengan cara membuka (digelar atau dibeber) lembaran-lembaran kertas pada wayang secara berurutan sesuai dengan adegan yang terdapat dalam cerita wayang.
Sementara itu, untuk membuat kertas dari duluang dibutuhkan waktu sekitar tujuh hingga delapan hari. Pembuatan kertas duluang dimulai dari memotong dan mengupas kulit terluar maupun kulit lapisan kedua dari batang pohon, sedangkan lapisan ketiga digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kertas daluang.
Selanjutnya, batang pohon yang telah dikupas itu direndam selama sekitar dua hari. Selanjutnya, adalah proses fermentasi tanpa tambahan apapun menggunakan daun pisang selama tiga hingga lima hari.
Setelah itu, batang ditempa hingga berbentuk pipih menggunakan kuningan yang beralas kayu. Semakin lama dipukul, batang kayu akan semakin melebar dan tipis.
Pada proses ini, pembuat kertas duluang juga bisa menyesuaikan ketebalan kertas yang diinginkan. Kemudian, lembaran kayu yang telah menjadi kertas diangin-anginkan hingga kering dan digosok menggunakan batu halus supaya menghasilkan kertas dengan kualitas yang bagus.
Pemanfaatan daluang sebagai media dalam tradisi tulis-menulis ini lebih terlihat di masa Islam. Penggunakan kertas daluang banyak juga banyak digunakan di lingkungan pesantren serta kebutuhan administrasi pemerintah lokal. Keberadaan kertas daluang pun sudah diakui, salah satunya dengan ditetapkan sebagai warisan budaya.
Â
Penulis: Resla Aknaita Chak