Sukses

Meminta Karomah Raja Sriwijaya untuk Bantu Masyarakat Pulau Rempang Batam

Masyarakat Palembang yang tergabung dalam Gempar Rempang menggelar aksi penolakan penggusuran masyarakat di Pulau Rempang Batam karena adanya investasi perusahaan kaca asal Tiongkok.

Liputan6.com, Palembang - Penggusuran masyarakat di Pulau Rempang Batam akan dilakukan pemerintah, untuk memuluskan megaproyek kawasan sektor industri, perdagangan, hunian, dan pariwisata yang terintegrasi.

Bahkan, Pulau Rempang dengan luasan lebih dari 17.000 hektare sudah dilirik oleh Xinyi Group, perusahaan kaca terbesar di dunia asal Tiongkok yang akan berinvestasi senilai USD11,5 miliar atau sekitar Rp174 triliun hingga 2080 mendatang.

Penggusuran tersebut membuat berang masyarakat Sumatera Selatan (Sumsel) yang tergabung dalam Gerakan Melayu Palembang Darussalam untuk Rempang (Gempar Rempang).

Gempar Rempang menggelar aksi 'Save Rempang. Stop !!! Kekerasan terhadap MAsyarakat Adat atas Nama Investasi', Kamis (21/9/2023).

Mereka terdiri dari Kerabat Kesultanan Palembang Darussalam, Bung Baja, Aliansi Masyarakat Peduli Cagar Budaya (AMPCB), Komunitas Budaya Batanghari 9 (Kobar 9), Yayasan Depati, Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Palembang, Komunitas Seniman Tri (KASTA) Palembang, Balarupa dan Mang Dayat Chanel.

Ada yang unik dari aksi penolakan penggusuran masyarakat di Pulau Rempang Batam. Bukan menyasar ke pemerintah, Gempar Rempang menggelar aksi di kawasan wisata Bukit Siguntang Palembang, yang merupakan lokasi pemakaman keturunan raja-raja dari Kerajaan Sriwijaya.

Keturunan Raja Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II dari Kerajaan Palembang Darussalam, Raden M Diradja Pangeran Ratu Jaya Wikrama yang juga dikenal sebagai SMB IV turut hadir dan menyuarakan penolakan penggusuran masyarakat di Pulau Rempang Batam.

Adanya persamaan keturunan Melayu antara Palembang dan Batam, membuat mereka tergerak untuk menuntut keadilan bagi masyarakat Pulau Rempang Batam.

"Kita sama-sama merasakan apa yang mereka rasakan. Kita berharap semoga kegiatan investasi itu, tidak mengubah kampung yang ada di sana. Jangan dihilangkan, tapi tetap jadi bagian dari masyarakat di sana dan budayanya tetap harus ada," ucapnya.

Dia berharap agar pemerintah lebih bijaksana dalam mengelola investasi di Pulau Rempang. Dengan menggunakan lahan seperlunya saja, tanpa menzolimi masyarakat di Pulau Rempang Bali.

Menurutnya, masyarakat Melayu di Pulau Rempang Batam adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), bukan musuh yang harus diancam dengan moncong senjata atau ancaman kekerasan.

"Kami mendengar jeritan-jeritan perjuangan saudara Melayu kami, yang begitu mengharu biru. Niat penguasa yang akan mneghapus 16 kampung adat dengan pengerahan kekuatan militer dan polisi adalah tindakan yang kejam," katanya.

 

2 dari 3 halaman

Raja Segentar Alam

Direktur Yayasan Depati yang juga Budayawan Sumsel, Ali Goik menuturkan, aksi Gempar Rempang dilakukan di Bukit Siguntang, karena kawasan tersebut merupakan bukit tertinggi dan hulu Melayu di Palembang.

"Kita juga meminta karomah dari hulu Melayu yakni Raja Segentar Alam. Karena pemerintah sudah zolim terhadap masyarakat adat di sana," ujarnya.

Tak hanya kawasan dataran saja yang akan dipakai untuk daerah investasi, tapi juga di lautan yang akan dialihfungsikan.

Dia berujar, proyek strategis nasional tersebut baru saja muncul dalam hitungan bulan. Tiba-tiba masyarakat di Pulau Rempang Batam digusur dengan alasan investasi.

"Meskipun dipindahkan, tapi di tempat yang tidak layak dan ini tidak bisa ditolerir. Di sana (Pulau Rempang) mereka hidup dan mencari makan. Budaya mereka di laut, bukan di gunung," ungkapnya.

 

3 dari 3 halaman

Saudara Bungsu Palembang

Gempar Rempang akan terus memberikan dukungan ke masyarakat di Pulau Rempang Batam, agar terus mendapatkan haknya di tanah kelahirannya.

Selain mengirimkan doa yang terbaik untuk masyarakat di Pulau Rempang Batam, Gempar Rempang juga siap berangkat ke Batam untuk membela warga Melayu di sana.

"Masyarakat Rempang adalah saudara bungsu Palembang, kita akan terus menolong keluarga kita di sana. Gempar Rempang berharap pemerintah bisa menarik mundur semua anggota TNI/Polri, karena masyarakt adat di sana harus dilindungi," katanya.

Dalam aksi tersebut, Gempar Rempang melakukan teaterikal, membuat lukisan kondisi Pulau Rempang hingga berziarah ke makam Raja Segentar Alam.

Mereka juga menggunakan pakaian adat Palembang yang kental dengan adat Melayu, sebagai bentuk dukungan terhadap masyarakat Melayu di Pulau Rempang Batam.