Liputan6.com, Pekanbaru - Puluhan bahkan ratusan trenggiling di Sumatera Utara dibantai dan diambil sisiknya. Organ berharga dari satwa pemakan serangga ini kemudian dikumpulkan oleh Maamun Simamora.
Sisik trenggiling ini sempat ingin dijual pria asal Padang Sidempuan itu di sekitar Sumatera Utara. Tersangka putar arah karena mendapatkan informasi harga sisik di Pekanbaru lebih mahal.
Baca Juga
Maamun akhirnya tertangkap oleh personel Subdit Tipiter Reserse Kriminal Khusus Polda Riau dibawah komando Kompol Andrie Setiawan SIK. Tersangka dan barang bukti 41 kilogram sisik beserta sebuah mobil sudah dibawa ke Polda Riau.
Advertisement
Menurut Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau AKBP Iwan P Manurung, sisik trenggiling di Pekanbaru berkisar antara Rp3 juta hingga Rp5 juta per kilo. Harga itu naik kali lipat jika sampai ke pasar gelap internasional.
"Bisa hingga Rp40 juta per kilo," kata Iwan didampingi Kompol Andrie Setiawan, Senin siang (25/9/2023).
Iwan menerangkan, tersangka merupakan pemilik, bukan pemburu. Tersangka mendapatkan sisik itu dari sejumlah pemburu trenggiling di Padang Sidempuan.
Perkiraan penyidik, 1 kilogram berasal dari 5 hingga 7 ekor trenggiling. Penyidik menduga 41 kilogram itu berasal dari 40 sampai 50 lebih trenggiling yang telah dibantai.
Namun menurut Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan Sustyo Iriyono, per 1 kilogram sisik bisa berasal dari 3 ekor trenggiling.
"Ada 41 kilogram, 3 ekor bisa 1 kilogram, ratusan lebih trenggiling," kata Sustyo.
Â
Peran Penting
Sustyo menjelaskan, trenggiling punya peran penting dalam ekosistem hutan. Trenggiling sebagai penentu karena fungsinya sebagai pemakan serangga.
Sustyo berharap jaringan tersangka diungkap karena dia yakin tersangka bukan yang terakhir. Penyidik diharap meminta keterangan tersangka secara detail.
Terkait ancaman maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp100 juta, Sustyo menilai itu terlalu ringan. Pihaknya jauh hari sudah mengajukan revisi Undang-Undang Perlindungan Ekosistem Hayati.
"Masih berproses dan semoga bisa cepat selesai," kata Sustyo.
Sementara menurut Kepala BBKSDA Riau Genman Suhefti Hasibuan, trenggiling merupakan penentu keberlangsungan hutan. Kebiasaannya memakan semut ataupun serangga lainnya bisa menjaga keberlangsungan kayu ataupun pohon di hutan.
"Dari sisi ekologis sebagai pengatur kesuburan tanah, memakan semut agar kayu terjaga, banyak semut atau serangga kayu cepat mati sehingga hutan bisa rusak, hutan tidak ada ke depannya," kata Genman.
Trenggiling merupakan satwa nokturnal atau aktif pada malam hari. Trenggiling biasanya hidup di hutan sekunder dan banyak diburu karena harganya sangat tinggi.
"Organ trenggiling biasanya digunakan sebagai bahan kosmetik dan sebagian kecil digunakan untuk kerajinan tangan," kata Genman.
Trenggiling tersebar di berbagai hutan di Pulau Sumatra, Kalimantan, Papua dan masih terpantau di Jawa. Namun keberadaannya kini kritis karena maraknya perburuan sehingga terancam punah.
Advertisement