Sukses

Beda Pendapat soal Pengadaan Kapal Mewah Rp9,8 Miliar Pemprov Sultra

Penyidik Tipidkor Polda Sulawesi Tenggara, menyelidiki dugaan kasus korupsi kapal mewah Pemprov Sulawesi Tenggara, diduga merugikan negara karena barang yang dibeli merupakan barang selundupan.

Liputan6.com, Kendari - Kantor Bea Cukai Kendari, mengungkap sejumlah kejanggalan terkait kasus dugaan korupsi kapal mewah senilai Rp9,8 miliar milik Pemprov Sulawesi Tenggara. Dari keterangan pihak Bea Cukai, kapal buatan perusahaan Azimuth asal Jerman, bermasalah saat dibeli melalui proses lelang oleh Pemprov Sulawesi Tenggara pada 2020 lalu.

Saat kapal diamankan di Kota Kendari atas perintah Bea Cukai Marunda Jakarta Utara, pihak Bea Cukai menemukan status kapal ternyata masih sebagai barang impor sementara. Padahal, dalam aturannya, kapal mesti berstatus impor pakai ketika masuk dalam proses jual-beli di negara tujuan.

Fakta lainnya, kapal mewah ini berstatus barang bekas saat Pemprov membeli melalui proses lelang pada tahun 2020. Menurut Humas Bea Cukai Kendari Arfan Maksun, kapal mewah ini sudah masuk ke Indonesia sejak 2019. Saat itu, digunakan untuk tujuan wisata mengunjungi sejumlah wilayah di Indonesia.

Kemudian, kata Bea Cukai, Pemprov membeli kapal saat surat-surat kapal harus diurus kembali sebelum diperjualbelikan. Pihak perusahaan pengimpor kapal, dalam aturannya mesti memperpanjang masa berlaku kapal melalui Bea Cukai Marunda sebelum kapal diizinkan kembali beroperasi di Indonesia.

Terkait fakta-fakta ini, penyidik Polda beranggapan, belum ada dugaan mark-up dari lelang pengadaan kapal. Kasubdit Tipidkor Ditkrimsus Polda Sulawesi Tenggara Kompol Honesto menegaskan, polisi masih menemukan kesesuaian pengadaan kapal bekas senilai Rp9,8 miliar yang dibeli Pemprov Sulawesi Tenggara.

Keterangan Kasubdit Tipidkor bertentangan dengan sikap pihak Inspektorat Sulawesi Tenggara. Saat ini, inspektur daerah Provinsi Sulawesi Tenggara memutuskan menolak mengaudit dugaan korupsi kapal mewah senilai Rp9,8 miliar milik Pemprov. Sejak Polda meminta audit pada 24 Februari 2023, inspektur tidak berani mengeluarkan surat tugas kepada auditor untuk memulai investigasi.

Hal ini disampaikan Inspektur Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, Gusti Pasaru. Dia beralasan, takut akan ada masalah ke depannya jika dia memaksakan lembaganya mengaudit kapal.

"Kami belum memiliki auditor ahli untuk audit kapal mewah, sehingga berkas kami kembalikan ke Polda," ujar Gusti Pasaru kepada Liputan6.com, Senin (25/6/2023).

Salah satu alasan kekhawatiran inspektorat menolak mengaudit, sebab kapal pengadaan ini merupakan barang bekas. Ternyata, jika jadi dilakukan, ini pertama kalinya pihak inspektorat akan mengaudit pengadaan kapal bekas.

"Ini baru pertama kali pengadaan kapal atau kendaraan bekas," kata Gusti Pasaru.

Pengadaan kapal bekas, dianggap tidak menjamin kualitas, mutu dan lama masa pakai. Kata Gusti, selama ini pengadaan kendaraan di Pemprov merupakan barang baru.

"Kami khawatir, jika kami mengaudit tanpa adanya kompetensi dari auditor, kalau ada masalah di kemudian hari, yang disalahkan kami," ujar Inspektur Gusti Pasaru.

Menanggapi penolakan inspektorat, Dirkrimsus Polda Sulawesi Tenggara Kombes Pol Bambang Wijanarko mengatakan, Polda sudah mengalihkan permintaan audit ke pihak BPKP Sulawesi Tenggara.

"Pada tanggal 25 September kemarin penyidik sudah selesai ekspos dengan BPKP provinsi Sultra untuk dilaksanakan audit investigasi oleh BPKP, kita tunggu pelaksanaan audit investigasi oleh BPKP dan hasilnya," ujar Bambang Wijanarko

Diketahui sebelumnya, inspektorat ternyata sudah menolak berkas permintaan audit kapal pemprov Sulawesi Tenggara dari penyidik Polda, 18 September 2023. Sebelumnya, polisi sudah meminta audit ke inspektorat sejak 24 Februari 2023. Menurut Dirkrimsus Polda Sulawesi Tenggara Kombes Pol Bambang Wijanarko, inspektorat baru mengabari setelah 7 bulan lamanya terkait pembatalan audit.

 

2 dari 2 halaman

Bea Cukai Temukan Kejanggalan

Humas Bea Cukai Kendari Arfan Maksun memaparkan, awalnya kapal ini, masuk ke Indonesia sebagai barang impor sementara pada 2019. Pengurusan izin adminsitrasi kapal, dilakukan di Bea Cukai Marunda, Jakarta Utara.

Saat Bea Cukai Marunda mencari keberadaan kapal karena izin operasi sudah habis, ternyata kapal mewah ini, terpantau keberadaannya di Kota Kendari. Sehingga, Bea Cukai Marunda berkoordinasi dengan pihak Bea Cukai Kendari untuk mengamankan kapal.

"Izin kapal saat masuk Indonesia pada 2019 lalu, menggunakan vessel declaration (VD), umumnya izin ini hanya digunakan untuk tujuan wisata atau ikut event-event di wilayah Indonesia," ujar Arfan Maksun.

Vessel Declaration dalam istilah bea cukai berarti, administrasi pabean yang digunakan saat impor sementara dan sekaligus digunakan saat ekspor kembali atas kapal wisata asing dan atau suku cadang (spare parts).

"Kapal ini statusnya Impor sementara, berarti kapal tidak untuk diperjualbelikan. Berbeda dengan impor pakai," papar Arfan.

Arfan melanjutkan, karena masa izinnya sudah selesai (kedaluwarsa), harusnya kapal keluar dulu dari wilayah Indonesia. Untuk masuk kembali seperti semula, kapal tersebut harus mengurus ulang adminsitrasi di Bea Cukai Marunda.

"Namun, bukannya kembali ke luar negeri, kapal tersebut ke Kendari," ujar Arfan.

Dia mengungkapkan, pemilik kapal mengurus izin masuk impor sementara pada 2019 di Bea Cukai Marunda. Seharusnya, seperti biasa, izin masuk sudah habis masa berlakunya pada 2020.

Dia melanjutkan, alasan pihak Bea Cukai menahan kapal ini, karena izin kapal sudah selesai masa berlakunya. Namun, kapal masih berada di Indonesia dan sudah dua tahun lebih lamanya sejak 2020.

Terkait kasus ini, Polda Sulawesi tenggara sudah memeriksa sekitar belasan orang saksi. Di antaranya, biro umum Pemprov Sulawesi Tenggara, PPTK dan PPK proyek, direktur perusahaan pemenang lelang PT Wahana dan pemilik kapal.