Sukses

Apa Itu Karmin? Zat Pewarna Alami Berasal dari Serangga

Saat ini, zat pewarna alami Karmin tengah menjadi perhatian publik karena terbuat dari serangga. Adapun sebagian masyarakat muslim khawatir apakah zat tersebut halal atau haram untuk dikonsumsi.

Liputan6.com, Bandung - Baru-baru ini masyarakat Indonesia dihebohkan dengan informasi mengenai zat pewarna Karmin. Pasalnya, Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur mengimbau warga NU untuk tidak mengonsumsi produk yang mengandung karmin.

"Kalau seumpama melihat ada kode 120 di makanan atau make up supaya dihindari, karena sudah diputuskan haram menurut mazhab Syafi’i," ujar Katib Suriyah PWNU Jawa Timur KH Romadlon Chotib mengutip dari Antara.

Diketahui keputusan haram tersebut berdasarkan dari hasil kajian LBM PWNU Jawa Timur berdasarkan dari Jumhur Syafi’iyyah. Sehingga penggunaan karmin sebagai bahan pewarna untuk makanan atau kosmetik tidak diperbolehkan.

Ia menjelaskan bahwa hukum najis salah satunya dikarenakan adanya unsur hasyarat atau bangkai serangga. Meskipun pada proses pengolahannya wujud tersebut sudah tidak tampak.

"Sudah difermentasi menjadi bahan yang tidak kelihatan serangganya karena menjadi warna yang bagus untuk makanan. Serangga itu dari hama pohon-pohon dan itu merupakan sesuatu yang menjijikan kalau menurut mazhab Syafi’i," ujarnya.

Saat ini, pihaknya juga berharap pemerintah untuk bisa berkoordinasi dengan perusahaan produsen makanan, minuman, dan kecantikan untuk bisa lebih memanfaatkan zat pewarna dari hasil olahan tumbuhan.

2 dari 3 halaman

Halalkah Karmin untuk Dikonsumsi?

Adapun terkait halal atau haramnya penggunaan karmin sebagai zat pewarna alami tersebut untuk saat ini berdasarkan Keputusan Komisi Fatwa MUI Nomor 33 Tahun 2011 menyebutkan jika zat tersebut halal.

Melansir dari halalmui.org dijelaskan jika serangga tersebut merupakan serangga yang hidup di atas kaktus dan makan pada kelembaban serta nutrisi tanaman. Adapun serangga tersebut dinilai mempunyai kesamaan seperti belalang dan darahnya tidak mengalir.

Sehingga melalui Fatwa MUI Nomor 33 Tahun 2011 menyebutkan jika zat pewarna makanan atau minuman dari serangga Cochineal (Karmin) dinyatakan halal selama bermanfaat dan tidak membahayakan.

Setelah ramai pemberitaan terkait karmin tersebut untuk saat ini belum ada konfirmasi baru dari MUI terkait hal tersebut. Namun jika berdasarkan fatwa di atas maka karmin sudah termasuk zat pewarna yang halal.

3 dari 3 halaman

Lantas Apa itu Karmin?

Melansir dari IAWP Wellness Coach Karmin adalah pewarna alami yang terbuat dari serangga berjenis cochineal atau kutu daun. Serangga ini hidup di daerah gurun dan menempel pada tanaman kaktus.

Serangga cochineal ini kemudian disortir dan dijemur untuk kemudian dihancurkan agar warna merah dari dalam tubuhnya bisa didapatkan untuk menjadi pewarna alami. Penggunaannya sudah termasuk aman untuk dikonsumsi asalkan tidak memiliki alergi terhadap pewarna tersebut.

Penggunaan karmin di Indonesia sendiri sudah mendapatkan izin untuk dikonsumsi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Selain itu penggunaan Karmin juga sudah mendapatkan fatwa halal berdasarkan dari Keputusan Komisi Fatwa MUI Nomor 33 Tahun 2011.

Melansir dari situs resmi MUI serangga cochineal merupakan binatang yang mempunyai banyak persamaan dengan belalang dan darahnya tidak mengalir. Baik pewarna makanan dan minuman yang menggunakan cochineal hukumnya halal sepanjang bermanfaat dan tidak membahayakan.