Sukses

Terima Iket, Pj Bupati Banyumas Janji Segera Teken Anggaran untuk Masyarakat Adat

PJ Bupati Banyumas juga mendapatkan keluhan terkait lembaga adat desa (LAD) yang hingga saat ini belum memiliki payung yang jelas sehingga dana desa tidak bisa meng-cover pengembangan dan pelestarian adat Banokeling

Liputan6.com, Jakarta - Penjabat (Pj) Bupati Banyumas Hanung Cahyo Saputro melakukan silaturahmi ke masyarakat adat Banokeling atau Bonokeling di Desa Pekuncen, Kecamatan Jatilawang, Kabupaten Banyumas. Ia meminta restu agar menjabat sebagai Pj Bupati Banyumas dapat memberikan pelayanan optimal kepada masyarakat.

Dalam kesempatan ini Hanung mendapatkan iket (penutup kepala) dari Tetua Adat Banokeling sebagai bentuk penghormatan dan restu.

Silaturahmi itu dilakukan tepat setelah upacara Hari Peringatan Kesaktian Pancasila dan Sarasehan bersama Pj Bupati Banyumas di Lapangan Tunggul Jati, Desa Pekuncen, Kecamatan Jatilawang, Minggu (1/10/2023). Sebelum berkunjung ke rumah adat masyarakat adat Banokeling, Hanung lebih dulu menggelar slametan atau doa bersama dan makan bersama warga di lapangan.

Doa bersama dipimpin oleh salah satu Tetua Adat Bonokeling dan Tokoh Agama Islam dilanjutkan dengan nguyeg tumpeng cekrek oleh Pj Bupati. Prosesi nguyeg tumpeng itu dilakukan dengan cara menekan dengan tangan pada tumpeng yang berisikan ingkung ayam yang tersimpan dalam gunungan nasi tersebut. Setelah itu nasi tumpeng di makan bersama-sama sembari berdialog banyak hal.

Usai prosesi nguyeg tumpeng dan makan bersama, Hanung bersama Bedogol (Rama Kiai Kunci) atau tetua dari masyarakat adat Bonokeling dan masyarakat setempat berjalan ke rumah adat. Mereka berjalan beriringan sejauh kurang lebih satu kilometer dari lapangan. Di kompleks rumah adat Bonokeling itu terdapat balai pesemuan yang digunakan untuk pertemuan, balai malang untuk meracik makanan, rumah Rama Kiai Kunci, dan kedaton.

"Saya berkunjung ke Bonokeling Desa Pekuncen. Ini wujud Desa Pancasila yang ada di Kabupaten Banyumas. Kami silaturahmi kepada tokoh-tokoh pemuka adat, agama dan tokoh masyarakat di sini. Hasilnya luar biasa. Senang sekali saya hari ini saya bisa bersilaturahmi," ujarnya usai berkunjung ke rumah adat Bonokeling.

Silaturahmi seperti itu, lanjut Hanung, akan terus berlanjut. Tidak hanya di masyarakat adat Bonokeling dan Desa Pekuncen saja tetapi juga ke desa-desa lain. Tujuannya adalah untuk bertemu masyarakat dan melihat lebih dekat acara dan prosesi sosial budaya di tempat itu.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 2 halaman

Akselerasi

"Kami harap terus berlanjut silaturahmi ke desa-desa lain terutama di Desa Pekuncen pada kesempatan lain, pada acara-acara yang lebih menarik. Ada ritual macam-macam, soal budaya, prosesi, dan sebagainya itu masih akan dilaksanakan di bulan-bulan berikutnya. Insyaallah saya akan datang," katanya.

Saat berada di rumah Rama Kiai Kunci, Hanung sempat sungkem dan meminta doa restu kepada tokoh adat. Permohonan itu ia sampaikan sesuai dengan aturan dan prosesi adat Bonokeling. Ia juga mendapatkan keluhan terkait lembaga adat desa (LAD) yang hingga saat ini belum memiliki payung yang jelas sehingga dana desa tidak bisa meng-cover pengembangan dan pelestarian adat Banokeling.

"Soal harapan itu sudah disampaikan oleh Pak Kades ya. Perdanya sudah ada ya, akan saya dorong. Senin besok akan saya panggil Sekda dan Asisten agar segera diakselerasi. Saya ingin cepat karena tanda tangan tidak butuh yang lain, hanya butuh saya. Biar ada kajian dulu secara akademis dan teknokratisnya seperti apa, regulasinya seperti apa biar ditata. Tapi saya ingin cepat, ini segera ditandatangani agar bisa cepat jalan," tegasnya.

Sementara itu, selama acara di Desa Pekuncen, Hanung terlihat memakai ikat kepala seperti yang dikenakan oleh masyarakat adat Banokeling. Ternyata ikat kepala itu merupakan ikat kepala adat yang sengaja diberikan oleh Rama Kiai Kunci saat Hanung tiba di Desa Pekuncen.

Kiai Mitro, juru bicara masyarakat adat Bonokeling, mengatakan iket (ikat kepala) itu memiliki makna filosofis bagi masyarakat adat Bonokeling. Yaitu, ikat kepala itu sebelum dipakai adalah selembar kain berbentuk segiempat yang melambangkan sedulur papat lima pancer.

"Setelah dilipat menjadi segitiga, itu adalah nur Muhammad terus Pangeran (Tuhan). Setelah dipakai itu istilahnya kakang kawah dengan bentuk seperti milik ibu (jalan kelahiran bayi). Pengikat di belakang itu istilahnya wangsul, menandakan bahwa manusia itu di dunia akan wangsul (pulang) kepada sang pencipta," pungkasnya.