Sukses

Profesor Ridi Ungkap Rahasia Sukses Meraih Gelar Profesor di Usia Muda

Prof. Dr. Ir. Ridi Ferdiana, S.T., M.T., IPM mengungkapkan caranya berhasil menjadi profesor muda UGM di usia yang terbilang masih muda.

Liputan6.com, Yogyakarta - Ridi Ferdiana pada bulan Juni lalu berhasil menyandang gelar profesor dan menjadikannya profesor muda UGM di usia 39 tahun. Kini ia menjadi nakhoda baru Direktorat Sistem dan Sumber Daya Informasi (DSDI) Universitas Gadjah Mada sejak Oktober tahun lalu.

Ridi sapaan akrabnya telah menjadi Dosen Teknik Elektro Fakultas Teknik UGM sejak tahun 2008 ini  mengurusi teknologi informasi di tingkat universitas. Di tangannya, ia bertanggung jawab melakukan pengelolaan dan pemeliharaan infrastruktur jaringan dan Internet di lingkungan universitas serta melakukan perencanaan, pengelolaan, pemeliharaan infrastruktur jaringan, pusat data, dan fasilitas komputasi yang handal.

Ridi mengaku beruntung ada perubahan aturan dan berkas syarat usulan profesor baru-baru ini dari Kemendikbud Ristek sehingga gelar profesornya bisa turun tahun ini.

"Antrean sudah agak lama sekitar dua tahun. Baru kemarin bulan Juni turun," katanya, di kantor DSDI UGM, Selasa (3/10/2023).

Ridi mengungkapkan sudah lima belas tahun mengajar di Fakultas Teknik UGM  dan menyelesaikan Pendidikan Sarjana, S2, dan S3 di Fakultas Teknik UGM.  Selama menjadi pengajar, Ridi yang memiliki kompetensi di bidang riset rekayasa perangkat lunak juga aktif melakukan penelitian dan mengaplikasikan riset berguna bagi masyarakat maupun perusahaan. Setiap tahun, rata-rata ia bisa mempublikasikan 1-2 dua riset baru yang diterbitkan di jurnal atau dipresentasikan dalam sebuah konferensi internasional. 

"Setahun kalau produktif, bisa 1 sampai 2 publikasi, satu jurnal dan satu konferensi. Kalau lagi apes, dua konferensi saja. Tiap tahun riset beda topik, karena tergantung pendanaan. Sangat bersyukur, pandanaan di UGM tidak sulit, ada dari Prodi, Fakultas maupun universitas ,"kata Ridi. 

Selain mengajar, kini Ridi juga mengurusi riset. Setiap hari ia selalu datang lebih pagi ke kampus dan pulang ke rumah hingga jam 5 sore. Sesekali ia datang ke perpustakaan untuk membaca buku. Saat itulah Ridi  bisa menghabiskan waktu hingga 3 jam untuk membaca buku dan menggali ide riset terbaru yang ingin ia lakukan.

"Ada ruang kecil di lantai tiga, di situ saya kumpulkan banyak buku untuk saya baca. Lalu buat resume satu-satu. Saya akan pilih ide riset yang mungkin bisa saya lakukan, misalnya riset untuk bujet yang bisa dipakai, paling tidak dapat bujet 15 juta dari prodi atau 300 juta dari fakultas," ujar profesor muda UGM ini

Tidak hanya itu Ridi juga berlangganan jurnal yang tidak disediakan oleh fakultas atau universitas guna mendukung risetnya. Beberapa kerja sama riset yang sudah dia lakukan diantaranya dengan Microsoft Jepang tahun 2019 tentang riset kecerdasan buatan berempati. 

"Yang kita lakukan bagaimana  AI itu paham unggah-ungguh. Bisa ngomong dengan user yang sebaya atau seumuran sehingga bisa lebih gaul," katanya. Riset lainnya adalah soal kebiasaan masyarakat dalam memulai percakapan saat mengetik pesan di sebuah aplikasi percakapan.

"Waktu itu saya riset soal perilaku masyarakat kita saat mengetik di smartphone. Kita sampai tahu anak SMP itu misalnya sering ngomong apa, ngobrol formal atau informal, menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa Jawa. Kita tahu keyboard virtual itu menyimpan apa yang sering kita tulis," jelasnya.

Ridi bahkan pernah meneliti soal bahasa kucing dengan mengumpulkan sampel 35 hingga 40 ribu video kucing. Hasil riset yang bekerja sama dengan Samsung ini diketahui suara kucing dan perilaku yang dilakukannya.

"Kita petakan berdasarkan ras kucing dan suaranya, suara  kucing ingin kawin, suara kucing lagi sedang marah, kita klasifikasi mood kucing. Sekitar 35-40 ribu video kucing kita kumpulkan dari youtube, lalu kita ekstrak audionya, kita koneksikan dengan deskripsi yang tertera di video itu. Angan-angan saya suatu saat nantinya dari gawai kita, bisa tahu suara kucing ketika lagi lewat, kita tahu ia lagi ingin apa, agar kita bisa kita tahu apa yang harus dilakukan," katanya.

Soal tips berhasil menjadi profesor muda UGM yang cepat seperti dirinya ia mengatakan harus konsisten. Ridi mengatakan seorang dosen tetaplah konsisten dalam mengajar dan riset secara bersamaan dan berani berkata tidak pada hal yang tidak sesuai dengan kompetensinya. 

"Misalnya kita ditawari sebuah pekerjaan tidak kompeten berujung jadi administrasi, lebih baik ditolak. Tidak semuanya kita tolak namun tidak semua kita terima, tapi ada personal target yang mesti kita gapai," katanya.

Masa mendatang Ridi  ingin menyelesaikan risetnya tentang digital sibling dimana orang bisa berinteraksi dengan saudara, kerabat kandung atau orang tua yang sudah meninggal secara digital lewat teknologi kecerdasan buatan (AI). 

"Orang yang sudah meninggal, bagaimana perilakunya bisa masuk ke AI. Harapan saya nantinya anak cucu bisa ngobrol dan berinteraksi. Dari perilaku, cara ngomong, hingga suara dibuat bisa semirip mungkin. Saya memikirkan kodenya (algoritma) seperti apa. Paling tidak bisa mulai dari diri saya sendiri," ujarnya.