Liputan6.com, Jakarta - Rumah Adat Sulah Nyanda adalah tempat tinggal tradisional yang ditempati oleh Suku Baduy. Nama Sulah Nyanda sendiri terinspirasi oleh bentuk atap rumah adat ini, yang mirip dengan posisi perempuan yang baru saja melahirkan, yaitu tidak tegak lurus dan bersandar.
Jika Anda melakukan perjalanan ke Provinsi Banten, Anda dapat dengan mudah menemukan rumah adat ini di Desa Kanekes, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
Asal usul Sulah Nyanda Rumah Baduy dapat ditelusuri hingga zaman kuno ketika masyarakat Baduy masih hidup sebagai komunitas agraris yang bergantung pada pertanian dan kehidupan desa.
Advertisement
Pembangunan Rumah Sulah Nyanda didasarkan pada panduan leluhur, dengan tujuan mencegah kerusakan lingkungan sekitar dan menjaga keberlanjutan Kampung Baduy. Selain itu, orientasi Rumah Sulah Nyanda biasanya menghadap ke utara dan selatan, yang memiliki makna filosofis tentang prinsip baik dan buruk.
Suku Baduy meyakini bahwa rumah bukan hanya tempat perlindungan fisik, tetapi juga mencerminkan kepribadian seseorang, sehingga proses pembangunannya harus mengikuti aturan adat. Rumah ini mewakili pemahaman bahwa manusia secara esensial adalah bagian dari alam dan hidup bersama dengan alam.Â
Â
Â
Fakta Unik Rumah Sulah Nyanda
Kesatuan dengan Alam
Informasi terkait dengan rumah adat dapat ditemukan dalam buku berjudul "Rumah Adat Nusantara" yang ditulis oleh Intania Poerwaningtias dan Nindya K. Surwanto pada tahun 2017. Buku tersebut menjelaskan bahwa Rumah Sulah Nyanda tetap terhubung dengan alam sekitarnya. Konstruksi rumah adat Banten ini terdiri dari bahan-bahan yang ditemukan di sekitar area tersebut. Fondasi bangunan menggunakan batu, sementara lantai rumah terbuat dari bambu yang telah dibelah.
Penyesuaian dengan Kontur Tanah
Rumah adat Banten memiliki struktur rumah panggung yang disesuaikan dengan kontur lahan di Banten. Oleh karena itu, tiang-tiang penyangga rumah ini memiliki tinggi yang berbeda-beda, sesuai dengan karakteristik tanah di sekitarnya. Dalam buku "Mengenal Rancang Bangun Rumah Adat Indonesia" karya Faris Al Faisal tahun 2017, disebutkan bahwa tinggi tiang rumah adat ini bervariasi tergantung pada kondisi tanah. Di area datar atau tinggi, tiang penyangganya lebih rendah, sementara di area yang miring, tiang penyangganya lebih tinggi. Untuk menjaga stabilitas, tiang-tiang ini menggunakan batu kali sebagai penopang.
Penggunaan Batu Kali dalam Konstruksi
Batu kali memiliki peran penting dalam lingkungan tempat tinggal suku Baduy, selain sebagai tiang penyangga, batu kali juga digunakan untuk mencegah tanah longsor. Menurut informasi dari situs resmi Pemerintah Provinsi Banten, pembangunan rumah adat ini melibatkan kerja sama komunitas dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada.
Ruang Tamu Tradisional
Dimensi rumah ini diukur dengan menggunakan tubuh pemiliknya sebagai acuan. Ketika mengukur tinggi pintu, kepala keluarga umumnya akan menggunakan telapak tangannya sebagai panduan untuk menentukan ketinggian pintu yang sesuai.
Sementara itu, lebar pintu diukur dengan cara kepala keluarga berdiri dan menentukan lebar pintu dengan mengukurnya dari pinggangnya.
Dalam rumah adat Banten, terdapat beberapa bagian yang memiliki fungsi yang berbeda. Di bagian depan Rumah Sulah Nyanda, terdapat area yang disebut sosoro yang berfungsi sebagai ruang tamu. Tamu-tamu tidak diizinkan masuk ke dalam rumah penghuni, sehingga area ini juga digunakan untuk bersantai dan kegiatan menenun bagi wanita. Area ini memiliki struktur yang melebar ke samping dan terdapat beberapa lubang di lantai.
Advertisement
Menjaga Warisan Budaya
Alasan Sulah Nyanda Rumah Baduy menjadi tradisi yang sangat penting dalam budaya masyarakat Baduy:
Pemeliharaan Warisan Budaya
Tradisi ini membantu dalam memelihara warisan budaya masyarakat Baduy. Rumah-rumah tradisional ini adalah bagian integral dari identitas budaya mereka, dan melalui Sulah Nyanda Rumah, mereka dapat memastikan bahwa generasi mendatang dapat mengenal dan memahami akar budaya mereka.
Keberlanjutan Lingkungan
Rumah-rumah Baduy dibangun dengan menggunakan bahan-bahan alami yang ramah lingkungan seperti bambu dan jerami. Dengan merawat dan memperbaiki rumah-rumah ini secara berkala, masyarakat Baduy juga berkontribusi pada pelestarian lingkungan dan penggunaan bahan-bahan yang berkelanjutan.
Penguatan Komunitas
Sulah Nyanda Rumah bukan hanya tentang perbaikan fisik rumah, tetapi juga tentang mengumpulkan komunitas. Selama proses perbaikan, anggota komunitas berkumpul untuk bekerja bersama-sama, membangun ikatan sosial yang kuat dan memperkuat hubungan antara anggota masyarakat.
Pendidikan Generasi Muda
Tradisi ini memberikan kesempatan untuk mendidik generasi muda tentang teknik-teknik tradisional dalam pembangunan dan pemeliharaan rumah. Mereka belajar dari orang tua dan leluhur mereka, memastikan bahwa pengetahuan ini tetap hidup dan berkembang.
Â