Sukses

Grant Thornton Apresiasi Bursa Karbon Indonesia

Bursa karbon yang baru dimiliki Indonesia akan makin melengkapi instrumen-instrumen pengurangan emisi yang diatur oleh pemerintah sebelumnya.

Liputan6.com, Jambi - Grant Thornton, organisasi global terkemuka yang menyediakan jasa audit, tax, dan advisory, mengapresiasi langkah pemerintah Republik Indonesia dalam pembentukan bursa perdagangan karbon. Bursa karbon yang baru dimiliki Indonesia akan makin melengkapi instrumen-instrumen pengurangan emisi yang diatur oleh pemerintah sebelumnya.

"Kehadiran bursa karbon ini dapat menjadi fondasi dasar bagi terciptanya ekosistem perdagangan karbon yang nantinya akan terintegrasi dengan aturan pajak karbon," kata Assurance & Advisory Partner Grant Thornton Indonesia Ciwi Paino dalam keterangannya, Selasa (10/10/2023).

Meski bursa karbon telah resmi diluncurkan di Indonesian, tetapi di sisi lain, kata Ciwi, masih ada tantangan nyata dalam mewujudkan ekonomi hijau dan berkelanjutan di Indonesia. Dia menyontohkan saat ini masih banyak masyarakat dan juga perusahaan belum memahami dan menyadari terkait pentingnya bursa karbon.

Sebab itu, kata dia, perlu adanya kesiapan dari pemerintah dalam menciptakan regulasi dan mekanisme perdagangan karbon. "Dan juga perlu pengaturan harga karbon yang baik dalam rangka mendukung terselenggaranya pasar karbon yang efektif dan efisien," ucap Ciwi Paino.

Grant Thornton--organisasi global terkemuka yang menyediakan jasa audit, tax, dan advisory, memiliki komitmen kuat dalam mendukung pemerintah mewujudkan strategi Net Zero Emission.

Adapun salah satu bentuk komitmen mereka, yaitu kata Ciwi, dengan mengadakan berbagai seminar edukasi mengenai aspek Environmental, Social, and Governance (ESG). Pada beberapa waktu lalu, mereka telah mengadakan seminar berjudul “Understanding Key Aspects of ESG Accounting in Indonesia”.

"Kami harapkan dapat membantu perusahaan-perusahaan dalam menetapkan strategi dan manajemen keberlanjutan serta membantu menyiapkan maupun meninjau laporan keberlanjutan mereka," kata Ciwi.

Mereka juga akan terus bekerja sama dengan berbagai pihak dalam mengedukasi baik perusahaan maupun masyarakat demi tercapainya aspirasi keberlanjutan dan transisi energi Indonesia agar target Net Zero Emission pada 2060 dapat tercapai sesuai dengan target dari Kementerian Keuangan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tentang Bursa Karbon

Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo telah resmi meluncurkan Bursa Karbon Indonesia (IDX Carbon) pada 26 September lalu. Bursa Karbon merupakan perdagangan karbon yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK).

Pembuatan bursa karbon ini merupakan bagian dari rencana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam roadmap Keuangan Berkelanjutan Tahap II 2021 - 2023. Komitmen tersebut ditunjukkan untuk membuka peluang dalam penerimaan pendanaan atau investasi di industri hijau yang lebih luas lagi.

Mengacu pada Peraturan OJK Nomor 14 Tahun 2023, bursa karbon adalah suatu sistem yang mengatur perdagangan karbon dan/atau catatan kepemilikan unit karbon. Sedangkan definisi perdagangan karbon adalah mekanisme berbasis pasar untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) melalui kegiatan jual beli unit karbon.

Dalam peluncurkan bursa karbon tersebut, Presiden Joko Widodo menyampaikan bursa karbon Indonesia merupakan kontribusi nyata Indonesia untuk berjuang bersama dunia melawan krisis akibat perubahan iklim. Menurut kepala negara hasil perdagangan karbon akan direinvestasikan pada upaya menjaga lingkungan khususnya pengurangan emisi karbon.

Selain itu, Presiden pun melihat potensi ekonomi dengan adanya perdagangan karbon ini yang diperkirakan berkisar Rp3.000 triliun yang diukur atas potensi kredit karbon sebesar 1 giga ton CO2.

Tidak hanya itu, sebagai wujud komitmen Indonesia dalam menyepakati perjanjian iklim global yang dikenal sebagai Perjanjian Paris (Paris Agreement). Pemerintah pun sedang dalam proses mematangkan implementasi pajak karbon di Indonesia yang diperkirakan akan mulai berjalan pada tahun 2025.

Seperti diketahui, pengenaan pajak karbon telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Dalam hal ini, pajak karbon akan dikenakan pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara dengan tarif Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini