Liputan6.com, Blora - Panas matahari begitu menyengat di Desa Tanjung, Kecamatan Kedungtuban, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Namun terik itu tak menyurutkan langkah kaki Sukisman untuk beranjak ke sawah.
Pria 62 tahun itu terus berjalan kaki menuju sawahnya sambil menenteng sebuah tabung gas LPG (Liquefied Petroleum Gas) yang dilengkapi regulator dan selang. Tak ketinggalan, alat linggis juga ikut dibawa.Â
Sukisman tahu betul kalau tabung gas LPG berukuran 3 kilogram yang dibawanya itu biasanya digunakan untuk memasak. Tetapi dia justru sengaja memanfaatkan produksi Pertamina itu untuk membasmi hama tikus yang merusak tanaman padi miliknya.Â
Advertisement
"Ini untuk membasmi tikus, kita masukkan selang ke lubangnya," ujarnya saat ditemui Liputan6.com di pinggir sawah, ditulis Sabtu (14/10/2023).Â
Baca Juga
Ia bercerita jika ada lubang-lubang rahasia tempat persembunyian tikus, maka perlu ditutup terlebih dahulu. Setelah dirasa sudah tertutup semua, barulah keran regulator dibuka supaya gas bisa masuk ke lubang tikus.
"Lalu dari atas kita gejuki, nanti tikusnya pada mati di dalam lubang. Tapi kalau masih ada lubang yang terbuka, tikus pada keluar dan lari dari lubang," terang warga Desa Tanjung RT 05 RW 02, Kecamatan Kedungtuban ini.
Sukisman memberantas hama tikus di sawah miliknya menggunakan gas LPG dilakukan sendirian tanpa dibantu orang lain. Meskipun dilakukan seorang diri, aksinya itu mampu membasmi puluhan tikus dalam sehari.
"Sawah satu hektare saya bisa mendapatkan 84 tikus. Saya sendirian dengan menggunakan 1 tabung gas LPG," katanya.
Masa lalu Sukisman sendiri pernah menjadi salah satu tim pengamanan masyarakat ketika sumur minyak dan gas milik Pertamina Daerah Operasi Hulu Cepu di Desa Sumber, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Blora, sempat meledak pada 2002 silam.
Diingatnya, bahwa pihak Pertamina pernah memberikan penjelasan bahwa energi gas kalau keberadaannya di tanah yang lembab, maka kondisinya bisa merambat ke tanah juga.
"Lha ini dulu saya diilhami dari waktu ada pengeboran di Sumber meledak, dulu menjadi tim pengamanan masyarakat jangan sampai menghirup udara dari gas itu. Karena kalau menghirup, paru-paru bisa mengkerut dan orang bisa mati," terangnya.
Berbekal pengalaman itu, Sukisman kemudian berpikir bahwa kalau orang saja mati, apalagi kalau hama tikus yang menghirup gas. Tentunya juga bisa mati dan kondisi itu tidak merusak lingkungan.
"Ini terus saya coba," terangnya yang mengaku telah lama praktik membasmi hama tikus dengan inovasi sederhana memakai gas LPG.
Hasil praktik Sukisman menggunakan gas LPG untuk memberantas hama tikus pernah disampaikan langsung ke Dirjen Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian saat berkunjung di Blora. Diakuinya, bahwa inovasi sederhana yang dipraktikkannya itu bahkan sempat dipakai untuk bahan rapat nasional.
"Sayangnya pihak pertanian belum berani memberikan rekomendasi memberantas tikus pakai gas LPG. Karena gas LPG untuk masak, bukan untuk membunuh tikus," ujarnya.
Menurut Sukisman, pemakaian gas LPG dipandang perlu mendapatkan rekomendasi dari pihak Pertamina. Harapannya juga ada bentuk dukungan khusus seperti mendapatkan program Corporate Social Responsibility (CSR) maupun lainnya untuk petani yang membutuhkan.
Ia kembali berharap dengan hadirnya inovasi sederhana yang dipraktikkan ini dipandang layak menjadi diskusi bersama antara sesama petani, pemerintah maupun Pertamina jika peduli persoalan pertanian.
Cara itu diakui efektif untuk membasmi hama tikus di sawah dan tidak berbahaya buat petani. Sebab, banyak petani seperti di Blora bagian selatan kerap menggunakan cara berbahaya untuk membasmi hama tikus. Yaitu dengan memasang setrum jebakan tikus bertegangan listrik di sawah.
Tak ayal, saban tahun selalu ada petani yang malah kerap meninggal dunia karena kena setrumnya sendiri. Pemangku kepentingan sendiri, sebetulnya kerap memberikan sosialisasi dan memasang larangan kaitan perihal tersebut.
Lalu petani juga melakukan hal tradisional untuk membasmi tikus. Misalnya dengan mengadakan gropyokan tikus dan membantu pengadaan rumah burung hantu (rubuha) yang jumlahnya masih minim alias terbatas.Â
"Cara-cara itu masih belum mampu mengatasi hama tikus yang merajalela menyerang tanaman padi milik petani," katanya.
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Penanganan Hama Tikus
Bupati Blora Arief Rohman telah mendengar inovasi sederhana yang dilakukan oleh salah satu warganya yang tinggal di Blora bagian selatan itu. Menurutnya, upaya penanganan hama tikus dilakukan secara terus menerus oleh petani.
"Pemerintah kabupaten selalu konsen dengan permasalahan yang dihadapi petani Blora. Segala daya upaya juga dilakukan untuk bisa mengurangi serangan hama tikus," ujar Gus Arief, panggilannya.Â
Hama tikus disebutnya memang sulit dikendalikan, namun pemerintah terus menerus diupayakan untuk mengurangi dampak serangan. Oleh sebab itu, Gus Arief mengajak semua pihak untuk bersama-sama mengatasi hama tikus.
"Adapun pengendalian hama tikus yang dilakukan antara lain, penyuluhan oleh petugas, menjaga kebersihan lahan sawah, dan membersihkan galeng agar tidak menjadi sarang tikus," jelas Bupati Blora.
Selain itu, ia mengajak para petani untuk melakukan gropyokan tikus secara serentak bersama-sama, menggunakan pestisida atau rodentisida pengendali tikus, memasang umpan racun tikus, dan memasang rumah burung hantu.Â
"Semua upaya ini terus kita lakukan bersama dengan para petani," katanya.Â
Menurut Gus Arief, penggunaan jebakan listrik sangat tidak dianjurkan karena membahayakan keselamatan nyawa para petani.Â
Selain itu, lanjutnya, inovasi-inovasi para petani untuk mengendalikan tikus selalu didukung untuk bisa menjadi solusi mengatasi hama tikus.
"Termasuk penggunaan LPG. Hanya saja perlu kita pertimbangkan efektivitasnya. Selain itu kami juga akan berdiskusi dengan Pertamina, apakah penggunaan LPG di perbolehkan untuk mengatasi hama tikus," kata Gus Arief.Â
"Kami juga akan terus mencari solusi terbaik untuk mengendalikan hama tikus," tambahnya.Â
Â
Advertisement
Program Pertamina untuk Pertanian
Senior Manager Relations Regional Indonesia Timur, Fitri Erika juga telah mendengar adanya inovasi sederhana yang dipraktikkan oleh salah satu petani di Blora bagian selatan itu.Â
Mengenai pemanfaatan gas LPG untuk mengatasi hama tikus, dijelaskan bahwa Pertamina secara khusus belum adanya program tersebut. Karena setiap inovasi yang dilakukan harus melalui pengujian dari pihak internal terlebih dahulu dengan melibatkan fungsi terkait.
"Tentunya juga bersama pihak eksternal untuk memastikan bahwa inovasi ini memang memberikan manfaat, tidak berbahaya bagi manusia dan lingkungan, serta menimbulkan efisiensi biaya," jawabnya kepada Liputan6.com melalui keterangan tertulis.Â
Fitri Erika selanjutnya memaparkan bahwa untuk membantu masyarakat, Pertamina dalam merencanakan dan menyusun sebuah programnya selalu melakukan pemetaan sosial untuk melihat permasalahan terlebih dahulu. Juga potensi di wilayah yang dimaksud supaya tidak ada kesamaan.Â
"Dengan demikian setiap program disusun sesuai kebutuhan dan tidak ada yang sama antar wilayah satu dengan wilayah lain," ujarnya.
Selain menjawab permasalahan sosial, dijelaskan bahwa Pertamina kaitan programnya, diharapkan mendukung pencapaian agenda internasional Sustainable Development Goals untuk mencapai masyarakat yang berdaya dan sejahtera.
"Untuk itu program kami upayakan menyasar ke kaum rentan termasuk petani," jelasnya.
Fitri Erika mengungkapkan bahwa di Regional Indonesia Timur, Subholding Upstream, Pertamina juga memiliki beberapa program pertanian. Salah satunya program Pertanian Sehat Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan (PSRLB).
Kaitan itu, disebutnya para petani di Indonesia umumnya bertani secara konvensional, seperti yang dilakukan oleh sebagian masyarakat di Kabupaten Blora, yakni masih menggunakan pupuk kimia dan racun pestisida untuk membasmi serangga ataupun hama yang berpotensi mengganggu produktivitas pertanian.
"Namun rupanya hal tersebut juga memberikan dampak lain yaitu berpotensi menurunkan produksi hasil panen yang cenderung mengakibatkan penurunan pendapatan petani karena penurunan kualitas tanah," papar Fitri Erika.
Menurutnya, hal ini dikarenakan penggunaan pupuk kimia dalam jangka waktu yang lama dan tingginya biaya pembelian pupuk kimia dibandingkan pupuk alami buatan.
Untuk itu, lanjut Fitri Erika, dalam rangka menjaga kelangsungan kehidupan yang berkelanjutan dan sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya petani, dibutuhkan strategi yang baik dalam pengelolaan sektor pertanian yang lebih ramah lingkungan.
"Yaitu program teknik budidaya yang memanfaatkan bahan-bahan alami dan tidak menggunakan bahan-bahan kimia sintetis (kecuali bahan yang diizinkan)," jelasnya.
Menurut Fitri Erika, hal ini bertujuan untuk menyediakan produk pertanian yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan dengan memanfaatkan bahan-bahan organik dan menghindari penggunaan pupuk buatan dan pestisida.
Jadi, lanjutnya, pertanian organik merupakan hal yang dipandang penting bagi keberlanjutan (sustainability) lingkungan hidup dan penting untuk ditanamkan kepada para petani.
"Karena dengan implementasi yang baik, maka akan memberikan dampak positif, baik untuk petani maupun lingkungan," terangnya.
Â
Skema Pertamina untuk Pertanian di Blora
Fitri Erika selanjutnya menjelaskan tentang skema program pemberdayaan masyarakat melalui inovasi sistem PSRLB yang diterapkan oleh PT Pertamina EP Field Cepu adalah dimana komoditi pertanian yang diintroduksi pada seluruh tahapannya diarahkan menggunakan sumber daya lokal setempat.
Yaitu dengan menghilangkan cara-cara konvensional yang banyak menggunakan pupuk kimia dan racun pestisida, diganti dengan cara-cara yang ramah lingkungan atau biasa disebut dengan organik.
"Berbasis skema tersebut, selanjutnya skema diintroduksikan ke masyarakat satu desa di satu kabupaten," jelasnya, yang membeberkan bahwa skema tersebut diterapkan di Desa Bajo, Kecamatan Kedungtuban, Kabupaten Blora.
Dipaparkan Fitri Erika, kondisi yang telah berjalan di kelompok masyarakat selama kurun waktu 2-3 tahun terakhir, mereka mulai menginisiasi kegiatan pertanian organik dari mulai mempersiapkan lahan, juga memproduksi input sarana produksi utama pertanian.
Yaitu bahan organik (Kompos dan Mikroorganisme Lokal/Mol) secara swadaya, mempersiapkan media tanam, mempersiapkan rumah kompos dan fasilitas lainnya. Adapun komoditi yang diusung adalah Padi SRI Organik, Sayuran Organik dan Tanaman Obat Organik.
Komoditi yang diintroduksi tersebut mempertimbangkan beberapa aspek antara lain ekologis-ekonomis, yang kemudian dipandang perlu adanya upaya lanjutan, untuk merevitalisasi program.
"Sehingga akan menjadi basis tata layanan mandiri bagi pemenuhan pokok pangan dan kesehatan masyarakat serta basis income petani di daerah dampingan sekitar wilayah kerja PT Pertamina EP Field Cepu," terang Fitri Erika.
Advertisement