Liputan6.com, Gorontalo - Provinsi Gorontalo merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki banyak warisan budaya dan seni tradisi lokal. Sampai saat ini warisan budaya tersebut masih dijaga kelestariannya oleh masyarakat.
Salah satu buktinya adalah dianutnya falsafah 'Adat bersendikan syara, syara bersendikan kitabullah' dalam kehidupan masyarakat Gorontalo. Berbagai kegiatan dalam masyarakat diselenggarakan sesuai adat istiadat yang sudah turun temurun sejak ratusan tahun yang lalu.
Advertisement
Baca Juga
Beberapa adat yang masih dilestarikan masyarakat Gorontalo diantaranya adalah pada prosesi pernikahan, khitanan, penobatan atau pemberian gelar adat, penyambuatan tamu, dan kematian.
Masyarakat sadar bahwa melestarikan budaya lokal merupakan suatu penghargaan bagi mereka. Dalam perkembangannya, kebudayaan Gorontalo diikuti oleh aturan-aturan adat yang terdapat pada setiap pelaksanaan kegiatan adat.
Warisan budaya yang masih kerap diselenggarakan oleh masyarakat Gorontalo, yakni sadaka. Sadaka atau sedekah merupakan pemberian sejumlah uang kepada pemangku adat dan pejabat tinggi yang menghadiri serangkaian acara tradisional.
Berdasarkan sejarahnya, sadaka merupakan bagian dari sisa kebudayaan masa penjajahan Belanda. Dahulu, sadaka diberikan dalam bentuk barang seperti hasil tani maupun hasil ternak.
Hasil tani bisa berupa beras, sayur-sayuran, dan buah-buahan. Sementara untuk hasil ternak, sebagian besar masyarakat Gorontalo menggunakan ternak kambing atau sapi sebagai alat untuk pemberian sadaka.
Namun, seiring berjalannya waktu, sadaka telah berganti menjadi pemberian berupa uang dengan jumlah tertentu. Dalam proses pemberiannya, sedekah diberikan melalui proses adat, dimana penyelenggara acara akan memberikan uang dengan jumlah tertentu.
Besaran uang disesuaikan dengan tingkat atau posisi jabatan orang yang menerimanya. Uang tersebut diletakkan di kotak yang diistilahkan dengan kotak siri. Hal ini dilakukan sebagai bentuk penghargaan atas kehadiran pejabat tinggi wilayah di acara tersebut.
"Sadaka juga sebagai alat mempererat silaturahmi dan membangun hubungan baik dengan pejabat tinggi wilayah itu. Contoh seperti kepala Desa hingga Camat," kata Rili salah satu pemangku adat di Gorontalo.
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Tergerus Zaman
Budaya inilah yang sampai dengan saat ini masih dijalankan oleh masyarakat Gorontalo. Dalam pelaksanaan acara adat, batak acara perkawinan, khitanan, pemberian gelar adat, serta kematian.
"Para pejabat yang menghadiri acara tersebut akan menerima sedekah dari penyelenggara acara," tuturnya.
Namun dewasa ini, baik masyarakat maupun pejabat tinggi wilayah menganggap bahwa pemberian sadaka merupakan hal yang tidak mesti dilakukan. Hal ini berangkat dari aturan-aturan yang berlaku di mana pemerintah tidak diperbolehkan menerima sebuah pemberian baik dalam bentuk uang, barang, maupun jasa.
"Saat ini kan sudah Zaman sudah berkembang. kalau ada pemberian sesuatu pasti akan dianggap lain, seperti pungutan liar suap dan lain-lain," katanya.
"Padahal, memberi dan menerima sadaka itu sudah berlangsung sejak lama di tanah Serambi Madinah," katanya.
Dengan adanya perkembangan zaman modern, istilah sadaka mulai tergerus. Bahkan, sudah banyak acara-acara besar yang tak lagi menyediakan sadaka kepada pejabat yang datang.
"Untuk menghindari istilah yang kerap muncul di zaman modern ini, budaya dan adat istiadat ini mulai hilang. Apalagi di wilayah perkotaan," ungkapnya.
Tidak hanya hilang, pemberian sadaka kerap menjadi polemik yang menimbulkan pertentangan dari sebagian besar masyarakat.
Tokoh adat, serta pejabat tinggi wilayah yang mempertanyakan apakah budaya sadaka yang merupakan bagian dari serangkaian acara adat yang secara turun temurun telah diwariskan oleh leluhur, masih perlu dipertahankan atau justru dihilangkan.
"Ini kan kita sudah lakukan sejak dulu, mengapa harus dihilangkan. Saya berharap, pemerintah mau memperhatikan adat istiadat yang mulai punah ini," ia menandaskan.
Â
Advertisement