Liputan6.com, Solo - Almas Tsaqibbirru menjadi sosok yang paling dibicarakan banyak orang usai Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan putusannya terkait batas usia capres-cawapres. Seperti diketahui, gugatan nomor 90/PUU-XXI/2023 akhirnya dikabulkan sebagian oleh MK, Kepala daerah yang sudah teruji berpengalaman dianggap layak maju sebagai capres dan cawapres.
Almas Tsaqibbirru tercatat sebagai pemohon yang mengajukan gugatan uji materil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait batas usia capres dan cawapres ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dia merupakan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta (UNSA) angkatan 2019. Almas juga merupakan putra Koordinator MAKI Boyamin Saiman.
“Sampai bisa menang itu kuliah saya ini nggak cuma kupu-kupu ya. Senang juga sih,” kata Almas, Senin malam (16/10/2023).
Advertisement
Almas yang merupakan mahasiswa fakultas hukum semester 8 itu mengaku tidak mempermasalahkan jika gugatan yang dikabulkan Mahkamah Konstitusi itu disebutkan banyak pihak sarat intervensi. Ia pun tidak mau ambil pusing dengan munculnya berbagai pendapat soap putusan MK tersebut.
“Terlepas dari banyak orang yang bilang ada intervensi atau apapun itu tidak masalah. Kan ini alasan saya untuk mengetes ilmu saya. Kalau ditanya perasaannya ya senang-senang aja,” kata dia.
Gara-gara gugatan yang diajukannya itu menyebabkan peluang Gibran Rakabuming Raka untuk melenggang sebagai cawapres pun kian terbuka. Meskipun demikian, Almas mengaku sama sekali tidak kenal secara pribadi dengan putra sulung Presiden Jokowi itu. Gugatan itu juga tidak ada titipan dari Gibran maupun timnya.
“Nggak ada (titipan dari Gibran). Saya kenal Mas Gibran aja nggak pernah ketemu aja juga nggak. Iya saya sama sekali tidak kenal. Kalau ditanya Mas Gibran tahu saya, nggak mungkin tahu lah meskipun sama-sama orang Solo,” ujar dia.
Ingin Menguji Ilmu Hukum yang Dipelajarinya
Sedangkan ketika disinggung mengenai faktor yang melatarbelakangi pengajuan gugatan ke MK lantaran ingin menguji ilmu hukum yang dipelajarinya di bangku kuliah. Apalagi saat ini dirinya juga merupakan mahasiswa semester akhir yang menunggu untuk lulus wisuda.
“Saya kan sudah semester akhir mau wisuda. Saya pingin menguji ilmu yang telah saya dapat, katakanlah seperti itu,” katanya.
Selain itu, ia juga merasa prihatin dengan perkembangan Pemilu saat ini karena banyak potensi munculnya pemimpin muda tetapi terbentur dengan faktor batasan usia yang diatur dalam undang-undang. Oleh sebab itu, ia pun mencoba mengajukan gugatan terkait batasan usia tersebut.
“Ini saya melihat potensi-potensi anak muda yang bisa dikatakan di bawah 40 tahun ini banyak yang berpotensi tetapi nggak bisa karena nggak ada pintu masuk ke sana. Jadi ya itu jadi alasan saya juga,” paparnya.
Advertisement